BAB III: Kerangka Teori
Kerangka Teori  
Teori yang digunakan dalam menganalisa penelitian ini, maka  penulis  menggunakan teori al-Ghazali yaitu: “al-Sakinah (ketenangan)”.   Sementara skala ketenangan hati itu terdiri dari dua aspek yaitu al-Sukun yang berarati kedamaian. Dan al-Yaqin yang berarti keyakinan. Maka di dalam menempuh ketenangan dan keyakinan hati maka disinilah ada peran dzikir, karena sebab berdzikir hati menjadi tentram dan berdampak akan kesadaran diri. 
Sedangkan Menurut Syekh Javad Nurbakhsyi, terdapat tiga syarat supaya dzikir berdampak positif bagi kesadaran diri. 
Benih dzikir harus dirawat dengan cinta (mahabbah) yang mengalir dari seorang guru.
Dzakir (orang yang berdzikir) senantiasa menyisakan kesetian dalam relung hati yang terdalam.
Tanaman yang tumbuh dari benih dzikir harus di rawat oleh guru hingga ia  berbuahkan cinta pada si murid.
Bahkan Syekh Nurbahksyi menyatakan, bahwa dzikir bisa mengangkat tabir [penutup antara hamba dengan Allah] yang terbentuk oleh keinginan nafsu, menjadi cahaya hati yang mampu menerangi kegelapan godaan duniawi. Maka hati yang telah bangkit dari keteledoran, secara lambat laun dapat mengambil alih dari lidah membuat tahta di dalam hati, maka  dari sinilah akan membentuk kesadaran diri. 
Sementara menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, “seseorang yang terus menerus dalam berdzikir kepada Allah akan meminimalisir kelalaian. Karena sesungguh kelalaian dari mengingat allah menyebabkan kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat.
Selanjutnya  menurut Hawari, beliau meninjau dari sisi kesehatan jiwa. Bahwa Do’a dan Dzikir (tahlil, istighfar, tahmid dan shalawat) mengandung  Psikoterapi dan Psikiatrik. Hal ini seiring dengan Frager, bahwa Dzikir dapat membersihkan kotoran-kotoran hati [seperti marah, dendam, bermusuhan, dan mampu menguatkan hati seseorang sehingga tidak mudah tegang], dengan demikian dzikir memberikan pengaruh kuat terhadap kejiwaan seseorang.
Imam al-Ghazali membagi dzikir terhadap tiga tipe, yaitu: pertama adalah Dzikir dengan melantunkan puji-pujian. Sedangkan Tipe kedua merupakan  dzikir dikala kondisi jiwa seseorang  berada pada kondisi sadar [ia menyadari apa yang ia baca, dan memahami makna dzikir]. Selanjutnya tipe yang  ketiga inilah  dzikir mampu menggerakkan nurani menuju arah kesadaran seutuhnya. Menurut teori sufistik Al-Ghazâlî, langkah yang ketiga merupakan pamungkas dari rentetan dzikir yang dilaksanakan oleh para sufi, karena langkah ketiga di katakan dzikir hudur.  
Maka cara yang terbaik untuk melakukan dzikir yang sesungguhnya adalah dengan berpikir dan mengingat Tuhan sesering mungkin sehingga kita menyadari bahwa pikiran dunia adalah hanyalah milik Allah. Ketika seseorang bisa menyatukan antara mengingat dan pikiran maka disinilah akan tercipta kesadaran yang sesungguhnya.
Metode Penelitian 
Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan adanya pendekatan-pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Dalam penelitian ini penulis mengunakan pendekatan Kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian Fenomenologi psikologi. Adalah sebagai paradigma untuk memahami aktivitas dzikir dalam upaya meningkatkan kesadaran Diri Santri di Pesantren Pancoran Emas.
 Dengan pendekatan ini diharapkan mampu memberikan pandangan tentang proses, langkah-langkah dan dampak terhadap kesadaran diri santri. Penulis menggunakan pendekatan diskriptik kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi Psikologi karena mempunyai titik perhatian  pada tingkat kesadaran manusia secara umum, santri secara khusus. Tingkah laku manusia merupakan fenomena (gejala) dari keadaan fsikologis  yang terlahirkan dalam rangka  usaha memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. 

Komentar

Login untuk melihat komentar!