Positif Hamil
Berpikir sejenak, menerima tawaran Dokter untuk tes urine atau tidak. Karena aku belum siap menerima kenyataan kalau sampai aku hamil anak dari pecundang, Mas Riza.

"Bagaimana Bu? Mau tes urine? Oh iya, haid terakhir tanggal berapa?" tanya Dokter kembali.

"Saya haid tidak teratur Dok, jadi lupa tanggal nya. Yang saya ingat setelah haid, saya pernah melakukan hubungan intim dengan suami saya. Terakhir berhubungan badan sekitar dua bulan setengah yang lalu Dok." terangku. Dan Dokterpun tersenyum.

"Bu, justru itu masa-masa subur!" Deg.... Seketika itu aku menarik nafasku dalam-dalam, aku benar-benar tidak siap dengan semua ini. Mengandung dalam keadaan sendiri!

Rasanya sangat berat jika harus hamil saat ini, mengandung tanpa seorang suami yang mendampingi. Wanita yang telah merebut Suamiku justru enak-enakan bisa melanjutkan hidupnya dengan kewarasan. Ia bisa mendidik Lolita dengan orang tua lengkap. Lantas nanti anakku jika aku positif hamil bagaimana? Ia pasti akan tumbuh menjadi anak yang broken home. Tanpa didikan orang tua laki-laki.

"Baik Dok, kalau begitu saya mau tes urine dulu!" ujarku menyetujui.

"Silahkan Ibu ke toilet, lalu taruh wadah ini ya!" Dokter cantik memberikan wadahnya padaku.

Semoga tidak ada garis dua di benda pipih yang sudah Dokter siapkan. Memang aku sangat merindukan buah hati dalam pelukkan. Tapi, itu sebelum tahu bahwa Mas Riza telah menyakitiku.

"Ini Dok," aku memberikan urine dalam wadah, Dokter sudah memakai sarung tangan untuk menyelupkan benda pipih itu ke dalam wadah yang berisikan urine. Tidak butuh waktu lama hanya beberapa detik untuk meyakinkan garisnya benar-benar akurat.

"Bu, selamat ya! Ibu positif hamil." Dokter memberikan kabar yang menurutku sangat buruk sekali. Naisha yang berada disampingkupun melongo, ia ikut tercengang melihat garis dua dibenda pipih yang Dokter pegang. Aku menghela nafas, menutup seluruh wajahku dengan kedua tangan. Lalu teriak dan beristighfar.

"Aghhh, astaghfirullah! Dok, bukankah haid yang tidak teratur menyebabkan kesulitan untuk hamil? Karena sudah tiga tahun saya menunggu, tapi tidak kunjung hamil. Sekarang malah....." ucapku terpotong.

"Apa Ibu pernah promil sebelumnya?" tanya Dokter detail.

"Iya, Dok. Saya promil sesuai yang Dokter langganan saya anjurkan! Saya minum vitamin dan makan makanan sehat yang disarankan Dokter kandungan saya." 

"Nah, berati promill berhasil!" ujar Dokter.

"Tapi, dua bulan terakhir yang lalu sudah tidak promil lagi, saya sibuk mengurus proses perceraian saya dengan suami!" ujarku kini menangis. Mengingat selama dua bulan sedang kumpulkan bukti untuk menggugat cerai Mas Riza.

"Mungkin ini cara Tuhan untuk menyatukan kalian kembali, Ibu diberikan kabar bahagia ini saat perceraian Ibu tengah berlangsung!" Dokter tidak mengetahui apa yang suamiku perbuat Dok, kalau saja Dokter tahu, pasti ikut menyesali kehamilan ini.

"Kalau begitu terimakasih Dok,"

"Saya buatkan resep vitamin dan penambah darah ya Bu," ujar Dokter sembari melipat kertas resep yang telah ia tulis.

Naisha membawaku keluar, menatihku berjalan keluar ruangan. Memberikan sedikit semangat untukku.

"Bu, tetap semangat ya! Janin itu harus tetap berada di rahim Ibu. Jangan sampai Ibu melakukan hal buruk karena merasa sendirian saat ini!" ucap Naisha membuatku sedikit tenang.

"Lalu aku harus apa, Naisha? Kalau kamu berada di posisi seperti Ibu, apa yang kamu lakukan?" tanyaku terpanah pada Naisha yang belum pernah merasakan asam manis rumah tangga.

"Untuk saat ini, yang aku lakukan pasti tetap bahagia dengan kehadiran calon bayi! Untuk apa yang aku lakukan, itu kembali lagi ke hati. Bagaimana hati Ibu?" Naisha membuatku malah terkecoh. Mungkin aku harus bercerita pada yang lebih berpengalaman. Aku harus curhat pada Mama, yang sudah jarang menghubungiku setelah menikah dengan suami barunya.

"Sudahlah Naisha, jangan menanyakan soal hati, lebih baik antar aku pulang ya! Sepertinya butuh istirahat dulu. Berpikir kedepannya nanti saja setelah sakit kepalaku ini sembuh!" 

"Iya Bu, Naisha antar Ibu pulang."

Di perjalanan, teringat Pak Jonatan. Ia bilang rumah itu masih ada yang tempati. Lebih baik menyuruh Naisha untuk mencari dokumen rumah itu. Agar Mas Riza segera angkat kaki dari rumah milikku itu. Mau aku jual untuk menambah modal perusahaan.

"Naisha, tolong kamu cari tahu dimana Suamiku menyimpan dokumen surat-surat rumah yang di jalan, Meranti 3 nomer 6!" suruhku pada sekretarisku yang baru sekaligus asisten pribadiku."

"Baik Bu, nanti Naisha cari tahu. Ibu jangan banyak pikiran dulu ya!" ungkap Naisha.

Akhirnya kami sampai ke rumah, Naisha mengantarku masuk. Dan setelah masuk kerumah, ternyata rumah sangat berantakan sekali. Ada apa ini? Siapa yang memporak-porandakan isi rumahku ini. Aku panggil asisten rumah tangga yang ternyata sudah pingsan di dapur 

"Mbok Ijah, Mbok kenapa? Ini rumah juga berantakan ada apa?" Naisha membantu Mbok Ijah bangkit. Lalu memberikan segelas air putih agar Mbok Ijah segera mengingat kejadian di rumah ini.

_______

Bersambung
Lanjut? Kalau banyak yang baca gaskeun!





Komentar

Login untuk melihat komentar!