Kedatangan Polisi
MELABRAK SUAMI DI PESTA ULANG TAHUN ANAKNYA
Episode_4
Kedatangan Polisi

Sementara itu, Martin masih berdiri mematung dengan berbagai pertanyaan, begitu juga dengan ibunya. Untuk apa Lilis menyuruh mang Ujang mengantarkan koper miliknya. Apa mungkin Lilis mengusir dirinya dari rumah itu, karena rumah yang mereka tinggali, atas nama istrinya. 

***

"Martin, Lilis benar-benar sudah keterlaluan. Bisa-bisanya dia ngusir kamu dengan cara seperti ini, tidak ada sopan santunnya sama suami," ungkap Nani. Wanita setengah abad itu cukup kesal dengan apa yang menantunya itu lakukan. 

"Loh, Mas. Kok nggak jadi pergi." Vina yang tiba-tiba muncul cukup terkejut saat melihat suaminya masih berada di rumah. Sementara itu, Martin yang mendengar suara sang istri, seketika menoleh. 

"Loh, itu koper milik siapa, Mas." Vina berjalan mendekati suaminya.

"Lilis yang menyuruh, mang Ujang untuk nganterin koper itu ke sini, koper milik Martin." Nani menjelaskan, seketika mata Vina melotot mendengar hal tersebut. Lilis memang tidak bisa dianggap remeh, walaupun terlihat lemah, tetapi selalu bergerak dengan cepat. 

"Lilis memang tidak bisa dibiarkan, Ma. Wanita itu harus kita singkirkan secepatnya," ujar Vina. Ia dan ibu mertuanya sudah sangat kompak untuk menyingkirkan Lilis. 

"Ya sudah, aku pergi sekarang. Tolong kamu bawa masuk koper yang ini." Martin memutuskan untuk tetap pulang ke Jakarta. Martin butuh penjelasan dari istrinya itu, kenapa tiba-tiba mang Ujang datang dan membawa koper miliknya. 

Setelah Martin pergi, Vina dan Nani beranjak masuk ke dalam. Terlihat jika Diva sudah siap untuk berangkat ke sekolah, setelah itu Vina akan bersiap untuk mengantarkan putrinya ke sekolah terlebih dahulu. Sementara Nani memutuskan untuk tetap berdiam diri di rumah. 

Sementara itu, dalam perjalanan Martin tidak bisa tenang. Ia khawatir jika omongan Lilis menjadi kenyataan, yaitu mereka bercerai, lalu semua fasilitas Lilis ambil kembali. Jika itu terjadi maka Martin harus siap kehilangan semua kemewahan yang selama ini ia rasakan. 

"Ini tidak boleh terjadi, aku dan Lilis tidak boleh bercerai." Martin membatin. Setelah itu ia mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor Lilis. Berharap nomor istrinya itu sudah bisa dihubungi. 

"Kenapa nggak aktif sih." Martin menggerutu, ia kembali menelpon nomor istrinya, tetapi sampai lima kali tidak ada jawaban. Hal tersebut benar-benar membuat Martin kebingungan. 

"Apa aku telpon Rina saja," gumamnya. Setelah itu Martin berusaha untuk menghubungi Rina, sahabat istrinya yang sudah Lilis anggap seperti saudara sendiri. 

"Aktif tapi nggak diangkat." Martin menghela napas, setelah itu ia memutuskan untuk fokus dalam perjalanan. Yang terpenting ia segera tiba di rumah agar bisa memberikan penjelasan pada istrinya itu. 

***

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, kini Martin sudah tiba di rumah, lelaki berkemeja putih itu melangkah menuju teras. Namun detik itu juga Martin mengernyit kening saat melihat ada beberapa orang yang berjaga di depan pintu. Mungkinkah sekarang Lilis memakai bodyguard. 

"Mudah-mudahan Lilis ada di rumah." Martin melangkah ke depan seraya membawa koper miliknya. 

"Maaf, anda cari siapa?" tanya Burhan, salah satu bodyguard yang berjaga di rumah Lilis. Ia memang sengaja menyewa bodyguard untuk berjaga-jaga. Mengingat kejadian saat berada di rumah sakit. 

"Lilis ada di dalam, saya suaminya," ucap Martin. Jujur ia cukup kesal, ingin bertemu istri sendiri saja, seperti ingin bertemu orang lain. 

"Ada apa." Lilis yang kebetulan handak pergi, seketika menghentikan langkahnya saat melihat suaminya sudah berdiri di depan pintu. 

"Lis, aku ke sini ingin menjelaskan masalah yang ada. Tolong kamu percaya sama aku kalau .... "

"Kalau aku istri kedua, dan kamu menikahiku hanya karena harta. Aku sudah muak mendengar alasan yang tidak masuk akal." Lilis memotong ucapan suaminya, seketika Martin hendak meraih tangan istrinya. Namun dengan cepat Lilis menarik tangan kanannya. 

"Lis, kamu memang istri kedua. Tapi aku melakukan ini karena terpaksa, aku hanya ingin membahagiakan Vina, karena selama ini Vina sudah cukup menderita." Martin menjelaskan, jujur hati Lilis terasa sakit saat mendengar semua itu langsung dari mulut Martin. 

Lilis menggeleng. "Kamu ingin membahagiakan Vina dengan cara mencari istri lagi. Seharusnya kamu mencari pekerjaan yang layak untuk bisa menghidupi istri dan anakmu, bukan seperti ini caranya."

"Lis tolong maafkan aku, oya bagaimana dengan kabar anak kita, apa aku boleh menemuinya." Martin hendak masuk ke dalam, tetapi dengan cepat dua bodynya itu mencegahnya. 

"Untuk apa kamu menanyakannya, bukankah kamu sendiri sudah punya anak. Sebagai hukuman untuk kamu, aku melarangmu untuk bertemu dengan anak kita." Lilis menjelaskan, detik itu juga mata Martin melotot. Lilis benar-benar melarang dirinya untuk bertemu dengan anak mereka. 

"Lis, aku mohon. Kamu tidak bisa memutuskan seperti ini, karena bagaimanapun juga aku ayahnya," ungkap Martin, ia cukup kesal dengan keputusan istrinya itu. Sementara Lilis memilih untuk acuh setelah itu ia memutuskan untuk pergi. Namun sebelum ia memberikan pengertian yang pengasuh putrinya sab bodyguard yang sedang berjaga. 

Hari telah berganti, pagi ini Vina berencana untuk pergi dengan teman-temannya. Berhubung hari minggu, Vina berencana untuk pergi ke cafe, bukan itu saja biasanya hari minggu seperti ini Vina akan menghabiskan waktunya bersama dengan temannya. 

"Kamu mau pergi ke mana?" tanya Nani saat melihat menantunya sudah siap untuk pergi. 

"Pergi ketemu temen, Ma." Vina merapikan penampilannya. 

"Sayang, mama pergi dulu ya, kamu sama nenek di rumah." Vina mencium kening putrinya. 

"Pulangnya jangan lupa bawa jajan ya, Ma. Seperti biasanya," pinta Diva, sementara Vina hanya mengangguk. Ia sudah tahu jajan apa yang putrinya itu minta. 

"Iya, Sayang. Mama pergi dulu ya." Setelah berpamitan, Vina beranjak menuju ruang tamu. Saat membuka pintu, Vina dikejutkan oleh dua orang polisi yang sudah berdiri di depan pintu. 

"Selamat pagi, apa benar ini kediaman, Ibu Vina." Polisi tersebut melontarkan pertanyaan. 

"Benar, saya sendiri. Memangnya ada apa ya, Pak?" tanya Vina yang merasa bingung akan kehadiran polisi tersebut. 

"Kami ditugaskan untuk menangkap, Ibu atas tuduhan percobaan pembunuhan. Ini surat tangkapannya." Polisi itu menyerahkan surat penangkapan tersebut. Dengan ragu Vina menerima surat tersebut, lalu membukanya. Detik itu juga mata Vina melotot setelah membaca surat tersebut. Ia tidak menyangka jika Lilis membawa masalah tersebut sampai ke pihak yang berwajib. 



_________&&&&&&&&&&_________


Jangan lupa subscribe dan bintang lima ya, untuk bisa mendapatkan notifikasi selanjutnya. Nambah 50 sub, nanti malam upload bab selanjutnya.