PART 5
Rara dan Isma baru saja datang di antar oleh sang Bunda, mereka langsung masuk kedalam kelas, duduk di lantai bermeja lipat yang sudah ku persiapkan.

Waktu sudah menunjukan pukul 08:10 namun Sella belum juga datang, seharunya jam belajar sudah di mulai sepuluh menit yang lalu.

Aku membuka pintu kelas, di luar pagar mobil Yudha baru saja berhenti. Dari kursi penumpang terlihat seorang wanita berambut panjang, Akila namanya, aku tahu lantaran Yudha pernah memanggilnya ketika malam itu di depan Kafe. Rupanya Akila turun bersama Sella di susul Yudha yang mencium kening Sella.

Telapak tangan Yudha terulur menyentuh pipi Akila, ada senyum indah dari keduanya juga Sella yang terlihat begitu bahagia akan kehadiran Akila. Syukurlah jika kekasih dari dokter itu bisa membuat Sella menjadi tersenyum cantik lagi.

Kecupan hangat mendarat di kening Akila meski di tutupi oleh rambut yang bernama poni tetap saja itu menjadi sebuah rasa sayang dari Yudha untuk calon istrinya.

Yudha melambaikan tangannya di sambut hangat oleh kedua wanita itu. Yudha masuk ke dalam mobil dan melesatkan kendaraan roda empat meninggalkan area rumah.

Akila mendorong pagar, dia tersenyum ramah ke arahku.

"Maaf Bu, Sella bangun kesiangan." 

"Harusnya lima belas menit yang lalu jam les sudah di mulai." 

"Iya, semalem saya ajak Sella main."

"Ya sudah, Sella masuk ya. Menyalin nama bulan seperti di papan tulis."

Sella mengangguk lalu melewatiku yang berdiri di ambang pintu kelas. Seharusnya aku pun langsung masuk ke dalam kelas, namun melihat Akila menunggu kepulangan Sella di teras akhirnya ku sajikan segelas es teh untuk menemaninya di terik matahari yang mulai meninggi.

"Bu, saya tinggal masuk ke kelas, yah, kasian anak-anak kalau di tinggal, belum terlalu lancar menulis huruf bersambung." 

Dari dekat wajahnya benar-benar mulus cantik. Terlihat dari penampilannya aku rasa usianya tiga tahun di atas usiaku.

"Panggil Akila aja Bu."

Ucapnya dengan memancarkan aura yang tidak semua wanita miliki. Sungguh Yudha beruntung bisa mendapatkan Akila, selain cantik dia juga terlihat baik.

Ibu, bukankah aku harus tetap sopan kepada wali anak-anak lesku, begitupun dengan Akila yang pasti akan menjadi istri dari Yudha, wali Sella.

"Mari, Bu. Saya tinggal dulu."

***

"Sella pulang ya, Nek, Kek." 

Sella mencium punggung tangan ibu dan dan bapak, tidak lupa dengan pelukan hangatnya.

"Sella hati-hati di jalan." Ibu mencium pipi gembul Sella.

"Bu Yema, bulan depan Sella ulang tahun, ibu datang ya."

Sella meraih jemariku, matanya menatap penuh harap agar aku mengiyakan tawarannya untuk datang ke acara ulang tahun.

Aku baru ingat jika bulan depan sudah masuk semester tujuh itu tandanya sebentar lagi akan melaksanakan KKN juga Skripsi. Minggu depan pun sudah harus menerima dosen pembimbing.

"Ibu masih sibuk sayang." 

Aku menyejajari tinggi tubuh Sella terlihat raut wajah manisnya memudar menjadi sedih.

"Sella udah mau lima tahun, Sella mau Ibu Yema, Nenek, Kakek dateng di acara ulang tahun Sella."

"Datang ya Bu, nanti biar Mas Yudha yang jemput." 

Aku menatap Akila, gadis itu bisa-bisanya meminta calon suami untuk menjemput gadis lain, apa tidak ada rasa cemburu?

"Ibu usahain, yah."

"Nenek sama Kakek pasti dateng." 

Suara ibu membuat Sella tersenyum dia beralih pada pelukan sang Nenek.

"Datang ya, Nek, Kek." Rajuknya.

"Kalau begitu kami pulang dulu, sudah di jemput taxi online.

***

Buku-Buku kuliah ku rapikan, materi dalam setiap semester baru ku buka kembali, rasanya banyak yang sudah lupa setelah sibuk depan mata pelajaran semester ini.

Aku sudah harus mencari perusahaan untuk tugas KKN yang pasti akan lebih menyita waktu untuk jam les anak-anak, karena jika masuk perusahaan Industri otomastis harus mengikuti jam operasional perusahaan.

Apa ku liburkan saja anak-anak les sampai hari Sidang tiba, tapi mana ada pemasukan untuk menyicil pembayaran wisuda. 

Aku merebahkan tubuh di atas kasur, memikirikan jalan keluar untuk masalah ini. Sampai akhirnya dentingan suara gawai membuatku terlonjak membuka pesan masuk.

[Bu, Yema nangis lagi, nih.]

Ya ampun dokter Yudha, apa hubungannya Sella nangis dengan aku? Mau minta kelon sama ibu dan bapak lagi? Bukankah sudah ada Akila, bisakan dia menenangkan gadis kecil seperti Sella, buktinya kemarin Sella bahagia sekali di anatar sampai di tungguin pulang les.

[Kenapa lagi, pak?]

Jika saja dia bukan wali anak lesku mungkin aku akan membalas pesannya 'tenangin, lah!' atau 'apa hubungannya sama gue?' 

Aku masih harus tetap menjaga pribadiku kepada wali anak murid, bukankah itu sudah tanggung jawabku menjadi pengajar anak-anaknya.

[Sella gak mau ngerayain ulang tahun kalau Bu Yema gak dateng.]

[Ya ampun, masalah itu. Saya sudah mulai sibuk KKN dan harus nyari materi buat Skripsi.]

[Acara ulang tahun, kan, gak sampe dua jam Bu.]

[Saya belum nyari tempat buat KKN, jadi masih harus ekstra kesana kesini, pak.]

[Besok sore saja jemput, biar saya masukin di perusahaan teman saya, tapi janji bulan depan dateng ke acara ultah Sella, Bu. Saya gak suka Sella nangis.]

Seperti ada sinar terang mengitari kepalaku, tidak perlu sudah payah mencari tempat KKN sudah dapat rekomendasi dari Yudha. Beruntung juga memiliki wali anak murid yang memiliki banyak teman pengusaha, bisa membantuku menyelesaikan masalah.

[Ok. Perusahaan apa?]

[Perusahaan Elektronik.]

***

Mading kampus yang terletak di koridor utama di padati mahasiswa, aku yang baru datang ikut bergabung mencari informasi apa saja yang sudah terpampang di dalam kaca berukuran besar itu.

Rupanya informasi bahwa dua hari lagi Mahasiswa semester tujuh sudah harus memberikan tanda bukti perusahaan untuk melaksanakan KKN.

Banyak Mahasiswa yang sibuk berlarian meminta informasi kepada teman-temannya untuk ikut bergabung melaksanakan KKN. Mungkin aku menjadi salah satu mahasiswa yang beruntung, tidak perlu susah payah kesana kemari mencari perusahaan yang dapat menerima mahasiswa magang, kan.

Begitupun Edo dan Rasti, sepasang kekasih itu sudah pasti akan magang di tempat percetakan milik Ayah Edo, sebenarnya bisa saja aku masuk dengan cuma-cuma secara kami bersahabat, hanya saja ada rasa tidak enak, entah di bagian mananya.

Setelah menerima kertas berlipat berisiakan nama dosen pemibimbing satu dan dua, aku menyempatkan diri untuk makan siang di kantin, setelah itu langsung bergegas pulang dan menyiapkan keperluan apa saja yang harus ku bawa untuk magang di perusahaan teman Yudha.

Yudha sudah menjemput, setelah pamit kepada ibu dan bapak, kami langsung meninggalakan rumah.

Jika dulu pernah satu mobil bersama Yudha biasa saja , sekarang ada rasa tak nyaman duduk di samping lelaki berambut klimis itu mengingat Yudha sudah memiliki kekasih, apa kata Akila jika tahu pacarnya malah mengantarkan gadis lain untuk kepentingan pribadi.

"Berkas kuliah untuk magang di bawa, kan?" 

"Bawa, pak."

"Saya sudah mengabari Aditia, katanya harus ada bukti dari kampus."

Adita, mungkin bliau pemilik perusahaan yang nantinya akan menampung pekerjaanku untuk memenuhi laporan skripsi.

"Mbak Akila kenapa gak ikut?" 

Hati-Hati sekali aku menanyakannya, berharap tidak ada pertengkaran yang membuat mereka saling berjaga jarak nantinya.

"Kan, nganter Sella sekolah."

"Mba Akila gak apa-apa bapak nganter saya?"

"Akila bukan tipikal cewek yang cemburuan, yang penting saya jujur mau nganter kamu."

"Maaf jadi ngerepotin pak Yudha."

"Sedikit, harusnya ada jadwal pasien khusus, tapi karena sudah janji nganter kamu ya, mundur sedikit."

Satpam pabrik membukakan gerbang, kaca pintu Yudha turunkan, dia mengatakan bahwa sudah memiliki janji dengan Aditia sang pemilik perusahaan.

Sambil menunggu mobil terparkir, lelaki berseragam navy itu meninggalkan kami dan berlalu masuk ke dalam satu pintu utama yang bertuliskan 'Area Staf' yang aku yakin ada ruangan Aditia di dalam sana.

Aku dan Yudha turun dari mobil kami jalan birsisian sampai pintu utama kembali terbuka, sosok lelaki bertubuh tinggi tegap menggunakan kemeja biru muda beridir di ambang pintu.

Yudha memberikan pelukan hangat di sambut lelaki yang aku yakin dialah Adita.

"Wih, ini orang nya?" 

"Iya, namanya Yema."

"Pinter lu milih cewek."

"Sembarangan lu Dit. Guru les keponakan gue."

Aditia mempersilahkan kami masuk dan duduk di ruangannya yang tidak terlalu besar namun terlihat sangat nyaman.

"Kata lu Akila udah pulang dari Singapur, kenapa gak sekalian di bawa."

"Akila nganter Sella."

"Next lah gue mampir ke rumah lu."

Rupanya mereka sangat akrab. Yudha bercerita bahwa Adit adalah musuh semasa sekolah, karena suka berkejar-kejaran untuk meraih peringkat utama di kelas. Itu sih bukan musuh, tapi penyemangat agar belajernya lebih giat.

Aku memberikan berkas KKN kepada Aditia, lelaki dengan alis tebal itu menandatangani dan menyimpan berkas di dalam laci, katanya agar lebih mudah mencatat kehadiran masukku di perusahaan ini.

"Kalau kerjanya ok bisa dapat bonus juga." Terang Aditia.

"Mohon bimbingannya, pak." 

"Panggil Kak Adit aja, supaya lebih akrab. Nikung, gak apa-apa, kan?"

"Eh, kurang ajar lu Dit. Guru les Sella nih, kalo temen om nya begini, gimana nilai Sella di kelas dia."

Tawa renyah kian menguar memenuhi isi ruangan ini, sedang aku kikuk merasa tidak enak berada di antara kedua lelaki berkelas ini. Sesekali ikut menimpali obrolannya, sesekali memaksa senyum agar terlihat santai. 

Ketukan pintu ruangan Aditia membuyarkan tawa kami, Adita membuka pintu dan datanglah sosok lelaki dengan pakain casualnya. 

"Yema."

"Adrian." 

Padangan mata kami bersitatap, aku memutus kontak itu lebih dulu dan kembali mengarahkan diri pada meja kerja milik Aditia.

Adrian. Apa dia juga akan magang di perusahaan ini? Ya ampun, dunia sangat sempit, kenapa harus bertemu lagi dengan lelaki yang membuat hubungan kami tidak pernah bisa seperti orang lain. 

"Magang di sini, Ma?" 

Adrian berdiri di sisi Aditia yang sudah duduk di kursinya. 

"Saling kenal nih ceritanya?" 

"Iya ka Adit, Yema teman kuliahku yang sering aku ceritain."

Ya Ampun! Cerita apa dia ke Adit, tentang perasannya yang tak kunjung terima? 

"Syukurlah kalian bisa satu perusahaan. Bisa saling bantu, kan." 

"Dit, kita pamit nih, gue masih ada pasien." 

Yudha beranjak dari kursi di ikuti aku yang binging di tatap intens oleh Adrian, lelaki itu terus saja tersenyum seolah bersyukur bisa dengan mudah mendekatiku di perusahaan ini.

"Oke."

Aku mengikuti langkah Yudha, lelaki itu mengatakan bahwa Adrian adalah adik dari Aditia, dia juga akan magang di perusahaan sang kakak. Nah, kan, bener aku pasti di pepet-pepet nih meski waktu jam kerja masih sibuk.

Ampun! Kenapa harus Adrian sih, kenapa tidak orang lain saja. Yudha jadi bertanya kenapa bisa kenal Adrian, aku hanya menjawab bahwa lelaki itu adalah teman kuliah ku yang berbeda jurusan.

Komentar

Login untuk melihat komentar!