BAB V : TENTANG DZIKIR
Makna Dzikir
Melihat dari segi perubahan kalimat, “dzikir” merupakan bentuk masdar dari fi’il madhi ‘dzakara’  yang terdiri dari bab tsula>si mujarrad\. Sedangkan dari segi maknanya berarti, mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Sementara ditinjau dari aspek istilah, para ulama bervariasi dalam memaknai dzikir. Namun hakikatnya sama yaitu mengingat. Intinya, dengan berdzikir  dapat mengingat kebesaran Allah. Sementara media yang digunakan untuk berdzikir adalah lisan dan hati.
Sedangkan menurut Al-Ghazali, dzikir dari segi bahasa adalah mengingat, sedangkan menurut istilah yaitu Sebuah usaha yang sungguh-sungguh untuk mengalihkan sebuah ide, pikiran dan perhatian manusia menuju Tuhan dan akhirat. Selanjutnya Imam Syatha menyatakan  “orang yang berdzikir akan dicintai oleh Allah”.
Menurut Amin Syukur, adapun Akar kata dzikir adalah bentuk masdar dari lafadz dzakara. Sedangkan dzikir menurut istilah adalah menjalankan lisan dan hati dengan kalimat-kalimat thayyibah. Sementara dilihat makna dasar; dzikir berarti mengingat, memerhatikan, memegang sambil mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Oleh karena itu berdzikir merupakan kegiatan lisan dan hati dalam mengingat Allah serta keagungan-Nya.
Menurut Syekh Javad Nurbakhsyi, Makna dzikir adalah perhatian sepenuhnya  atas kebesaran Allah, dengan mengabaikan segala sesuatu selain-Nya. Hal ini dikuatkan oleh Kwajih Abdullah Ansori beliau pernah menulis, bahwa dzikir adalah membebaskan diri dari kelalaian dan kealpaan. 
Menurut Kharisuddin Aqib, Yang dimaksud dzikir didalam tarekat qadiriyah wa naqsabandiyah; adalah kegiatan lidah (lisan) maupun hati (batin) di dalam mengucapkan dan mengingat nama-nama Allah baik berupa jumlah (kalimat), maupun ism dzat (nama-nama Allah). 
Menurut Said Aqil Siraj, dzikir adalah segala gerak gerik dan aktifitas yang terobsesi pada kedekatan diri atau taqarrub kepada Allah, melafalkan kata-kata tertentu yang mengandung unsur ingat kepada Allah juga termasuk dzikir. 
Menurut Abdul Wahid, dzikir memiliki makna dasar (salah satunya adalah) ‘ingat’. Ini berarti bahwa ‘ingat’ pada Allah Swt. Saat berdzikir merupakan kata kunci utama sehingga dzikir memberikan efek positif yang maksimal  pada pelakunya. Jika orang yang berdzikir tidak ingat pada Allah Swt, pada hakekatnya aktifitas tersebut lebih layak disebut ‘membaca’ bacaan dzikir  seperti membaca, Subhana>lla>h,  la> Ila>ha Illalla>h, dan lain-lain. 
Sedangkan menurut Bustaman, yang dimaksud dzikir adalah menyibukkan hati dan lisan untuk mengingat Allah dan kebesaran-Nya, aktifitas ini meliputi hampir segala bentuk dan amal seperti, tasbih, tahmid, shalat, membaca Al-Qur’an, berdoa, melakukan perbuatan baik dan menghindari diri dari kebiadaban.
Selain itu dzikir merupakan amalan utama para sufi, sehingga melihat dari beragam pendapat, bahwa dzikir mempunyai empat makna dasar yaitu: pertama, ia adalah perjuangan konstan untuk selalu mengingat Tuhan.  Dari pengertian ini, ia merupakan lawan dari kealfaan. Kedua, dzikir adalah pengulangan doa-doa ataupun nama-nama Tuhan. Praktik dzikir semacam ini membutuhkan pengajaran, pengawasan dan pelantikan di dalam praktiknya, sebagaimana ketulusan niat, kepekaan dan konsentrasi. Ini adalah dzikir lisan. Ketiga, dzikir berarti kondisi batiniah sementara (ha>l), yang didalamnya meliputi kepekaan terhadap Tuhan dan rasa takut terhadap-Nya. Keempat, dzikir adalah kondisi batiniah yang stabil (maqam). Di dalamnya doa dan kehati-hatian menjadi hal yang menetap. Dzikir semacam yang keempat ini merupakan dzikir jiwa.
Sehingga dapat disimpulkan  bahwa dzikir adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengingat Allah secara kontinyu yang  disertai hadirnya hati. Sementara orang yang berdzikir tanpa disertai dengan hadirnya hati. Maka ia bukan disebut dzikir akan tetapi hanya disebut membaca-bacaan saja. Sehingga reaksi dzikir yang tidak desertai dengan hadirnya hati qalil faidah (sedikit faedah) atau tidak signifikan.

Komentar

Login untuk melihat komentar!