Klepon
Aku berusaha menata hati. Degub jantung tak beraturan. Kaki gemetaran, berusaha bangkit dari kursi dan melangkah perlahan ke arah kamar mandi. Suara keran menyala, dan benturan gayung dengan bak terdengar memenuhi telinga.

Mata mengawasi celah bawah pintu yang tak tertutup rapat. Jika ada orang di dalam, maka akan terlihat rupa kaki menapak di lantai semen sana.

Nyatanya, berkali-kali  menunduk dan sedikit mengintip, aku tak menemukan sepasang kaki di sana.

"B-bu ...," panggilku tercekat.

Suara air keran serta bunyi benturan antara gayung dengan bak seketika hilang saat aku memanggil Ibu.

Aku mendekat, kemudian menutup mata dan berusaha mendorong pintu kamar mandi dengan kencang.

BRAKKK!

Kosong.

Lampu kamar mandi dalam keadaan mati. Meski siang hari, tapi kamar mandi akan gelap jika tak dinyalakan lampunya.

Setelah kejadian itu, aku berpikir keras. Sebenarnya apa yang tengah terjadi. 

Kenapa Ibu bisa berubah-ubah wujud dalam sekejap. Atau hanya halusinasiku saja? Tapi kenapa bisa terjadi berulang-ulang? 

Baiklah, akan aku amati setiap wujud yang datang. Mungkinkah ada niat lain dari sosok Ibu yang lain?

____

Setelah kejadian tukang sayur berlari ketika melihatku, Ibu selalu menyediakan bahan makanan di dapur.

Sayur mayur yang selalu segar meski hanya ditaruh di meja dapur. Serta bahan makanan basah lain yang tidak cepat basi. Dari dulu bermimpi memiliki satu unit kulkas, nyatanya sekarang aku tak membutuhkan itu.

Aku memasak makanan kesukaan Ibu sore ini. Oseng terong dan mie pedas.

Beliau sangat suka makanan pedas. Padahal, ambeiennya cukup menyiksa kala harus duduk berjam-jam saat menyinden.

Namun, beliau selalu rindu masakan pedas. Semoga selalu sehat sampai aku dapat membahagiakannya.

Selesai masak, aku mandi. Paling suka menghabiskan waktu di kamar mandi. Guyuran air dingin membuat kepala sejuk dan segar.

Tak lupa, selesai mandi, bak langsung diisi penuh. Sesuai dengan perintah Ibu.

Lega rasanya saat rumah sudah rapi, masakan sudah siap tinggal menunggu Ibu pulang.

Sepertinya pulang malam, karena sampai azan magrib terdengar, belum ada tanda-tanda kedatangan beliau.

Aku masih duduk merenung di ruang tengah, sampai akhirnya ketukan pintu terdengar.

Secepat kilat aku berlari ke arah pintu. Setiap hari adalah rindu. Ibu selalu ditunggu kepulangannya. Meski terkadang, beliau tak banyak waktu bercengkrama mungkin karena lelah.

"Ibu sudah pulang. Syukurlah, Bu. Diantar Pak Yasa?" tanyaku.

Ibu hanya mengulum senyum, menggelengkan kepala sembari menaruh bingkisan berwarna hitam.

Beliau berlalu masuk ke kamar mandi. Aku yang sedari dulu selalu antusias dengan jajanan dari Ibu, otomatis langsung membuka isi bingkisan.

Ada onde-onde, nagasari, nten-nten juga satu makanan kesukaanku yaitu klepon.

Dengan cepat, satu buah klepon isi gula merah cair langsung kugigit dan meleleh di mulut.

Namun, saat itu juga tiba-tiba bau amis menguar menusuk hidung.

Refleks, aku memuntahkan semua isi di mulut.

Kalajengking mati, kelabang mati, sampai cacing hidup menggeliat bergerak di bekas muntahan darahku di lantai tanah.

Seketika tubuhku lemas. Perlahan melangkah mundur dan menabrak meja makan.

"Kenapa, Run? Itu klepon kok. Dimakan aja!" 

Deg.

Terdengar suara Ibu dari dalam kamar mandi seakan beliau melihat kejadian yang kualami di dapur sini.

Tunggu! 

Run? Dari kecil, Ibu selalu menyapaku dengan sebutan 'Nduk'.

Astaga! Dia bukan Ibu. Bukan. Ya, baru sadar. Kini aku bisa membedakan mana Ibu sesungguhnya dan mana sosok jelmaan Ibu.

____

Sabar ngikuti alurnya ya, Gaes. Petualangan sebentar lagi dimulai 😍. Tinggalin Like komen 💪

Komentar

Login untuk melihat komentar!