Bab 2
TERNYATA IBUKU DI JADIKAN PEMBANTU DI RUMAHKU SENDIRI (2)



"Mas kamu sudah pulang," 


"Dimana Ibuku?" Aku bertanya dengan suara keras seakan tidak sabar. Sejak mendengar rekaman di ponsel Anita tadi, buru-buru aku memasuki parkiran mobil dan gegas pulang.


Kulirikkan ekor mataku keseluruhan penjuru rumah mencari keberadaan orang nomor satu yang paling  aku sayangi.


"Mas kamu kenapa? Kok terlihat gelisah begitu, duduk dulu ya. Akan aku buatkan kopi, kamu pasti capek kan seharian terus kerja di kantor, dan aku dengar kalau Papa mempercayakan kamu sebagai kepala di proyek baru---"


"Dimana Ibuku!" Sungutku dengan nada sedikit keras menyela pembicaraan Amel. 


Mendengar suara Amel membuatku semakin muak dengannya.


"Kenapa sih, dengan Ibumu Mas, seharusnya itu yang kamu tanya aku. Aku istri kamu!" Amel yang tadi sempat terkejut karena suara bentakan ku kini menatap kesal kearahku.


Sungguh, dari pertama kami pacaran aku tidak pernah sama sekali membentaknya. Tapi sekarang tidak lagi, karena wanita ini sudah membuat Ibuku sengsara di rumahku sendiri.



"Ibu," aku terus memanggil tanpa menghiraukan Amel. Ku telusuri setiap ruangan. Bahkan aku mencari kedalam kamar, namun keberadaan Ibuku masih  tidak ada tanda-tanda.


"Mas, kamu kenapa sihhh. Aku ini istri kamu loh," Amel menarik tanganku agar berhadapan dengannya.


"Dimana kamu sembunyikan Ibuku?" Geramku merapatkan kedua gigiku menatap tajam Amel.


"A-aku, aku tidak tau Mas. Ibumu itu ngeselin, kamu tau aku memang selama ini diam dan tidak pernah terus terang kepadamu karena aku tidak ingin hubungan kalian jadi hancur. Kalau sebenarnya Ibumu itu---"



"Firman," 


Mendengar suara yang sangat aku rindukan seketika menoleh cepat. 


"Ibu," gumamku, benar saja terlihat Ibu disana. Segera aku berlari menghampiri Ibu dan memeluknya erat. 


"Nak, kamu kenapa?" Ibu membalas pelukanku. 


Tanpa terasa air mataku terjatuh begitu saja, aku tidak bisa membayangkannya. Di usia sudah sepuh seperti ini Ibu harus membersihkan rumah sebesar ini.


Pantas saja Amel bersikeras menolak saranku untuk mencari Pembantu, ternyata dia malah menjadikan Ibuku sebagai pembantu.


Aku mengerutkan keningku dalam, merasakan ada yang aneh dengan tubuh Ibu. 

"Ibu, badan Ibu panas sekali. Apa Ibu sakit?" tanyaku panik setelah merenggangkan pelukannya.


"Gak, Ibu gak gak papa. Mungkin karena lelah aja, istirahat juga bentar lagi sembuh," jawab Ibu. 

"Lelah, Ibu lelah kenapa? Katakan pada firman Ibu habis ngapain?" Aku melirik kearah kamar mandi, karena Ibu memang habis dari kamar mandi. 


"Nak, kamu baru pulang. Ibu buatkan kopi ya," Ibu menarik tanganku cepat saat aku hendak kedalam kamar mandi. Namun dengan lembut aku melepaskan tangan Ibuku.


Aku harus tau apa yang Ibu lakukan. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat. Ternyata Ibu habis mencuci semua pakaian sebanyak itu.



Jantungku seperti tertusuk jarum perih tak tertahankan melihatnya. Ya Tuhan. 


"Firman, kepala Ibu pusing nak, firman tolongin Ibu--"

"Ibu," 


***


"Bagaimana Dok, keadaan Ibu saya?" tanyaku pada dokter Malvin juga merupakan temanku. Setelah ia beberapa saat memeriksa Ibuku dirumah sakit, kebetulan dia bertugas malam, malam ini.


Dengan jantung memburu dan rasa panik tak karuan aku segera membawa Ibu kerumah sakit. Karena Ibu pingsan tadi, badannya pun semakin panas.


"Sepertinya Ibumu harus dirawat inap fir, Ibumu mengalami demam tinggi, gula darahnya juga naik. Ini sangat berbahaya untuk kesehatannya, apalagi di usia ibumu sudah lanjut, tubuhnya sangat lemah Fir," jelas Malvin membuatku sedikit mengerutkan keningku.


"Katakan yang jelas Malvin apa maksudnya!" Suaraku sedikit keras menatap Malvin dengan tatapan tidak bisa aku artikan.


"Aku takut Ibu tidak bisa melewati demamnya," 


Duggg 


Aku sedikit terhuyung ke samping berusaha mengimbangi tubuhku kembali. Nyaris saja aku terduduk dilantai, namun beruntung aku menyandarkan tubuhku di dinding tembok.


"Suhu ditubuh Ibumu semakin naik, obat penurun demam yang aku berikan sepertinya tidak beraksi cukup baik. Jika dalam 3 jam kedepan suhu ditubuh Ibumu tidak turun juga, maka," Malvin mengantungkan perkataannya.


"Ibumu harus masuk ruang ICU darurat," sambung Malvin lagi.

"Ya, Tuhan!" Kedua pipiku kini telah dialiri oleh air mata tak bisa aku tahan kan.

"Amel, bedebah kamu sialan, apa yang kamu lakukan dengan Ibuku," gumamku dengan rahang mengeras, serta seluruh urat nadiku seakan ingin memaksakan diri untuk keluar.


**

15 menit tak butuh waktu lama bagiku untuk sampai dirumah, karena dengan kecepatan diatas rata-rata aku mengendarai mobilku.


"Hahaha akhirnya wanita tua itu masuk rumah sakit juga, setelah sekian lama aku menunggu dia masuk rumah sakit dan berakhir dengan kematian," 

Duggg 


Aku menghentikan langkahku, tepat didepan pintu kamarku. Terlihat Amel sedang menelpon seseorang menghadap ke dinding kaca besar. Karena keasikan menelpon dia tidak memperhatikan kearah kaca yang memperlihatkan aku terlihat jelas disana.


"Najis banget Amel rawat wanita tua itu. Mending kita jalan-jalan aja yuk Mah malam ini, nanti aku nginap dirumah Mama aja ya. Aku yakin Mas firman pasti nemani ibunya yang lagi sakratul mau   dirumah sakit," 



Seluruh darahku seakan memburu naik ke atas kepala. Bahkan nafasku pun sudah seperti pacuan kuda.

"Bagaimana kalau Firman tau kamu memperlakukan Ibunya seperti itu? Dia akan marah!"


"Gak bakalan, Paling Mas Firman senang Ibunya mati jadi gak adalagi beban di hidupnya. Karena wanita tua itu, udah tua gak guna lagi. Untung masih bisa dia bersih-bersih rumah ini kalau enggak hidupnya gak guna banget, 


Mama tau, dari tadi pagi aku menyuruhnya cuci pakaian, pakai tangan, bukan pakek mesin. Dan baru aja siap tadi, lelet banget kan." 


"Hahaha bagus Sayang, kalau bisa seluruh pakai kamu yang masih bersih suruh cucu aja!" 


"Jelas dong Mas, orang dia cuci empat ember besar, semua pakaian ku, yang bersih aku suruh cucu juga. Termasuk semua gorden, biar dia tau diri. Jangan cuma numpang doang sama anaknya,"


"Bagus sayang, Mama suka cara kamu ngasi pelajaran buat orang parasit. Setelah ini kamu pasti bisa bahagia dengan Firman."


"Ahhh Mah, aku gak sabar banget deh. Setelah wanita tua itu mati nantinya, Mas Firman pasti bakal lebih sayang sama aku dan kami bisa bulan madu, ihhhh 


Mama tau sendiri kan, bulan madu kemaren gak jadi, gara-gara si wanita tua itu sakit-sakitan. Kenapa gak mati aja sih dari kemaren-kemaren, kan gak nyusahin ka---"


"Ma-Mas Fir-Firman,"

Ponsel yang dipegang Amel terjatuh begitu saja di lantai.


Bersambung .....



Cusss ke KBM, gasss bantu sub

Komentar

Login untuk melihat komentar!