Ternyata Tersangkanya
Tidak ada yang tahu siapa yang berbuat jahat pada diri kita, karena ada segelintir orang yang baik di depan tapi buruk di belakang. 

"Mbok, aku mau ke kantor polisi, ayo ikut!" ajakku pada Mbok Ijah. Karena Mbok salah satu korban dan saksi, jadi aku harus membawanya. Mbok Ijah beberes dapur dulu, setelah itu ikut bersamaku.

"Non, kok Mas Riza tidak pernah kelihatan di rumah?" tanya Mbok Ijah saat aku masih menyetir. Pertanyaan Mbok membuatku mengeluarkan keringat. Malas juga membahas laki-laki itu.

"Mbok, maaf nanti saja ceritanya. Sekarang aku lagi nyupir!" sahutku mengalihkan pembicaraan. Tiba-tiba ponselku berbunyi, Naisha yang menghubungi.

"Ya, hallo. Naisha sudah ada bukti penggelapan di kantor? Kalau sudah tolong bawa ke kantor polisi ya!" ujarku mendahului Naisha.

"Baik Bu, ini juga aku sudah dapat dokumen rumah Ibu. Aku menyuruh asisten rumah tangganya Pak Riza untuk ambil." Wah Naisha gerak cepat sekali.

"Bagus Naisha, bulan ini kamu dapat bonus ya! Kalau gitu terimakasih, sudah dulu saya sedang mengendarai mobil!" Aku mematikan sambungan teleponnya.

Mbok Ijah terlihat memperhatikanku, sepertinya ia bertambah penasaran. Apalagi Naisha nyebut nama Mas Riza.

"Kenapa Mbok lihat-lihat?" tanyaku meliriknya.

"Non, sebenarnya ada apa sih? Non lagi hamil tapi Mbok Ijah tidak lihat Mas Riza sama sekali semenjak Mbok pergi." Mbok Ijah sudah mencium bau-bau kehancuran rumah tanggaku.

"Nanti aku ceritakan kalau masalah teror sudah selesai ya Mbok," ujarku membelokkan setir ke parkiran, karena sudah sampai.

🍀

"Pagi menjelang siang Pak Jordan," salamku pada laki-laki berseragam coklat.

"Pagi Bu, silahkan duduk!" sahut Pak Jordan.

"Jadi bagaimana Pak? Siapa pelakunya?" tanyaku tidak ada basa basinya. Karena ingin tahu siapa wajah dibalik ini semua? Apa ada sangkut pautnya dengan Mas Riza?

"Sedang di panggil Bu, tunggu sebentar!" ujar Pak Jordan. Akhirnya sembari menunggu tersangka, aku membicarakan soal kasus penggelapan yang akan aku laporkan setelah ini.

"Pak, saya ingin melaporkan tentang penggelapan uang di perusahaan saya. Bukti-bukti sudah dibawa oleh orang kepercayaan saya, nanti ia akan bawa kesini." Aku memulai percakapan tentan penggelapan uang di kantor yang dilakukan Mas Riza. Biarkan saja Windy nanti menangis meraung-raung saat tahu kasus ini. Enak saja Mas Riza memakai uang perusahaan untuk selingkuhannya. 

"Baik Bu, ditunggu bukti-buktinya!" sahut Pak Jordan berparas manis itu.

"Lapor Pak, ini dia tersangkanya!" ucap salah satu anak buah dari Pak Jordan.

"Astaghfirullah, tole! Kamu yang melakukan ini semua? Ya Allah untuk apa?" ucap Mbok Ijah histeris. Mbok Ijah melangkah kearah Sofyan yang tidak lain adalah putra dari Mbok Ijah. Aku pun tercengang melihat ini semua! Kenapa anak ini tega memukul Ibunya sendiri, hanya demi emas dalam laci.

"Mbok, Mbok Ijah tenang ya!" ucapku menepuk pundak Mbok Ijah yang mulai rapuh, lalu Mbok Ijah perlahan lunglai, dan terjatuh. Mbok Ijah pingsan, setelah tahu bahwa pelakunya adalah putranya sendiri.

Mbok Ijah dibawa ke ruangan ber AC, agar bisa segera sadarkan diri. Para petugas polisi membantunya. Dan aku tetap bersama Sofyan juga Pak Jordan.

"Jadi, bagaimana Sofyan bisa tertangkap Pak?" tanyaku pada Pak Jordan. Dan Sofyan hanya tertunduk.

"Jadi pagi tadi ada seorang ojek online yang melaporkan perbuatan anak ini, dan langsung kami ringkus di rumah salah satu temannya. Ia sedang bersembunyi disana. Dan setelah ditangkap ia pun mengakuinya!" jelas Pak Jordan.

"Sofyan, kamu kenapa berbuat hal ini? Bukankah Ibumu orang baik?" tanyaku penasaran. Kalau memang Sofyan butuh uang kenapa Mbok Ijah tidak bicara padaku? Aku sangat merasa bersalah kalau memang Sofyan nekat seperti ini hanya karena untuk bayar uang sekolah. Aku bergumam dalam hati.

"Saya.... Maafkan saya Bu, ini terpaksa saya lakukan!" sahut bocah sekolah masih duduk di bangku SMA.

"Iya, terpaksa kenapa? Apa Mbok Ijah tidak mencukupi kebutuhanmu?" tanyaku detail.

"Mbok kasih uang untuk bayar SPP, tapi uangnya aku pakai untuk jajan bersama teman-teman kalau kumpul Bu! Maafkan saya, saya janji tidak akan berbuat seperti ini lagi!" ungkap bocah itu.

"Lalu kenapa kamu menerorku?" tanyaku lagi.

"Itu aku ngecek apa ada orang di rumah, kalau tidak ada orang mau beraksi lagi bersama teman. Tapi ternyata ada Ibu di rumah, juga ada Mbok disana!" ucap Sofyan bicara sejujurnya. Ia menangis memohon padaku untuk mencabut laporan. Dan berjanji tidak akan melakukan hal ini lagi. Sepertinya ia terpengaruh temannya. 

Mbok Ijah sudah sadar, lalu menghampiri aku. Mbok Ijah tersungkur sujud di kakiku. Astaga Mbok, membuatku terenyuh. Seorang Ibu takkan bisa melihat anaknya masuk sel tahanan. Dan aku dibuatnya menangis. Pedih sekali mata ini melihat pemandangan ini!

"Non, Mbok mohon cabut laporan Non, soal emas yang dicurinya, bisa potong gaji Mbok!" ungkap Mbok sedih. Aku terdiam memikirkan ini semua.

"Jadi bagaimana Bu?" tanya Pak Jordan.

"Sepertinya saya cabut laporannya. Dan kamu Sofyan, Ibu harap jangan berbuat nekad lagi. Kasihan Mbok mu!" ungkapku sembari membangunkan Mbok Ijah yang sedari tadi sujud di hadapanku.

"Terimakasih banyak Non, kamu Sofyan jangan lakukan ini pada Mbok ya! Kita orang susah, tidak usah ikutan teman-teman yang berfoya-foya!" ucap Mbok mengingatkan anaknya.

Suasana menjadi haru, lalu Naisha pun datang membawa bukti-bukti yang aku pinta.

"Pagi Bu, ini bukti-bukti penggelapan uang di kantor! Semua lengkap disini," ucap Naisha yang baru saja datang mencairkan suasana yang haru biru. Lalu Pak Jordan mengecek bukti-bukti dan segera membuat surat panggilan kepada Mas Riza.

_________

Bersambung

Semoga masih pada nungguin ya. Nanti akan ada give away untuk cerita yang ini. Insyaallah akhir bulan ini ya.


Komentar

Login untuk melihat komentar!