MELABRAK SUAMI DI PESTA ULANG TAHUN ANAKNYA
Episode_3
Tunda Istri Tersakiti
"Astagfirullah." Lilis meringis menahan sakit pada bekas luka operasinya. Detik itu juga pintu ruangan terbuka, menyadari akan hal itu Vina menoleh melihat siapa yang datang, Vina berlari keluar.
***
"Ya ampun, Lis kamu nggak apa-apa kan." Rina berlari menghampiri Lilis dan berusaha untuk membantunya bangun. Namun Lilis seketika menahan pergerakan Rina, hal tersebut membuat Rina menatap wajah sahabatnya itu.
"Kenapa." Rina melontarkan pertanyaan dengan raut wajah khawatir.
"Perut aku, Rin. Astagfirullah, ya Allah." Lilis memegangi perutnya, sontak Rina melirik ke arah perut Lilis. Detik itu juga Rina berteriak untuk memanggil dokter. Selang beberapa menit Dokter Dewa datang dengan dua orang suster. Melihat itu Dewa panik dan langsung membantu Lilis.
"Apa yang terjadi." Dewa mengangkat tubuh Lilis dan merebahkannya di atas brangkar. Setelah itu ia memeriksa perut Lilis, yang sedari tadi dipegang.
"Jahitannya ada yang lepas, sebentar ya." Dengan sigap Dewa membenarkan jahitan di perut Lilis yang lepas itu. Lilis menggigit bibir bawahnya saat merasakan sakit pada luka operasi di perutnya. Sementara itu, Rina memilih untuk menunggu di luar, beruntung bayi mungil itu tidak terbangun dari tidurnya.
Setelah cukup lama menunggu, pintu ruangan terbuka, dua suster yang membantu Dokter Dewa kini sudah keluar. Melihat itu Rina buru-buru masuk, terlihat jika Lilis tengah berbaring, sesekali dia meringis menahan sakit. Sementara itu Dokter Dewa sedang berdiri tak jauh dari brangkar.
"Gimana kondisinya." Rina berjalan menghampiri Lilis dan duduk di kursi yang berada di sebelah brangkar.
"Enggak apa-apa kok, tadi ada beberapa jahitan yang lepas, lalu perut yang tertekan. Itu yang menyebabkan rasa sakit, perbanyak istirahat biar cepat pulih," sahut Dokter Dewa.
"Ya sudah aku keluar dulu ya, oya Rin kalau kamu mau keluar lebih baik panggil suster untuk nemenin Lilis," ujar Dokter Dewa.
"Iya." Rina mengangguk. Setelah itu Dokter Dewa beranjak keluar dari ruang rawat Lilis.
"Maaf ya, Lis. Harusnya tadi aku panggil suster untuk nemenin kamu." Rina mengusap punggung tangan Lilis. Ia merasa bersalah akan kejadian ini.
"Enggak apa-apa kok, kamu nggak salah," sahut Lilis. Jujur ia khawatir jika nanti Vina datang lagi.
"Vina benar-benar sudah keterlaluan, bisa-bisanya dia datang ke sini dan mendesak kamu," ungkap Rina. Ia benar-benar kesal dan geram dengan kelakuan Vina.
"Rin, kapan aku boleh pulang. Aku ingin secepatnya mengurus perceraianku dengan mas Martin," ujar Lilis, rasanya ia sudah tidak tahan lagi ingin segera mengembalikan Martin pada tempat asalnya.
"Kamu sabar dulu ya, lebih baik sekarang kamu fokus untuk kesehatanmu dulu," sahut Rina. Mendengar itu Lilis hanya menghela napas.
"Makasih ya, Rin. Aku nggak tahu harus bagaimana kalau tidak ada kamu," ucap Lilis. Rina memang segalanya, bukan hanya sekedar sahabat tapi sudah seperti saudara.
"Sama-sama, ya sudah sekarang kamu istirahat ya. Oya, mau minum nggak." Rina menawarkan. Sementara Lilis hanya mengangguk. Setelah itu Rina mengambil segelas air minum, lalu membantu Lilis untuk meminumnya.
Setelah itu, Lilis memilih untuk istirahat, benar apa kata Rina. Lebih baik fokus untuk memulihkan kesehatannya, setelah itu Lilis baru akan membalas perbuatan suami dan keluarganya.
***
Seminggu telah berlalu, kini Lilis sudah pulang ke rumahnya, bahkan kini kondisinya sudah mulai membaik. Selama di rumah sakit, Martin sama sekali tidak menengok istri dan juga anaknya. Entah apa yang sedang Martin lakukan, itu sebabnya saat Lilis pulang, ia sama sekali tidak memberitahu suaminya.
"Gimana, Rin?" tanya Lilis, ketika melihat Rina kembali. Ia memang menyuruh Rina menghubungi pengacara, untuk mengurus perceraiannya dengan Martin.
"Kamu tidak perlu khawatir, semua beres." Rina menjatuhkan bobotnya di sebelah sahabatnya itu, saat ini Lilis sedang sibuk menyusui putrinya yang ia beri nama Azura Prameswari Wijaya.
"Martin ada hubungin kamu nggak, soalnya kita pulang juga udah cukup lama?" tanya Rina.
"Enggak, kemarin inbok, tapi nggak aku balas. Biarin lah, biar dia bahagia sama istrinya," jawab Lilis. Ia tidak menyangka jika dirinya dijadikan istri kedua, hanya demi harta.
Rina mengangguk. "Sekarang kamu fokus aja sama Azura.
" Oya, tante Meli udah tahu kalau kamu lahiran. Terus tahu nggak masalah kamu dengan Martin." Rina kembali melontarkan pertanyaan, dan pertanyaan tersebut mampu membuat Lilis menoleh.
"Sudah dua bulan lebih komunikasi aku sama, mama kurang baik. Mama pernah meminta agar anaknya yang sekarang ikut tinggal di rumah ini, dengan alasan akan kuliah di Jakarat. Tapi aku menolak, dan gara-gara itu mama udah lama nggak hubungin aku." Lilis menjelaskan. Meli merupakan ibu kandungnya yang kini telah menikah lagi. Sementara ayah Lilis tidak tahu di mana dan kabarnya sekarang.
Rina menghela napas, memang begitu berat ujian hidup Lilis. "Kamu yang sabar ya, aku yakin kamu bisa melewati semua ini."
"Terima kasih ya." Lilis mengangguk. Setelah itu ia bangkit lalu merebahkan tubuh putrinya di ranjang khusus bayi.
"Ya udah, Lis. Aku pulang duluan ya, besok aku ke sini lagi kok," pamitnya.
"Iya, sekali lagi makasih ya. Hati-hati di jalan," sahut Lilis. Setelah itu Rina beranjak keluar, sementara Lilis mengambil ponselnya untuk menelpon seseorang.
Di lain tempat, saat ini Martin sedang bersiap untuk pulang ke Jakarta. Ia baru saja mendengar kabar jika Lilis sudah kembali ke Jakarta, selama ini Martin terlalu sibuk dengan putrinya yang melarang dirinya untuk menemui Lilis.
"Tapi, Papa janji di Jakarta hanya dua hari, setelah itu pulang ke sini lagi," ujar Diva. Susah payah Martin membujuk putrinya untuk mengizinkan ia pulang ke Jakarta.
"Iya, papa di Jakarta nggak lama kok." Martin mengusap kepala putrinya, tak lupa ia juga mencium kening putrinya itu.
"Ya sudah, papa pergi dulu ya. Di rumah jangan nakal." Martin mengacak rambut panjang putrinya, setelah itu ia melangkah menuju ruang tamu. Namun langkahnya terhenti saat melihat ibunya membuka pintu dan di sana terlihat seperti mang Ujang berdiri di depan pintu.
"Ada apa, Mang." Martin berjalan menghampiri ibunya, seketika Nani, ibunda Martin menoleh.
"Selamat pagi, Tuan. Maaf saya menganggu saya hanya menjalankan tugas untuk mengantar koper ini," ucap mang Ujang.
"Koper siapa, Mang?" tanya Martin.
"Koper milik, Tuan. Nyonya Lilis yang menyuruhnya, kalau begitu saya permisi." Setelah mengatakan itu, mang Ujang bergegas pergi dari hadapan Martin.
Sementara itu, Martin masih berdiri mematung dengan berbagai pertanyaan, begitu juga dengan ibunya. Untuk apa Lilis menyuruh mang Ujang mengantarkan koper miliknya. Apa mungkin Lilis mengusir dirinya dari rumah itu, karena rumah yang mereka tinggali, atas nama istrinya.
_________&&&&&&&&&&_________
Jangan lupa subscribe dan bintang lima ya, untuk bisa mendapatkan notifikasi selanjutnya.
100 subscribe malam ini, besok double up.