PART 6
Ayahnya pengusaha properti, kakaknya pengusaha industri bagian elektronik, lalu adiknya nanti akan menjadi pengusaha apa? 

Sejak mengetahui bahwa Adrian adalah adik dari Aditia Hermawan alias boss pemilik perusahaan magang, aku jadi lebih hati-hati pada Adrian, contohnya lebih bersikap sopan, bijak bahkan terkadang mengiyakan ajakan Adrian untuk makan siang bersama. Semata demi pekerjaan saja. 

Seperti hari ini, aku yang memang tidak membawa kendaraan roda dua lantaran sedang di pakai bapak dan ibu untuk menghadiri acara keluarga, akhirnya pagi tadi harus memesan ojek online untuk sampai perusahaan elektronik. Adrian datang ke ruanganku yang memang di tempatkan pada bagian Repair, aku mengajukan judul 'Aplikasi Barang Repair' kepada dosen pembimbing dan langsung di Acc.
 
"Ma, pulang gue anter."

Adrian duduk di kursi kosong sebelah kiri, Mbak Eti yang saat itu duduk di sisi kanan hanya tersenyum. Beliau tahu bahwa adik boss nya ini adalah teman kuliahku dan cukup memaklumi kedekatan kami di dalam jam kerja.

"Saya pesan ojek online, pak."

Akhirnya panggilan itu keluar dari mulut ini. Adrian memang di pandang tinggi oleh seluruh karyawan, apalagi jika bukan karena adik dari Aditia juga putra dari pemilik properti terbesar di kota ini. 

Awalnya Adrian menolak aku memanggil dengan sebutan 'bapak' katanya cukup memanggil nama saja seperti biasa, namun sekali lagi, mengingat dia adik dari seorang boss di perusahaan ini dan seluruh karyawan pun memanggilnya bapak maka aku ikut andil seperti karyawan lainnya.

"Diluar mendung, Ma."

Aku tidak bisa mempercayai begitu saja ucapan Adrian, meski dia bisa berlalu-lalang keluar-masuk perusahaan, bisa jadi ini hanya akal-akalan Adiran untuk bisa mengantarku pulang, atau bahkan mampir terlebih dahulu untuk makan malam, begitu Adrian yang ku kenal. Dia memang gentar sekali mendekatiku, di tambah aku yang magang di perusahaan kakaknya memudahkan dia mengambil celah. 

Sempat beberapa kali menolak di depan Aditia, lelaki pemilik hidung Bangir itu malah ikut berpihak pada sang adik, katanya ini perintah dari atasan untuk karyawan magang. Hallah, alasan macam apa! Jika bukan karena mencoba mendekatkan aku dengan adik satu-satunya itu.

"Saya harus mampir ke toko anak dulu."

"Nanti gue anter."

Aku diam saja bingung harus menjawab bagaimana dengan sikap Ardian. Lelaki beralis tebal itu akhirnya bangkit dan meninggalkan ruangan bagian Repair.

"Kayaknya pak Adrian punya hati sama kamu, Ma."

Mbak Eti, leader Reapair yang di tugaskan Aditia untuk membantu seluruh pekerjaan dan keperluanku, dia menjadi teman berbincang di kala jam kerja sudah beroperasi. Kami sudah cukup akrab.

"Temen kuliah mbak. Gak usah ngawur, ah."

"Eh, Mbak ini udah nikah, jadi tau giman pandangan laki-laki yang sedang jatuh cinta."

"Heleh, jangan gosip deh, kedengeran pak Adit berabe, loh. Aku 'kan disini magang, memenuhi tugas kampus."

"Kalau adiknya beneran suka apa masalahnya sama pak Aditia? Memangnya pak Adrian bakal nyerah kalau pak Adit beneran gak ngerestuin."

Mbak Eti jadi kompor begini, sih, berasa berpihak juga pada Adrian. Kalau tau lelaki beralis tebal itu sudah berkali-kali mengutarakan perasannya, aku yakin mbak Eti pasti lebih gencar lagi menggodaku.

"Siap-Siap, yuk. Sepuluh menit lagi jam pulang."

Aku mengalihkan topik pembicaraan, tidak nyaman jika harus terus membahas Adrian, apalagi banyak karyawan lain di ruangan ini yang aku yakin salah satu di antara mereka sedang caper-capernya pada adik boss besar. Secara, masih muda, tampan, kaya, humble. Eh, tapi catat aku tidak suka. Catat lagi, aku sudah berkali-kali menolak perasaan Adrian, jadi jangan berfikir ini adalah rasa lebih, paham!

Setelah merapikan berkas dan menyimpannya pada lembari, aku keluar bersama Mbak Eti. Sampai depan ternyata Mbak Eti sudah di jemput sang suami. Inginnya memesan ojek online saja, tapi belum sampai memencet tulisan 'Order' lelaki beralis tebal sudah berdiri di sampingku.

"Gue bilang, kan, pulang bareng. Ini mendung Ma." 

Adrian menarik lengan ini, membawaku pada mobil hitam yang sering ku lihat di pakai oleh kakaknya. Adrian membuka pintu depan, menyuruhku untuk segera masuk karena gerimis mulai turun. Aku duduk dan langsung memasang seat bel, di susul Adrian yang duduk di kursi pengemudi.

"Hujan, kan?" Dia menekan suaranya.

"Iya."

"Jadi mampir ke toko anak?"

"Iya, jadi. Hari Minggu Sella ulang tahun, aku mau beli kado."

Mobil hitam yang kami tumpangi sudah keluar dari area pabrik, melaju memenuhi padatnya jalanan area industri. 

"Jam berapa acaranya?"

"Sembilan."

"Nanti gue jemput, tapi gak pa-pa ya pake motor gue."

"Gue bisa berangkat sendiri, kok."

Aku memang harus bisa menyesuaikan tempat, jika di dalam perusahaan aku begitu sangat berhati-hati dalam berbicara, lain di luar, Adrian tetap menyuruhku untuk santai.

"Udah, deh, Ma, ah. Kebiasaan banget, sih."

"Kayaknya di jemput pak Yudha, soalnya berangkat sama ibu, bapak juga."

"Ya udah gue bawa mobil, nanti gue bilang ke om Yudha, gue yang jemput elu."

Nekat memang! 

Sampai toko mainan, aku dan Adrian langsung masuk, lelaki itu hanya mengekori kemanapun aku melangkah, sesekali memberi masukan benda yang cocok untuk gadis belia seperti Sella, sesekali mendengus kesal karena aku hanya menyentuh mainan yang lucu namun tak kunjung di bawa sampai kasir.

Beginilah perempuan, jika laki-laki siap mengantar berbelanja, harus sabar. Lebih suka berlama-lama memilah yang menurutnya cocok, banyak pilihan? Ya, akan lebih lama lagi memilahnya.

Sepasang sepatu dengan gaun warna senada, pink peach, sangat cocok jika di kenakan pada Sella yang lucu, imut, berpipi gembul juga berambut panjang.  Itu kado yang akhirnya ku siapkan setelah hampir satu jam memutari toko anak-anak. 

Setelah di bungkus dan membayarnya kini giliran Adrian yang menawarkan untuk ikut makan malam di luar, sekedar makan bakso kaki lima. Tak masalah, aku sudah biasa, herannya Adrian mengapa jadi merakyat?

Di pandang, lelaki beralis tebal itu lumayan tampan, apalagi ketika menyendokkan bakso ke dalam mulutnya, lalu menampakkan wajah kepedasan karena sambal yang ku masukan terlalu banyak.

Aku terkekeh dan langsung memberikan segelas air putih hangat.

"Ganti aja deh baksonya, kamu kepedesan, loh." 

Aku menarik mangkuk berisi bakso itu, menjauhkannya agar Adrian lebih leluasa menumpakan rasa pedas pada air minum di depannya.

"Bang, bakso gak pedes." Teriakku sedikit lantang agar Abang bakso bisa mendengar pada keramaian kedai ini.

"Gila! Aku gak suka pedes, Ma."

"La... Kenapa di makan tadi?"

"Kamu yang ngasih, ya, aku makan, lah."

Aku tersenyum tak lupa mengucapkan kata maaf atas ketidaktahuanku. Tanpa sadar antara kami berdua tidak ada yang menggunakan kata 'gue, elu' lagi. Aku merasa lebih nyaman saat mengutarakannya dengan 'aku, kamu'. Entahlah.

Semangkok bakso sudah tersaji, Adrian melahapnya dengan kenikamatan, mungkin dia lapar?

Gerimis sudah berhenti namun masih menyisakan hawa dingin di tambah Sepoi angin malam membuatku sedikit menggigil.

Selesai makan kami langsung masuk mobil, rambut yang setengah basah akibat tetesan gerimis tadi ketika memasuki kedai ku ikat kuda. 

"AC nya boleh di matiin, gak?"

Adrian mematikan tombol AC, dia meraih jaket hitam di kursi belakang dan memberikannya padaku.

"Pake, besok masih kerja."

***

[Ma, aku di jalan.] 

Pesan singkat Adrian. Hari ini aku harus menghadiri acara ulang tahun Sella yang di rayakan bersama teman-teman sekolahnya di rumah.

Adrian sudah datang, benar saja dia membawa mobil milik kakaknya. Ck! Lelaki ini! Aku, ibu dan bapak sudah masuk kedalam mobil.

Rumah cukup besar dengan nuansa serba putih, taman kecil menghiasi pelataran rumah ini. Mobil putih milik Yudha terparkir baik pada tempatnya. Beberapa kendaraan roda empat lainnya bertengger memenuhi bahu jalan perumahan ini, rupanya sudah ramai di dalam sana. 

Ibu dan Bapak mendahului aku dan Adrian, katanya sudah rindu sekali dengan Sella. 

Aku melangkah beriringan dengan Adrian, tak lupa kado yang sudah ku persiapkan untuk Sella ku bawa. Adrian juga, dia membawa kotak kado berwarna pink bergambar kuda poni, lucu.

Sampai di dalam rupanya sudah ramai oleh anak-anak, ku lihat Sella sedang bercengkrama dengan Ibu dan Bapak. 

"Sella, Bu Yema Dateng, nih."

Suara Yudha membuat Sella langusng meninggalkan Ibu dan Bapak, memelukku erat sekali, ada kecupan hangat di pipi ini dari gadis kecil bernama Sella.

"Gue ngalah demi adik tercinta, udah kece begini naiknya motor, dia jemput Yema naik mobil gue."

Aditia, lelaki berhidung Bangir itu tampak senyum-senyum ke arah Adrian.

"Haish, gak usah di bahas kak."

"Jadi ini maksudnya gimana?" Yudha ikut nimbung.

"Ya, gitu. Lagi pedekate sama Yema." Bisiknya namun masih bisa ku dengar. Ada debar dada yang tak biasa, entah rasa bahagia atau rasa tidak enak pada Aditia karena Adrian malah memilih menjemputku dengan kendarannya.

"Santai, janur kuning belum melengkung, masih bisa di tikung, Dit."

"Doanya jelek banget lu, om." Adrian menepuk lengan itu dengan pelan.

Tawa kian menggema di telinga, aku meninggalkan mereka dan membawa Sella untuk berdiri di stand kue ulang tahun. Akila datang entah dari mana, gadis itu menghampiri Yudha yang langsung di peluk oleh Yudha. Jabatan tangan pada Aditia dan Adrian membawa mereka bercengkrama. Aku mengasyikan diri bersama ibu, bapak dan Sella. 

Acara ulang tahun di mulai, lagu 'Selamat Ulang Tahun' dan 'Tiup Lilin' di nyanyikan bersama-sama. Potong kue di bantu oleh Akila, potongan pertama Sella berikan kepada Yudha, potongan kedua untuk Akila, potongan ketiga untuk Ibu dan bapak, berikutnya? Aku tak menyangka jika Sella memberikan potongan kue terakhir untuk aku, dia juga menarikku untuk berdiri bersisian bersama Yudha, jadi posisinya Aku, Yudha, Akila. 

Adrian yang semula berdiri di samping Aditia, kini beralih pada sisi kananku, aku rasa dia sedikit cemburu? Mungkin.

Setelah acara selesai aku duduk di sofa bersama Adrian. Hari ini aku tidak bisa berjauhan, ada rasa tidak enak jika harus berdekatan dengan pemilik rumah, maka jalan satu-satunya agar tidak terlihat canggung aku mengikuti kemanapun Adrian melangkah, sedang ibu dan bapak di ajak Sella masuk ke dalam kamarnya.

"Makan dulu, Ma."  Yudha menawarkan dan berlalu dari hadapanku.

"Mau aku ambilin?" Sepertinya Adrian memahami ketidakberdayaanku menjadi tamu keluarga ini.

"Gak usah, kita makan bareng aja."

Di ruang makan sana tak sengaja ku lihat Yudha dan Akila duduk berdua, sambil Akila menyuapi Yudha makan. 

Telapak tangannya terulur mengusap halus kepala Akila. Sesuap nasi masuk ke dalam mulut Yudha tanpa di sangka Akila membersikan sisa lauk di sisi bibir Yudha. Ah, romantisnya. Apa Adiran juga akan sama seperti itu jika menjadi pacarku?

Ya ampun! Pikiran macam apa ini!!! Kenapa jadi membahas Adiran, sih!

"Makan di sini aja!." Teriak Adrian dari arah meja makan, aku dan Adrian saling bertatap lalu di anggukan oleh lelaki beralis tebal itu. 

Kami duduk di depan Yudha dan Akila, saling senyum adalah sapaan utama. 

"Adit gak keliatan lagi." Yudha membuka obrolan pada Aditia.

"Pulang om, katanya masih ada kerjaan."

"Bu Yema, makasih udah mau dateng, Sella seneng banget. Dari kemaren bahasnya Bu Yema... Terus."

Aku tersenyum simpul merasa tidak enak pada kekasih Yudha itu. Harusnya bukan aku, kan, yang di harapkan kehadiran Sella, harusnya Akila saja, yang pasti nantinya akan menjadi tante dan tinggal di rumah ini.

"Iya bu, sama-sama. Sella, kan anak les saya."

"Kapan mulai masuk les lagi?"  Yudha membuyarkan kenikamatan makan siangku.

Ah, iya. Setelah aku magang di perusahaan Adita yang jam operasionalnya sampai 8 jam sehari aku jadi tidak bisa lagi membuka les privat untuk anak-anak, mungkin sampai nanti jadwal wisuda sudah selesai agar tidak repot.

"Sella nanyain terus." Sambung Akila.

"Mungkin sampai selesai Sidang, supaya gak mengganggu pekerjaan yang lain juga."

Aku kembali menikmati makan siang ini. Adrian berlalu mengambil air minum kemasan botol di depan, memberikannya padaku dengan tutup yang sudah terbuka.

Ibu dan bapak datang dari lantai dua bersama Sella yang tidak mau melepaskan genggamannya.

Ibu dan bapak duduk di kursi yang masih kosong, sedang kini Sella menghambur ke pelukanku. 

Anak ini kenapa bisa dekat sekali padaku, kenapa tidak kepada Akila saja?

"Bu Yema pulang di anterin om Yudha, yah." Celotehan Sella membuat bola mata Adrian membulat, aku rasa dia cukup kaget dengan sikap Sella.

"Bu Sella pulang sama om Adrian, sayang."

"Sella mau ikut anterin Bu Yema."

"Ibu, kan dateng bareng om Adrian, berarti pulangnya juga harus sama om Adrian."

"Tante Kila, Sella pengen ikut anter Bu Yema, pulang." Gadis kecil itu menghambur pada Akila yang di sambut dengan pelukan hangat.

"Sella, janji gak rewel, loh." Yudha meraih tubuh Sella dalam gendongannya. 

Selesai acara kami pamit pulang. Di dalam mobil aku memperhatikan Sella yang sedih lantaran tidak bisa mengantarku pulang. 

Lalu memandang Yudha, Akila dan juga Sella, serasa keluarga bahagia.Yudha merangkul bahu Akila dengan mesra. Akila melingkarkan kedua tangannya pada perut Yudha. 

Lambayan tangannya di sahut oleh suara klakson mobil menjauhi perumahan elit ini. 


Komentar

Login untuk melihat komentar!