Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, [yang sampai saat ini masih eksis keberadaannya\], bahkan semakin tumbuh pesat perkembangannya. Pernyataan ini dikuatkan oleh Wiwin Fitriyah, “Pesantren adalah menjadi embrio pendidikan Islam perfek di Indonesia”. Selain itu pesantren memiliki korelasi berdasarkan simbiotik dengan ajaran Islam.
Dari sisi keberadaannya pesantren bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama para santri untuk mengikuti pelajaran dengan baik yang diberikan oleh kiai. Melainkan juga sebagai tempat latihan agar mampu berprilaku yang baik dan hidup mandiri dalam bermasyarakat. Pesantren bukan hanya mengajarkan hal-hal yang bersifat materi, namun juga penerapan teori yang diajarkan.
Melihat dari segi lingkungannya bahwa pesantren terdiri dari santri, kiai dan tradisi pengajian, serta tradisi lainnya, ada pula bangunan yang dijadikan para santri untuk melaksanakan semua kegiatan selama 24 jam. Dari beberapa elemen tersebut, santri merupakan bagian elemen penting, karena dialah nantinya yang akan menjadi penerus jejak kiai.
Selanjutnya Pesantren Pancoran Emas, merupakan pesantren yang unik, karena mayoritas santrinya merupakan pecandu narkoba, para kompetitor sapi kerapan, pemuda nakal dan orang yang ingin kaya dengan menjalankan berbagai cara yang tidak halal (bertransaksi riba, berjudi), dan ada sebagian yang depresi akibat kalah dalam main nomer. Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan K. Ali Hasan, Beliau berkata “Setelah mereka mondok di Pesantren Pancoran Emas Daramista, setahap demi setahap kepribadian mereka mulai berubah dari perbuatan yang negatif menjadi positif.
Kehidupan mereka sebelum nyantri Di Pondok Pancoran Emas sangat memprihatinkan, mulai dari berbuat keonaran ditengah masyarakat, menghambur-hamburkan uang untuk memuaskan nafsunya, sehingga diakhir kebingungannya\, mereka memutuskan untuk nyabis (sowan) Kepada kiai Alimuddin (Thayyib), selaku pengasuh Pondok Pesantren Pancoran Emas. Setelah mereka sowan kepada Kiai Alimuddin (Thayyib), beliau memerintahkan mereka untuk mondok. Akan tetapi lamanya mondok itu atas keputusan Kiai Sattar selaku penerusnya.
Sementara melalui hasil wawancara dengan K. Musahri beliau Menyatakan “Pesantren Pancoran Emas Daramista, lebih memperioritaskan amaliyah diniyah (amalan keagamaan) dari pada wacana keilmuan. Hal ini terbukti dengan aktivitas santri yang diharuskan Membaca bermacam-macam dzikir (Kalimat Tauhid, Tasbih Ismu dzat), dan diakhiri dengan dzikir Istighfar Sebanyak-banyaknya.
Praktek Dzikir tersebut melalui beberapa tahapan, pertama secara Jama’ie, kedua Secara Individu. Melalui dua tahapan tersebut adalah menjadi metode khusus di Pesantren Pancoran emas, terutama bagi jiwa yang masih labil dan membutuhkan terhadap asupan gizi dzikir, karena dzikir semacam ini dapat mempengaruhi terhadap tingkat kesadaran diri manusia.
Kegiatan dzikir di Pesantren Pancoran Emas Daramista senantiasa di laksanakan hampir setiap waktu, dengan tujuan agar para\ santri mencapai kesempurnaan hidup dan kesadaran diri. Bahkan dengan kegiatan dzikir para santri mampu mengubah dirinya dari sifat negatif menjadi positif.
Maka dengan dzikir yang benar membuat diri seseorang sadar, bahwa segala persoalan-persoa\lan duniawi hanya disandarkan kepada Allah dzat yang mengatasi segalanya. Begitu sempurnyanya ajaran Islam, tak satupun persoalan yang terlewatkan dalam kitab Al-Qur’an, sehingga urusan jiwa, ruh, qalb dan dzikir serta aspek-aspek kehidupan tersusun dalam unity yang komplek. Berdasarkan firman Allah dalam surat Ar-Ra’du. Ketenangan hati di peroleh melalui dzikir.
اَلَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قًلًوْبُهُمْ بِذِكْرِاللهِ , اَلَابِذِكْرِاللهِ تَطْمَئِنُّ اْلقُلُوْبُ (27)
Artinya : Orang-orang yang beriman hati mereka menjadi tentram sebab mengingat Allah. Ingatlah dengan melafadkan dzikir kepada Allah akan menenangkan hati”.
Dzikir kepada Allah swt. Merupakan langkah utama untuk menggapai ketenangan jiwa. Bila seseorang melantunkan asma Allah yang agung, maka akan memperoleh ketenangan jiwa, mulai dari kegelisahan keruwetan hidup-hingga kesadaran akan jati dirinya akan diperoleh.
Secara umum dzikir dapat dilakukan dengan dua cara: pertama, dengan lisan, dzikir dengan lisan sebaiknya tidak dilakukan dengan suara yang keras, tapi hendaknya dilakukan dengan suara lembut. Kedua, dzikir dengan Lisan dan Hati. Dari beberapa instrumen ayat, bahwa berdzikir bukanlah dengan suara yang keras, tetapi dengan suara yang rendah dan rasa takut kepada Allah.
Menurut al-Ghazali untuk pengucapan lafadz suci harus dengan kesungguhan hati atau tanpa kesenjangan antara lidah dan kondisi jiwa. Pelafalan kalimat suci itu harus dilakukan dengan “keihlasan” atau “kesungguhan” tanpa menyisakan ruang fikiran untuk objek atau tujuan lain. Dzikir mempunyai permulaan dan akhir, pada bagian permulaan dzikir mensyaratkan “kedekatan” dan “cinta” . dan pada dzikir bagian akhir, dzikir mensyaratkan kedekatan dan cinta.
Dzikir adalah sebuah proses penyucian jiwa yang membawa dampak positif bagi ketenangan jiwa dan kesadaran diri. Dan dengan dzikir, seseorang akan merasakan kehadiran Tuhan. Namun untuk pemula dalam merasakan kehadiran Tuhan perlu bimbingan Guru atau istilah thariqahnhya disebut Mursid. Oleh karena itu, pesantren Pancoran Emas, membimbing santrinya dalam rangka sebagai pengawasan penuh .
Sementara dari hasil wawancara penulis dengan Kiai Musahri, beliau mengatakan “Sebelum memasuki tahapan dzikir para santri diperkenalkan akan sifat-sifat yang lima puluh dengan membaca secara bersamaan, lalu setelah itu pembimbing mengenalkan tentang fikiran jiwa manusia”. Bahwa manusia terdiri dari bentuk lahir-batin, jasmani-ruhani, Sementara penekanan Pondok Pancoran Emas terfokus pada aspek batiniyah manusia yang terdiri dari beberapa unsur: Hati, Diri, dan Jiwa. Oleh karena itu, mengenali diri, jiwa dan penyakit-penyakit hati sangat penting sebelum melakukan dzikir, karena hal ini mendukukung terhadap kekhusukan dalam praktik dzikir.
Dengan metode dzikirnya yang khusus, Pesantren Pancoran Emas menjadi jawaban dari berbagai tantangan kehidupan masyarakat yang makin jauh dari nilai-nilai ilahi (keTuhanan). Karena melihat kehidupan masyarakat dizaman ini mereka lebih mementingkan hal-hal yang bersifat duniawi dari pada ukhrawi. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Pancoran Emas menjadikan dzikir sebagai terapi kebatinan, dalam rangka menjawab dari kegelisahan para santri dalam menghadapi permasalahan kehidupan.
Hakikinya aktifitas dzikir di Pondok Pesantren Pancoran Emas merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran diri para santri. Oleh karena itu, saat mengamalkan dzikir, tujuan utamanya bukan untuk mencapai pemuasan berupa pemenuhan hajat atau kebutuhan. Tetapi agar tersambung dengan Tuhan yang Maha Esa. Oleh karenanya, untuk mencapai hal ini maka kita harus benar-benar ingat pada Allah Swt saat berdzikir, lahir dan batin (lidah dan hati; bibir dan kalbu). Maka dengan usaha terus menerus dengan berdzikir akan menumbuhkan kesadaran diri. Sedangkan Istilah kesadaran dalam Kajian Tasawuf disebut ‘Ma’rifatun Nafs’.
Sementara makna ‘Kesadaran diri’ menurut Goleman “yaitu perhatian secara kontinyu terhadap kondisi batin seseorang. Maka di dalam Situasi refleksi diri, pikiran seseorang dapat mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. ” Pernyataan Goleman seirama dengan pendapat Imam Al-Ghazali, “ kesadaran diri seseorang\ harus dilakukan secara terus menerus dengan melantunkan asma Allah yang disertai dengan penjiwaan terhadap makna yang terkadung di dalamnya. Hal ini seirama dengan pernyataan K. Musahri dari hasil wawancara, beliau mengatakan “dzikir yang disertai dengan penjiwaan maka akan membentuk ion-ion suci sebagai aura positif dalam kehidupan.
Selanjutnya melihat perkembangan Pesantren Pancoran Emas Daramista sampai generasi ketiga (K.H Sattar), masih tetap eksis dengan visi, misi dan tujuannya, sebagaimana yang dicanangkan oleh pendirinya, yaitu Kiai Thayyib Bin Samiuddin. Beliau menjadikan Dzikir sebagai one power (kekuatan Utama) dalam mengatasi masalah kekeringan batin dalam kehidupan yang serba materialistik.
Selanjutnya seiring dengan maraknya wacana yang bergulir di pesantren-pesantren modern, bahwa pesantren harus melakukan perombakan terhadap kurikulum yang sudah ada, serta pembelajaran dan tenaga pengajarnya yang harus memenuhi standa`r pendidikan Nasional. Sementara menurut Kiai Bukhari dalam hasil wawancaranya dengan penulis beliau menyatakan “Pondok Pesantren Pancoran Emas tetap menekankan dzikir sebagai upaya peningkatan kesadaran diri santri”.
Oleh sebab itu, Pengasuh Pesantren memandang penting setiap santri yang mondok harus mendawamkan dzikir sebagai upaya meningkatkan kesadaran diri, Dan meningkatkan keimanan sehingga tercapai ketenangan dalam kehidupan. Berangkat dari hal demikian, penulis merasa tertarik untuk mengkaji masalah ini dengan judul “URGENSI DZIKIR Dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran Diri Santri Di Pondok Pesantren Pancoran Emas Daramista Kecamatan Lenteng”. Dengan mengunakan pendekatan kualitatif diskriptif dengan jenis penelitian Fenomenologi, sedangkan metode pengumpulan datanya menggunakan data primer dan skunder sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara dan metode dokumentasi.
Rumusan Masalah
Bagaimana Proses Peningkatan Kesadaran diri santri melalui dzikir di Pondok Pesantren Pancoran Emas?
Bagaimana Pelaksanaan dzikir terhadap Peningkatan Kesadaran diri Santri di Pondok Pesantren Pancoran Emas ?
Bagaimana dampak dzikir terhadap kesadaran diri santri di Pondok Pesantren Pancoran Emas?
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Untuk memahami proses peningkatan kesadaran diri santri melalui dzikir di Pondok Pesantren Pancoran Emas
Untuk memahami pelaksanaan dzikir terhadap peningkatan kesadaran diri santri di Pondok Pesantren Pancoran Emas
Untuk memahami dampak dzikir atas kesadaran santri di Pondok Pesantren Pancoran Emas
Batasan Istilah Dalam Judul
Pengertian judul
Tesis ini berjudul “Urgensi Dzikir Dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran Diri Santri di Pondok Pesantren Pancoran Emas Daramista Kecamatan Lenteng” untuk menghindari kesalah fahaman dalam mengkaji, maka penulis perlu menjelaskan setiap variabel yang akan di analisa, sehingga dapat memberikan gambaran yang faktual mengenai pentingnya aktivitas berdzikir di Pondok Pesantren Pancoran Emas. Untuk lebih memudahkan pembahasan, maka penulis mencantumkan beberapa item judul antara lain:
Urgensi Dzikir, Urgensi menurut maknanya adalah keharusan yang mendesak,atau hal yang sangat penting. Sedangkan dzikir adalah menyebut dengan lidah dan mengingat dengan hati, dzikrullah berarti menyebut dan mengingat Allah. Maksudnya menyebut Allah dengan lisan dan hati, faidahnya agar kita selalu ingat Allah baik pada waktu siang ataupun malam, waktu ramai atau sepi (dimanapun kita berada). Berarti yang dimaksud dengan Urgensi Dzikir, adalah keharusan yang mendesak dalam melakukan dzikir dalam rangka mencari ketenangan jiwa menuju kesadaran seutuhnya.
Peningkatan kesadaran diri santri, adalah sebuah upaya dalam rangka meningkatkan kesadaran diri melalui beberapa tahapan yaitu: memaksimalkan pikiran untuk meningkatkan perubahan pada jiwa merupakan hal yang rumit, karena di dalam diri manusia terdiri dari beberapa elemen diantaranya hati, diri dan jiwa. Maksud dari bagian ini adalah bagaimana dengan dzikir bisa meningkatkan kesadaran diri santri, karena selama ini santri yang dimaksud telah melakukan cacat agama yang berupa penodaan terhadap dirinya, dengan aktivitas yang menyalahi syariat, seperti menyabung ayam, mengadu sapi kerapan dan menjadi anak jalanan tanpa tujuan. Semua ini bisa di atasi di Pondok Pesantren Pancoran Emas dengan usaha para kiai dan ustad dengan izin Allah Swt.
Santri: Adalah para murid yang belajar pengetahuan keislaman dari kiai. Selanjutnya Ana Trisna menjelaskan “santri adalah orang yang pernah mengenyam pendidikan agama di pondok pesantren, menggali informasi-informasi dari Kiai”.sementara santri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang pernah mengikuti kegiatan pesantren walaupun hanya 2 minggu, karena di Pesantren Pancoran Emas ada santri kalong dan santri mukim. Kedua model tersebut sama-sama dijadikan objek sebagai responden.