Dimensi perkembangan anak usia dini pada bab III ini penulis membahas berbagai aspek perkembangan anak usia dini. Adapun karakteristik perkembangan anak usia dini dapat dilihat sebagai berikut:
1. Perkembangan Fisik - Motorik
Pertumbuhan fisik pada setiap anak tidak selalu sama. Ada yang mengalami pertumbuhan secara cepat, ada pula yang lambat. Pada masa kanak-kanak pertambahan tinggi dan pertambahan berat badan relatif seimbang. Perkembangan motorik anak terdiri dari dua, ada yang kasar dan ada yang halus. Ciri penanda perkembangan fisik - motorik sangat terlihat pada anak berusia lahir - 2 tahun. Mengingat perubahan fisik-motor tersebut sangat penting.
Perkembangan motorik kasar seorang anak pada usia 3 tahun adalah melakukan gerakan sederhana seperti berjingkrak, melompat, berlari ke sana ke mari dan ini menunjukkan kebanggaan dan prestasi. Sedangkan usia 4 tahun, si anak tetap melakukan gerakan yang sama, tetapi sudah berani mengambil resiko seperti jika si anak dapat naik tangga dengan satu kaki lalu dapat turun dengan cara yang sama dan memperhatikan waktu pada setiap langkah. Lalu, pada usia 5 tahun si anak lebih percaya diri dengan mencoba untuk berlomba dengan teman sebayanya atau orang tuanya.Sebagian ahli menilai bahwa usia 3 tahun adalah usia bagi anak dengan tingkat aktivitas tertinggi dari seluruh masa hidup manusia. Sebab tingkat aktivitas yang tinggi dan perkembangan otot besar mereka (lengan dan kaki) maka anak-anak pra sekolah perlu olah raga seharí-hari.
Adapun perkembangan keterampilan motorik halus dapat dilihat pada usia 3 tahun yakni kemampuan anak-anak masih terkait dengan kemampuan bayi untuk menempatkan dan memegang benda-benda. Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat seperti bermain balok, kadang sulit menyusun balok sampai tinggi sebab khawatir tidak akan sempurna susunannya.
Sedangkan pada usia 5 tahun, mereka sudah memiliki koordinasi mata yang bagus dengan memadukan tangan, lengan, dan anggota tubuh lain-nya untuk bergerak. Hal ini tidak terlepas dari ciri anak yang selalu bergerak dan selalu ingin bermain sebab dunia mereka adalah dunia bermain dan merupakan proses belajar. Mulai sejak si anak membuka mata di waktu pagi sampai menutup mata kembali di waktu malam,semua kegiatannya dilalui dengan bergerak, baik bolak-balik, berjingkrak, berlari maupun melompat.
Dalam kaitan ini, anak bukanlah miniatur orang dewasa karena mereka melakukan aktivitas berdasarkan kematangan dan kemampuan yang sesuai usianya.
2. Perkembangan Kognitif
Istilah kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition atau knowing berarti konsep luas dan inklusi yang mengacu pada kegiatan mental yang tampak dalam pemerolehan, organisasi/penataan dan penggunaan penge-
tahuan. Dalam arti yang luas, kognitif merupakan ranah kejiwaan yang berpusat di otak dan berhubungan dengan konasi (kehendak), afeksi (perasaan).
Proses perkembangan kognitif ini dimulai sejak lahir. Namun, campur tangan sel-sel otak dimulai setelah seorang bayi berusia 5 bulan saat kemampuan sensorisnya benar-benar tampak.
Ada 2 teori utama perkembangan kognitif, yakni: teori pembelajaran dan teori perkembangan kognitif (Paul Henry,et.al, h.117-h.233:1994).
Konsep utama dari teori pembelajaran adalah pelaziman, digunakan untuk memahami bayi. Ada dua bentuk pelaziman, pertama, pelaziman klasik berlangsung ketika suatu stimulus yang semula netral, seperti bunyi bel yang muncul bersamaan sengan stimulus tidak bersyarat seperti susu yang mengalir dari dot ke dalam mulut si anak sehingga si anak akan terbiasa, jika bunyi bel berulangkali dihubungkan dengan pengalaman mendapatkan susu dari dot, maka bayi akan mulai mengisap begitu ia mendengar bunyi bel. Kedua, pelaziman instrumental, seperti bila bayi tersenyum di saat ayah menggelitik perutnya, lalu bayi tersenyum kembali, maka pelaziman ini mungkin sedang berlangsung.
Sementara jika mengacu pada teori yang dikemukakan Piaget, seorang pakar psikologi kognitif dan psikologi anak, dapat disimpulkan 4 tahap perkembangan kognitif , yaitu:
• Tahap sensori motor, terjadi pada usia 0-2 tahun
• Tahap pra operasional, terjadi pada usia 2-7 tahun
• Tahap konkrit operasional, terjadi pada usia 7-11 tahun
• Tahap formal operasional, terjadi pada usia 11-15 tahun(Yuliani Nurani, 2011).
Terdapat dua bekal kapasitas yang dibawa bayi sejak lahir. Pertama, bekal kapasitas jasmani yang ditunjukkan dengan dua gerakan refleks, yakni: grasp reflex berupa gerakan otomatis untuk menggenggam; dan
rooting reflex berupa gerakan kepala dan mulut yang terjadi secara otomatis jika setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan berbalik atau bergerak ke arah datangnya rangsangan lalu mulutnya terbuka dan terus mencari
hingga ketemu puting susu ibu atau puting susu dot untuknya (Muhibbin Syah,h.61:2004). Lalu, gerakan refleks ini terjadi pada usia 0 s/d 5 bulan serta belum memerlukan ranah kognitif sebab sel-sel otaknya belum berfungsi matang sebagai alat pengendali. Kedua, bekal kapasitas sensori berlaku bersamaan dengan berlakunya refleks-refleks motor tadi bahkan kadang lebih baik.
Hal ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan nafas, penyedotan dan tanda-tanda respons terhadap stimulus. Juga adanya kemampuan mereka untuk membedakan suara keras dan kasar dengan suara lembut ibunya dari pada ayahnya dan orang lain.
Dengan demikian, tahap sensori motor yang berlangsung pada usia 0-2 tahun merupakan bagian dari perkembangan kognitif yang tampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak membentuk representasi mental, dapat meniru tindakan masa lalu orang lain, dan merancang sarana baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara mental skema dengan pengetahuan yang diper-olehnya. Inteligensi anak masih bersifat primitif yakni didasarkan pada perilaku terbuka (tindakan konkret dan bukan imajiner atau yang hanya dibayangkan saja).
Hal ini amat penting karena menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Lalu, pada usia 18-24 bulan muncul kemampuan untuk mengenal objek permanen atau telah menjadi cakap dalam berpikir simbolik (Monk & Siti Rahayu Haditono, h.212: 1992). Sedangkan usia 2-7 tahun, anak berada dalam periode perkembangan kognitif pra-operasional yakni usia di mana penguasaan sempurna akan objek permanen dimiliki.
Artinya, si anak memiliki kesadaran akan suatu benda yang harus ada atau biasa ada. Juga mengembangkan peniruan yang tertunda seperti ketika ia melihat perilaku orang lain seperti saat orang merespons barang, orang, keadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lalu (Muhibbin Syah, h.61:2004).
Di samping itu juga anak mulai mampu memahami sebuah keadaan yang mengandung masalah, setelah berpikir sesaat, lalu menemukan reaksi
‘aha’ yaitu pemahaman atau ilham spontan untuk memecahkan masalah
versi anak-anak. Akan tetapi, si anak belum bisa memahami jika terjadi berbeda dengan pengalaman lainnya.
3. Perkembangan Sosial Emosional
Para psikolog mengemukakan bahwa terdapat tiga tipe temperamen anak, yaitu: Pertama, anak yang mudah diatur, mudah beradaptasi dengan pengalaman baru, senang bermain dengan mainan baru, tidur dan makan secara
teratur dan dapat meyesuaikan diri dengan perubahan di sekitarnya.
Kedua, anak yang sulit diatur seperti sering menolak rutinitas sehari-hari, sering menangis, butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan dan gelisah saat tidur. Ketiga, anak yang membutuhkan waktu pemanasan yang lama, umumnya terlihat agak malas dan pasif, jarang berpartisipasi secara aktif dan seringkali menunggu semua hal diserahkan kepadanya(Ariavita Purnamasari, h.110:2009).
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kepribadian dan kemampuan anak berempati dengan orang lain merupakan kombinasi antara bawaan dengan pola asuh ketika ia masih anak-anak.
Ketika anak berusia satu tahun, senang dengan permainan yang melibatkan interaksi sosial, senang bermain dengan sesama jenis kelamin jika berada dalam kelompok yang berbeda. Namun, ketika berumur antara 1 s/d 1,5 tahun, biasanya menunjukkan keinginan untuk lebih mandiri yakni melakukan kegiatan sendiri, seperti main sendiri, makan dan berpakaian sendiri, cemburu, tantrum(marah jika kemauannya tidak dipenuhi). Sedangkan saat usia 1,5 s/d 2 tahun, ia mulai berinteraksi dengan orang lain, tetapi butuh waktu untuk bersosialisasi, ia masih sulit berbagi dengan orang lain, sehingga ia akan menangis bila berpisah dengan orang tuanya meski hanya sesaat.
Sedangkan untuk usia 2,5 sampai 6 tahun, perkembangan emosi mereka sangat kuat seperti ledakan amarah, ke-takut-an yang hebat, iri hati yang tidak masuk akal karena ingin memiliki barang orang lain dan
biasanya terjadi dalam lingkungan keluarga yang besar. Demikian pula dengan rasa cemburu muncul karena kurangnya perhatian yang diterima dibanding dengan yang lainnya, dan terjadi dalam keluarga yang kecil. Terjadi sebagai akibat dari lamanya bermain, tidak mau tidur siang dan makan terlalu sedikit (Elizabeth Hurlock, h.115:1980).
Secara jelas kognisi sosial seorang anak yang berumur 0-1 tahun adalah tumbuhnya perasaan sebagai seorang pribadi sehingga lebih menyukai orang yang familiar (obyek ikatan emosinya). Sedangkan usia 1-2 tahun yakni tumbuh pengenalan sosial dengan mengenali perilaku yang disengaja.
Lalu untuk usia 3-5 tahun, muncul pemahaman perbedaan antara kepercayaan dan keinginan seorang anak yakni persahabatan yang didasarkan pada aktivitas bersama. Lalu, ketika anak berusia 6-10 tahun, persahabatan yang terbangun lebih pada kesamaan fisik dan adanya kepercayaan secara timbal balik (Alish B. Purwakania Hasan, hh.199-226:2006).
4. Perkembangan Bahasa
Kemampuan setiap orang dalam berbahasa berbeda-beda. Ada yang berkualitas baik dan ada yang rendah. Perkembangan ini mulai sejak awal kehidupan. Sampai anak berusia 5 bulan (0-1 tahun), seorang anak akan mengoceh seperti orang yang sedang berbicara dengan rangkaian suara yang teratur, walaupun suara dikeluarkan ketika berusia 2 bulan.
Di sini terjadi penerimaan percakapan dan diskriminasi suara percakapan. Ocehan dimulai untuk menyusun dasar bahasa (Yuliani Nurani, h. 110:2011). Lalu pada usia satu tahun si anak dapat menyebut 1 kata atau periode holoprastik.
Kemudian usia 18-24 bulan, anak mengalami percepatan perbendaharaan kata dengan memproduksi kalimat dua atau tiga kata disebut periode telegrafik sebab menghilangkan tanda atau bagian kecil tata bahasa dan mengabaikan kata yang kurang penting.
Selanjutnya pada usia 2,5 s/d 5 tahun, pengucapan kata meningkat. Bahasa anak mirip orang dewasa. Anak mulai memproduksi ujaran yang lebih panjang, kadang secara gramatik, kadang tidak. Lalu, pada usia 6 tahun ke atas, anak mengucapkan kata seperti orang dewasa. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya anak berbicara, antara lain:
• Intelegensi, semakin cerdas anak semakin cepat keterampilan bicaranya.
• Jenis disiplin, disiplin yang rendah membuat cenderung cepat bicara dibanding dengan anak yang orang tuanya bersikap keras dan berpandangan bahwa anak harus dilihat, tetapi tidak didengar.
• Posisi urutan, anak sulung didorong lebih banyak bicara dari pada adiknya.
• Besarnya keluarga, anak tunggal didorong lebih banyak bicara dibanding anak-anak dari keluarga besar sebab orang tua lebih banyak
waktu untuk berbicara dengannya.
• Status sosial ekonomi, dalam keuarga kelas rendah kegiatannya cenderung kurang terorganisasi dari pada kelas menengah dan atas.
• Status ras, mutu dan keterampilan berbicara yang kurang baik pada kebanyakan anak berkulit hitam sebab ayahnya tidak ada atau sebab keluarga tidak teratur sebab banyak anak dan ibu bekerja di luar.
• Berbahasa dua
• Penggolongan peran seks, misalnya laki-laki dituntut untuk sedikit bicara dari pada perempuan (Elizabeth Hurlock, h.115:1980)
Dengan demikian karakteristik ini penting diketahui sebagai bentuk kepedulian pada perkembangan anak yang membutuhkan perhatian ekstra dari orang dewasa di sekitarnya, sehingga akan tumbuh anak-anak yang memang diharapkan. Serta orangtua perlu memahami bahwa perkembangan kognitif dan bahasa saling berkaitan.
Adapun dimensi perkembangan nilai agama dan moral serta perkembangan seni pada anak usia dini merupakan hasil stimulasi yang tepat terhadap 4 dimensi perkembangan di atas. Lazimnya untuk perkembangan nilai agam dan moral mengikuti perkembangan kognitif, bahasa, fisik motorik serta sosial emosional.
Justru faktor yang paling mempengaruhi adalah pada pola asuh serta persepsi orangtua melakukan penanaman dan pembiasaan agar anak memiliki kepribadian sesuai karakter dari pedoman agama yang dianut. Sementara untuk perkembangan seni, terbagi dalam beberapa jenis yaitu seni musik, seni kriya, seni drama dan seni tari. Perkembangan ini pada anak usia dini lebih mempersiapkan anak untuk memiliki bakat yang dapat membantu kesulitan di masa mendatang.
Faktanya pada proses pembelajaran anak usia dini, perkembangan seni tidak dilakukan secara maksimal oleh guru di satuan pendidikan anak usia dini.