Tangisan Ibu
Bau anyir masih tersisa di rongga mulut. Aku meraih gelas dan teko. Menuangkan air secukupnya untuk berkumur.

HUEKKK!

Semua sisa makanan juga ikut keluar bersama klepon isi darah tadi. Argh, menyebalkan sekali.

Sedari tadi muntah, aku baru sadar kalau suara air keran dari dalam kamar mandi sudah tak terdengar.

Begitu pun suara benturan gayung dengan bak. Seketika suara menjadi hening. Aroma anyir di mulut pun perlahan tak tercium lagi.

Aku melangkah ragu ke arah kamar mandi. Hanya bunyi tetesan air keran yang menggema terjatuh satu per satu.

Saat pintu kubuka, benar saja ... sosok Ibu di dalam sudah tidak ada.

"Ndukkk ... buka pintunya, Nduk!" Terdengar teriakan dari arah depan.

Ya. Itulah Ibu. Beliau baru saja pulang. Refleks, aku berlari tanpa sengaja menabrak lemari piring hingga menimbulkan suara benturan antara piring satu dengan piring yang lain.

"Suara apa iku, Nduk?" tanya Ibu dari luar.

"Nggak, Bu. Aku nggak papa," jawabku setengah berteriak lalu melanjutkan langkah ke arah pintu.

Saat pintu dibuka, sosok Ibu sudah berdiri di depanku.

"Ibu kemaleman pulangnya, Nduk," ucap beliau sembari melangkah masuk, kemudian meletakkan bingkisan di meja ruang tamu.

Terlihat beliau duduk lalu melepaskan satu persatu aksesoris di kepalanya. Kemudian menyisir rambut dan mengikatnya.

"B-bu ...," panggilku tercekat. Ragu untuk menanyakan sesuatu.

"Piye, Nduk?" sahut Ibu yang masih terfokus melepas satu per satu aksesoris yang menempel di tubuhnya.

"Selama aku nggak di rumah, semua baik-baik saja toh, Bu?" 

Ibu hanya bergeming. Mengambil tas di sebelahnya dan mulai mencari sesuatu di dalamnya.

"Bu ...," panggilku lagi.

"Opo toh?" Ekspresi beliau seakan tak peduli dengan pertanyaanku.

"Seruni takut, Bu. Berkali-kali Ibu datang dengan keanehan. Seruni ...," ucapku terhenti. Ibu memotong.

"Nduk, Ibu capek. Mau istirahat. Jajannya dimakan. Kamu sudah lama, kan, ndak makan ini." Jari telunjuknya mengarah ke bingkisan yang bertengger di atas meja.

Aku masih berdiri mematung saat Ibu melangkah menuju kamar dan menutup pintu.

Menatap lama bingkisan plastik hitam di depan. Rasanya trauma dengan kejadian tadi. Memakan klepon darah dan bangkai hewan melata. Perut terus saja mual saat ingatan itu muncul.

Aku tak menyentuh jajanan itu sama sekali. Lebih memilih menyusul Ibu di kamar.

Ternyata, pintu tak sepenuhnya tertutup. Ada celah untuk mengintip aktifitas Ibu di dalam sana.

Beliau tengah duduk di atas ranjang tua dengan memegang sebuah pigura foto. Setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata itu foto saat aku masih SD. Mengenakan seragam dan dasi topi lengkap khas anak SD.

"Ndukkk ... Ibu kangen. Ibu pengin kamu pulang selamat, Nduk."

Deg.

Apa maksud perkataan Ibu? Bukannya aku sudah di sini sekarang?

____


Komentar

Login untuk melihat komentar!