Bismillah. Gimana puasanya teman2? IsnyaAllah lancar ya. Ngabuburit selesein dulu tilawahnya, trus lanjut yuk baca kisah Usman. Sebelumnya minta subscribe, love dan komennya ya.❤️
***
Dua pemuda sangar itu menghalangi jalan Siska di perjalanannya pulang dari sekolah. Salah Siska, karena ia tidak sengaja melihat kucing yang lucu. Ia mengejar kucing itu untuk membelainya, ternyata kucing itu berlari ke sebuah gang sempit yang sepi. Siska tidak sadar bahwa ia sudah mengikuti kucing itu agak jauh. Ia cepat berlari untuk keluar gang. Dan tiba-tiba ada dua pemuda yang menghalangi jalannya.
“Mau kemana, Cantik?” tanya yang bertato di tangannya.
“Main ama kita, yuk? Ga usah takut,” ajak yang berwajah seram.
Siska ketakutan. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Tidak ada orang. Siska berusaha lari, tetapi yang bertato dengan cepat menangkap tangannya.
“Tolong..tolong,” jerit Siska.
Dua pemuda lewat tak jauh dari situ dan mendengar jeritannya.
“Apa itu?” tanya Denis.
“Kok kaya suara Siska,” kata Usman.
Mereka berlari ke arah suara itu berasal. Mereka melihat Siska sedang berontak berusaha melepaskan pegangan pria sangar bertato itu.
“Man, itu kan preman pasar. Mereka sadis banget. Duh, gimana nih? Ayo kita cepat lapor Pak RT aja atau satpam,” kata Denis gemetar ketakutan.
“Ga sempat,” kata Usman berjalan mendekati kejadian.
“Waduh, bisa konyol kita nanti,” ujar Denis lagi.
“Ya udah, lo cepat panggil satpam. Gua hajar aja nih preman,” ujar Usman. Ia berlari dan berteriak.
“Woi, jangan beraninya sama perempuan!” teriak Usman.
Denis makin ketakutan, akhirnya ia mengambil langkah seribu menuju rumah Pak RT.
Dua preman itu melihat ke arah Usman.
“Bocah berani banget. Ga tahu siapa gua? Sini lo!”
Pria bertato itu melayangkan bogemnya ke arah Usman, dan ditangkis oleh Usman. Kemudian Usman balas menendang perut preman itu. Disusul tendangan juga di wajah si preman. Melihat temannya terdesak, preman yang satu lagi mendekati Usman dan berusaha meninjunya. Usman menangkap tangan musuhnya, dan memelintir tangan itu, dan melayangkan tendangan dengan dengkul ke perut lawan. Mereka berdiri menatap Usman dengan pandangan ingin membunuhnya. Siska berlari kea rah Usman, dan menariknya. Mengajaknya berlari dari situ. Kedua preman itu mengejar Usman dan Siska.
Tiba-tiba datang tiga orang satpam bersama Denis dan juga pak rt. Pak RT langsung menangkap Usman dan Siska, berusaha melindungi mereka. Dan ketiga satpam langsung menangkap para preman. Mereka meronta-ronta, tetapi para satpam lebih kuat.
“Ya Allah Gusti, kamu gapapa, Usman? Siska?” tanya Pak RT cemas.
“Gapapa, Pak. Terima kasih banyak,” ujar Usman dengan nafas turun naik.
“Pak satpam, udah diborgol kan. Kita langsung bawa ke kantor saja. Saya sudah lapor polisi,” perintah Pak RT.
Siska masih syok, mengatur nafasnya yang memburu.
“Siska, udah gapapa. Kamu tenang aja, ya. Om antar pulang ya,” ujar Pak RT. menenangkan Siska. Gadis itu mengangguk.
“Hayu, kita pulang sekarang,” ajak Pak RT.
Siska menatap Usman.
“Terima kasih, Usman,” ujar Siska.
Usman hanya tersenyum. Siskapun membalas senyum itu. Denis yang melihat mereka dibakar cemburu. Ia juga datang membawa pertolongan, kenapa Siska tidak berterima kasih padanya?
“Siska, kamu beneran gapapa?” tanya Denis.
Siska hanya mengangguk.
“Terima kasih Usman, Denis. Kalian hati-hati ya. Jangan pergi ke daerah rawan,” ujar Pak RT.
“Baik, Om,” jawab Usman dan Denis bersamaan.
“Oiya. Usman, Om tidak menyangka kamu seberani ini,” ujar Pak RT lagi menepuk bahu Usman.
Usman memang sempat belajar taekwondo waktu sd, tapi ia lebih menyukai silat. Bapak yang mengajarinya silat.
Sejak itu, perasaan Siska terhadap Usman berbeda. Perlindungan dari Usman tidak bisa dilupakan sampai Siska dewasa. Bahkan rasa bencinya karena kejadian bangkai cicak itu tak sanggup mengalahkan perasaan sukanya pada Usman.
“Siska, dari tadi ngelamun aja. Ada apa? Ceritalah,” kata Denis membuyarkan lamunan Siska.
Siska hanya menggeleng.
Denis menatap perempuan di sampingnya. Sampai kapan kau bersikap dingin padaku, Siska? Kenapa kamu selalu jual mahal? Dan kamu juga tidak pernah terbuka padaku.
“Kita buka puasa di restoran yang kamu suka yuk. Kamu pilih aja mau di mana,” ujar Denis lagi, mencoba merayu Siska.
“Mmm, boleh. Cari tempat makan yang ada supermarket aja. Aku mau belanja dulu buat anak-anak,” jawab Siska akhirnya.
“Kamu jangan cuma belanja terus buat anak-anak yatim itu aja. Kamu juga harus perhatikan diri kamu,” kata Denis. Sebenarnya ia paling malas jika harus menemani Siska menemui anak-anak yatim asuhan Siska.
Siska memilih restoran Jepang. Sebelumnya ia belanja di supermarket. Siska membeli banyak buah, makanan dan minuman. Juga kebutuhan mandi. Ketika Denis hendak membayar, Siska menolak.
“Mereka kan anak asuhku. Biar aku saja yang bayar,” ujar Siska.
“Terserahlah,” ujar Denis.
Mobil meluncur ke sebuah panti asuhan di pinggir Jakarta.
“Mau ikut masuk, ga?” tanya Siska basa-basi. Ia tahu Denis pasti malas masuk dan berbasa-basi dengan anak-anak.
“Aku ngantuk dan capek. Aku tunggu di mobil aja,” jawab Denis.
Denis memandangi Siska yang masuk ke dalam panti.
Ia menghela nafas kasar. Apa sih masalah si Siska? Kenapa dia tidak pernah menunjukkan rasa cinta padaku? Semua sudah aku berikan. Atau jangan-jangan dia mencintai pria lain? Yang aku tahu, dulu memang sepertinya dia ada rasa dengan si Usman menyebalkan itu. Tapi, Usman sudah tidak tahu di mana rimbanya.
Sejak itu Denis merasa lega karena ia tidak punya saingan. Selama ini, memang banyak juga pria yang mendekati Siska. Bahkan jelas-jelas merayunya di sosmed. Tapi, Siska tidak peduli. Denis yakin itu. Tapi, jika saja ia tiba-tiba bertemu Usman, akankah ia masih menyimpan rasa seperti dulu?
Sementara itu, Siska menyerahkan belanjaannya pada ibu panti.
Seorang anak kecil perempuan berjilbab pink mendekatinya. Tiba-tiba dia menangis.
“Lho kok nangis? Kenapa sayang?” tanya Siska.
“Mungkin karena kejadian kemarin. Al quran yang suka dibacanya terkena tumpahan air. Sementara ibu berikan gantinya, tapi beberapa punya Ibu memang tulisannya besar-besar.”
Siska berjongkok dan memegang pundak anak itu.
“Jangan nangis, ya, Marwah. Nanti kakak belikan Quran baru. Oke?”
Anak kecil itu mengusap ingusnya, kemudian mengangguk. Siska memeluknya.
“Ok, Bu, nanti Siska kirim ya Qurannya. Saya pamit dulu. Terima kasih banyak.”
“Baik, Bu Siska. Terima kasih.”
Mobil Denis meluncur pulang. Ia menurunkan Siska di depan rumahnya, kemudian pulang. Sesampainya di rumah, ia menghempaskan tubuhnya ke sofa, dan menyetel tv.
“Kok udah pulang?” tanya Ibu Sinta pada anaknya.
“Yah, udah ga ada kerjaan,” jawab Denis malas.
Ibu Sinta duduk di sebelah Denis.
“Kamu baru pergi sama Siska? Jangan mikirin perempuan itu terus. Jangan sampai gara-gara wanita, kerjaan kamu jadi terbengkalai.”
Denis menghela nafas. Ia kesal, sudah sebesar inipun ibunya masih hobi ngomel.
“Iya, Ma. Aku ke atas dulu mau istirahat,” ujarnya beranjak menuju kamarnya.
Sebelum ia membuka pintu kamarnya, terdengar suara tangisan wanita di sebelah kamarnya. Bruk. Kompryaaaang!! Terdengar suara barang jatuh dan pecah.
“Hadeuh, di bawah ngomel mulu, di atas orang stress. Lama-lama aku bisa gila,” gerutu Denis. Ia masuk dan membanting pintu kamarnya.
Bersambung ya?
Yang menyebalkan sebenarnya Usman atau Denis si?