6
Dirga bersidekap memandangi gadis itu dari atas sampai bawah. Satu jam dia menunggui gadis itu dandan, sampai jadwal keberangkatannya mundur tak seperti biasa. Tapi lihatlah, tak ada perubahan yang berarti. Alis tebal, kulit wajah yang tak mulus dengan blush on ketebalan, tompel besar di pipinya, juga jangan lupakan lipstik  merah menyala. Sungguh, tampilan yang tidak sesuai dengan sifat galak gadis ini. Ah, menurutnya, lebih baik gadis ini tak usah berdandan saja. Lebih mengerikan seperti ini. Tapi anehnya, dia nyaman dengan gadis ini daripada gadis-gadis relasinya yang kadang bersikap centil dan genit.

"Kenapa lihat-lihat? Mau gue colok mata lo," gertak Dara melotot.
"Segitu lamanya dandan cuma begini hasilnya?" ucapnya lirih tapi cukup membuat darah Dara mendidih.

"Apa kata lo?" umpatnya, matanya makin membulat lebar. 

"Dasar ya, cowok gak ada hati. Hargai dong usaha cewek yang udah dandan cantik gini. Dasar semua cowok sama aja. Cuma fisik yang dilihat."

Sebelah sudut bibir Dirga tertarik, membentuk senyum remeh. Menggelengkan kepala dengan tingkah gadis ini. Dia memutar badannya, melangkah meninggalkan Dara yang masih mengomel.

"Aish! Kampret memang dia. Tungguin! Ribet nih!" Dia mengangkat gaun panjangnya dan setengah berlari mengejar langkah lebar Dirga. 

Dan yang lebih menyebalkan, cowok itu tak membukakan pintu untuknya. Terpaksa deh dia sendiri yang membukanya. Mulutnya masih mengomel panjang lebar, sementara Dirga tak menanggapinya. Melajukan mobilnya.

---------

"Astaga, jadi benar dia istrinya pak Dirga?"
"Ih, masak sih. Halah! Paling kalau gak pake pelet ya jebak pak Dirga tuh."
"Dasar wanita jelek. Perayu."

Dara mendengarnya. Mereka sepertinya sengaja mengucapkan kata-kata itu dengan sengaja dikeraskan. Sementara Dirga sudah di depannya beberapa langkah, sama sekali tak menanggapi ucapan karyawannya. Gak ada niatan membela istrinya kah? Menyebalkan pria itu. Dia yang mengajak dirinya, dia juga yang meninggalkannya. Sama sekali gak ada romantis-romantisnya.

Tak ada waktu untuk mengurusi mulut lemas karyawan Dirga. Setengah berlari Dara mengejar Dirga yang lebih dulu masuk lift. Menahan pintunya, lalu dia masuk. Berdiri sejajar dengan pria itu.

"Bisa gak sih jalannya pelan. Perasaan dari pagi bikin kesel mulu." Dirga hanya menoleh datar. Lift bergerak naik. Tak ada percakapan diantara keduanya. Tapi diam-diam Dara tersenyum tipis. Entah apa yang dia pikirkan.

Klik!

Pintu terbuka, cepat-cepat Dara mengalungkan tangannya di lengan Dirga. Pria itu menatapnya tajam, tapi dia tidak peduli. Menariknya untuk keluar dari lift. Berjalan dengan gaya pamer. Tersenyum menyebalkan pada setiap karyawan yang mereka lewati. Tentu saja mereka cengo. Bagaikan handsome and the beast versi dunia nyata.

Barulah setelah masuk ke ruangan, Dirga melepas kasar tangan Dara dari lengannya.

"Apa-apaan sih kamu," sentaknya. Dara tertawa kecil. Bergerak mendekati Dirga. Menarik dasi pria itu. 

"Suamiku ini gak bisa pake dasi ya? Aduh, masak mencong begini sih." Dirga menatap tak percaya pada gadis yang kini membenarkan dasinya. Sebenarnya tak ada masalah pada dasinya, apa rencana gadis ini.

Srat! Dirga reflek meringis. Dasinya ditarik paksa Dara, membuatnya sontak tertunduk. Wajah mereka berdekatan sekarang, hanya berjarak beberapa senti.  Tangan gadis itu mengelus pipinya.

"Kenapa? Bukannya kita ini suami istri, hm? Bukankah harusnya kita bersikap mesra? Masak gandengan tangan aja kamu marah. Ututu... bagaimana sih suamiku yang tampan ini."
Wajah Dirga memerah, bukan karena tersipu, tapi kemarahannya sedang memuncak.

"Bukannya kamu yang bilang kemarin? Hm? Menemanimu kerja kan? Ini yang kamu mau, suamiku?" tekannya pada kata suami. Tangan kirinya masih memegang kuat dasi Dirga. Dara tersenyum remeh melihat ekspresi kaget Dirga. Tapi dia salah. Lelaki tetaplah lelaki. Kekuatan fisiknya tak sebanding, apalagi dirinya yang mungil. Dalam sekejap, ganti posisi. Dirga melepas paksa dasinya dari genggaman Dara dan memutar gadis itu hingga mentok dinding. Mata gadis itu membulat sedikit meringis karena punggungnya menghempas dinding. Dia tak menyangka keadaan akan berubah sekejap. Kini dia yang terjepit.

"Kamu tanya kan, apa yang saya mau?"

Dirga tersenyum smirk. Baginya melihat gadis cerewet ini tertekan sangat menyenangkan. Sejenak dia menikmati wajah syok Dara. Lalu ditariknya dagu Dara hingga mata keduanya bertatapan. Dirga mendekatkan wajahnya ke arah gadis itu, memangkas jarak keduanya. Hingga deru napas terasa menerpa wajah mereka. Tersenyum tipis saat melihat tangan mungil Dara mencengkram pinggiran gaun panjangnya.

"Ingat, kita belum malam pertama sayang," bisiknya intens di telinga Dara, menyeringai kecil. Jantung Dara berdegup kencang. Matilah dia. Salah sendiri membangkitkan singa yang tertidur.

Tatapan intimidasi Dirga membuat nyalinya mendadak menciut. Pria ini lebih menyeramkan dari yang dia bayangkan. Mulut kecilnya yang biasanya mengomel, kini hanya bisa menelan salivanya kasar.

"A-apa maksud lo? Jangan macam-macam deh." Pembelaan yang mirip cicitan kecil. Netra gadis itu melirik tangan Dirga yang membelai lembut pipinya. Memainkan jemari panjang itu di pipinya. Sialan. Jantungnya berdegup kencang.

"Haha. Kenapa wajahmu pucat sayang. Tenang saja, tak ada yang akan mengganggu kita. Kita hanya BERDUA disini."
"Yah! Hentikan beruang kutub!"

Entah keberanian darimana, Dara berteriak keras. Telinga Dirga berdengung. Suara gadis itu sangat melengking, seperti speaker rusak.

"Minggir! Enak saja. Lo pikir gue sudi apa nikah sama lo." Omelannya kembali keluar. Mendorong dada Dirga menjauh darinya. Dirga tertawa kecil. Kembali ke meja kerjanya, tangannya tak luput membenarkan dasi dan kemejanya yang sedikit acak-acakan.

"Kamu pikir saya juga sudi menyentuhmu?" balasnya tak kalah sarkas. Dara mencibir. Lalu apa maksud perbuatan pria itu barusan coba? Huh! Untung saja jantungnya tak sempat melorot tadi.

"Saya hanya menggodamu tadi. Ternyata hanya sebatas itu keberanianmu," tukasnya santai. Duduk di kursi kebanggaannya, bersidekap dan menatap Dara dengan senyum remehnya.

"Huh! Bilang saja lo tertarik kan sama gue? Iyalah. Secara gue cantik," ucapnya kelewat pede. Mengibaskan rambut panjangnya kebelakang. Bergaya seperti iklan sampoo terkenal.

"Ck. Kau terlalu percaya diri, Nona. Apa perlu kuambilkan kaca?"
"Sialan. Lihat saja, gue pastiin lo bakal suka sama gue."

Dirga tergelak. Hey! Tunggu, sejak kapan beruang kutub itu tertawa selebar itu?

"Jangan mimpi. Seleraku tidak serendah itu."

Darah Dara mendidih. Tangannya mengepal. Ayolah, menyebalkan sekali pria ini.

"Yah!" teriaknya, bertepatan dengan ketukan pintu ruangan Dirga. Ah, kali ini dia harus menahan emosinya dulu. 

"Masuk!"

Raut Dirga kembali datar. Sementara Dara menarik napas panjang, menguasai emosi yang sudah mencapai ubun-ubunnya. Menghempaskan kasar pantatnya di sofa. Wanita muda tadi mengetuk pintu itu terkejut melihat keberadaan Dara.

"Apa lihat-lihat? Mau gue colok juga mata lo!" serunya kasar. Dirga langsung menatap Dara tajam. Tapi biasalah, gadis itu menjebikkan bibirnya tak peduli.

"Ada apa, Lin?"

Wanita itu tergagap gara-gara kaget dengan bentakan Dara barusan.

"I-itu pak. Klien sudah datang," jelasnya terbata. Dirga mengangguk.
"Suruh masuk saja," ujarnya.
"Tapi pak." Ucapannya terhenti dan melirik Dara takut-takut. Dirga tahu maksud Linda. Gadis itu sih cuek saja memakan snack yang dia temukan di laci.

"Tidak apa. Suruh masuk saja."
"Baik pak." 

Linda menunduk, lalu beranjak keluar. Tapi sebelumnya, dia melirik gadis jelek itu. Benarkah bossnya akan menunjukkan istri jeleknya itu pada tamunya? pikirnya. Sungguh, nekat sekaligus memalukan diri sendiir itu namanya. Cepat-cepat dia menggelengkan kepala, itu bukan urusannya. Linda menutup pintu dari luar. 

"Kau! Saya ada tamu, jangan bikin rusuh," ujar Dirga memperingati. Dara menggendikkan bahu tak peduli, asyik menikmati snacknya. Tak lama pintu diketuk lagi. Kali ini Linda datang dengan membawa tamu yang dimaksud. Seorang pria muda seumuran Dirga.

"Selamat pagi, pak Dirga."
Deg! Suara itu. 
"Ayo, silakan masuk." 

Dirga tersenyum dan menghampiri tamunya, menjabat erat seolah dengan teman lamanya. Dara terpaku di tempat. Snack yang dipegangnya jatuh tanpa sadar. Dia kenal pemuda yang baru saja masuk itu. Dia adalah Raka, mantan yang meninggalkankannya karena nikah.