Zul dan kawan-kawan tertegun dan saling melemparkan pandangan. Semua warga Suku Satans kini sedang mengatur barisan dan sebagian ada yang telah duduk di lantai beralaskan tanah.
"Zul, lebih baik kita pergi dari sini, ini sudah gak aman. Meskipun gue sedang lapar, tapi mana sudi Gue ikut makan dengan mereka," ucap Zaky takut-takut.
Zul hanya bisa mematung dengan mamandang gadis malang yang sebentar lagi akan menjadi santapan malam warga Suku Satans.
Kulit sawo matang gadis tadi kini sudah berubah warna menjadi merah kehitaman dan ada beberapa bagian tubuh pula yang sudah hitam karena gosong.
Kelima pria kekar yang bertugas menggarang pun terus melakukan tugasnya dalam membolak balikan gadis itu, agar matang secara sempurna.
"Zul, Gue takut. Ayo kita kabur," ajak Firman yang sedari tadi menggenggam tangan Sekar.
Zul mengangguk tanda setuju. Bagaimana pun keselamatannya dan teman-temannya kini jauh lebih penting dibanding segalanya.
"Pelan-pelan, ya. Jangan ada pergerakan yang mencurigakan. Kita harus mundur secara perlahan," bisik Zul.
Ketiga teman Zul mengangguk dengan wajah yang telah banjir keringat. Kornea mata mereka berempat kini menyala api yang dipantulkan dari api unggun yang semakin besar. Mereka pun melihat ada salah satu dari mereka yang mengeluarkan kepala gadis tadi dari dalam api unggun.
Kepala itu sudah tanpa rambut karena sudah hangus terbakar. "Sudah matang, Raja," ucap pria berbadan kekar dengan menunjukan hasil bakaran yang sempurna.
"Bagus, letakan di nampan kayu. sekarang kita harus menunggu makan malam kita," sahut sang Raja suku Satans.
Perlahan tapi pasti Zul dan kawan-kawan melangkah mundur. Tak ada yang memperhatikan mereka karena semua warga Suku tengah memusatkan pandangannya pada santapan malam mereka. Semua wajah seolah tak sabar dengan air liur yang hampir menetes seperti sedang menyaksikan Ayam bakar yang terlihat lezat.
Zul dan kawan-kawan sudah tak tahan melihat semua itu. Dan akhirnya Zul pun telah berhasil menapakan kaki di ambang pintu goa.
Dengan cepat Zul melangkah mundur lagi lalu menyerong kekiri agar tubuhnya tertutup bebatuan. "Alhamdulillah, Allah," ucap Zul setelah berhasil bersembunyi di balik bebatuan.
Semua teman Zul kini mulai bisa bernafas lega. Mereka duduk lunglai di tanah tempat ransel mereka tergeletak.
"Zul, sumpah! Ini hal gila yang pernah gue temui," ucap Zaky.
"Sumpah Gue takut, Zul," tambah Firman.
"Ini berburu yang paling seram selama hidup Gue. Niat kita kesini kan, untuk berburu. Kenapa kita sampe ada di Suku ini. Gue pingin pulang, Zul. Gue takut," Sekar merengek.
"Maafkan Gue, Guys. Gue juga gak nyangka kejadiannya bakal kaya gini. Sekarang lebih baik kita pulang. Kita harus keluar dari hutan terlarang ini malam ini juga."
Dan finaly, mereka mengambil ransel mereka masing-masing lalu memakainya. Mereka mulai menggunakan lampu Led kepala di kepala mereka masing-masing.
Suara bising masih terdengar jelas didalam goa terkutuk itu. Namun Zul dan kawan-kawan sudah tak menghiraukan itu lagi karena mereka harus pergi.
Mereka berlarian kearah utara yang masih ditumbuhi pepohonan menjulang tinggi. Keadan sangat gelap apalagi penerangan suku Satans sebagian besar masih menggunakan obor yang menggunakan bahan bakar biji jarak.
**
Mereka berlari menyusuri hutan yang sangat gelap tanpa penerangan bulan sekalipun. Jangankan bulan, bintang pun tak mau menampakan sinarnya dikala itu.
"Zul, kita gak tau arah, kita harus kemana?" tanya Zaky dengan berlari. Mereka terus menerobos apa saja yang ada dihadapan mereka hingga kaki dan betis mereka terasa perih karena menginjak batu tajam serta duri tumbuhan liar. Apalagi mereka berlari tanpa alas kaki. Sudah pasti kaki mereka berempat banyak terluka dan mengeluarkan darah.
Tiba-tiba, Zul melihat sebuah pemukiman yang tak asing bagi mereka. "Stop!" Zul menghentikan larinya tiba-tiba.
"Loh, kok kaya gak asing, sih!?" ucap Firman yang melihat sebuah pemukian itu.
Zul mulai memindai pemukiman itu dan Zul ingat betul kalau itu merupakan pemukiman Warga Suku Satans. Dan ketika mereka berbalik badan, mereka melihat Goa terkutuk itu lagi dengan suara yang masih riuh di dalam goa.
Semua mata kini melebar dengan jantung berdebar. Mereka hampir tak percaya bahwa mereka telah kembali lagi ke pemukiman warga suku Satans.
"Zul, kenapa kita bisa sampai sini lagi? Perasaan tadi kita larinya kearah yang berlainan, deh," ucap Firman terheran-heran.
"Ya Allah, kenapa kita bisa kembali ketempat ini, gue mau pulang. Gue kapok berburu lagi," Sekar merengek ketakutan.
"Hahaha, kalian tak akan bisa pergi dari sini," terdengar suara berat dari belakang mereka dan dengan cepat mereka menoleh.
"Azaz!" ucap Zul.
Zul masih ingat namanya dan makhluk itu memang Azaz. "kalian tak akan bisa keluar dari suku ini. Kalian akan menjadi persembahan berikutnya untuk dewa Azazil. Nasib kalian akan sama seperti mereka!" Manusia Babi itu menunjuk para Roh yang tengah berkeliaran diatas goa.
Zul dan kawan-kawan mendongak keatas dan mereka pun melihat para Roh yang menangis sembari menenteng kepala mereka masing-masing. "Apa mereka--"
"Ya, mereka adalah Roh persembahan Dewa. Dan kalian sebentar lagi akan bernasib sama dengan mereka. Itu semua salah kalian! Mengapa kalian masuk ke pemukiman ini! Kalian itu sudah lancang!"
"Azaz!" terdengar suara Arimbi.
Zul menoleh dan ternyata Zul bisa melihat wajah cantik Arimbi lagi. Tadinya Zul sudah mengucapkan selamat tinggal pada Arimbi didalam hatinya. Karena Zul yakin kalau ia tak mungkin bisa bertemu dengan Arimbi lagi.
Namun, nyatanya salah. Zul bisa melihat Arimbi lagi dan Arimbi kini ada dihadapannya. "Azaz! Sudah kuperingatkan bahwa kamu jangan sekalipun mengganggu mereka. Mereka ini tamuku. Mereka bukan orang jahat!"
"Tapi, Arimbi. Jika Ayahmu tau ia bisa murka!"
"Itu bukan urusanmu! Yang jelas kamu pergi dari sini!" Arimbi marah kepada Azaz karena ini sudah kali keduanya Azaz mengganggu Zul dan kawannya.
"Zul, kenapa kalian ada disini? Ayo masuk. Makanan hampir matang." ucap Arimbi setelah Azaz pergi dengan kesal.
Mendengar itu Sekar tiba-tiba mual dan hampir saja ia muntah. "Sekar? Kamu kenapa mual? Kamu sakit?" Arimbi khawatir pada Sekar.
"Gak!" ketus Sekar.
"Yasudah ayo masuk, kalian pasti belum makan malam kan! Ayo cepat."
Zul mulai geram melihat Arimbi yang seolah santai memakan daging manusia, "Dalam Al Quran sebagian Surat Al Maidah ayat 3, Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan diharamkan pula yang disembelih untuk berhala. Apalagi itu daging manusia. Apa kamu tak memiliki hati nurani, Arimbi? Bagaimana jika keluargamu sendiri yang diperlakukan seperti itu. Apa kamu masih tega untuk memakannya?"
"Hey, Zul. Keluargaku tak akan pernah jadi santapan karena keluargaku merupakan keturunan baik-baik. Dan kami sudah melakukan praktik ini sejak ribuan tahun lalu. Nenek moyang kami yang melakukan ini sebelumnya." ketus Arimbi.
"Arimbi, apa kamu tau suatu penyakit yang bisa menyerang manusia karena memakan daging manusia? Dia adalah penyakulit Kuru. Kuru itu penyakit yang sangat jarang ditemui di tubuh manusia. Jika manusia memakan daging manusia, protein bengkok yang ada di dalam daging manusia itu dapat merusak tibuhmu "
"Buktinya aku masih hidup dan aku sehat!" tepis Arimbi.
"Kamu tau? sel-sel saraf di otak dari tubuh yang terbunuh, bisa membuat otak kita seperti spons dengan banyak lubang.
Akibatnya orang yang terserang penyakit kuru, akan sulit dalam berjalan, perubahan mood labil, demensia hingga tidak nafsu makan. Jika Kuru terus diidap selama setahun, bisa jadi tubuh orang yang diserang akan merasakan efek samping yang fatal," jelas Zul.
Arimbi kali ini tak bisa menjawab ucapan Zul lagi. Arimbi sadar, mayoritas penduduk suku Satans rata-rata mati dengan gejala yang Zul sebutkan. Bahkan kini, hampir tiap rumah ada anggota keluarga yang sulit berjalan. Sampai-sampai Kakek dan Nenek Arimbi pun mati dengan awal gejala seperti itu. "Apa yang dikatakan Zul itu benar?" Arimbi mulai bertanya-tanya di dalam hatinya.
Tiba-tiba datanglah Kasih membawa nampan kayu yang berisi potongan betis, "Arimbi, aku mencarimu ternyata kamu ada disini. Ini aku sudah pisahkan bagian kesukaanmu," Kasih menyodorkan nampan itu pada Arimbi. "hey, kenapa kalian juga ada disini. Ayo masuk, kalian pasti lapar. Ini enak, kalian boleh coba."
Firman dan Sekar tiba-tiba muntah melihat potongan betis itu. Arimbi pun mulai ragu untuk memakan daging itu karena takut apa yang dikatakan Zul itu benar. "Kasih, berikan daging itu pada warga lain. Aku sudah kenyang. Kamu pun jangan makan itu."
"Loh. kenapa, Arimbi?"
"Karena aku menyayangmu. Lebih baik kita pulang dan berikan daging itu pada orang lain. Dan kalian! Kalian mau ikut, tak? Kalau mau ikut, ayo. Kalau tak mau, sana pergi. Berlarilah sekuat mungkin dan akhirnya kalian pun pasti akan dikembalikan lagi kepemukiman ini oleh Azaz."
**
Kini Zul dan ketiga kawannya sudah berada dirumah Arimbi dan Kasih. Rumah Arimbi merupakan rumah yang ukurannya paling besar, meskipun terbuat dari bahan yang sama seperti rumah-rumah lain.
Rumah Arimbi sangat sepi karena semua orang masih berkumpul didalam goa. Suasana rumah Arimbi pun penerangannya masih menggunakan biji jarak, hingga terlihat jelas suasana remang-remang dalam rumah yang 100 persen terbuat dari tumbuhan.
Zul dan ketiga temannya pun dipersilahkan Kasih untuk istrirahat. Zul dan ketiga kawannya kini sedang duduk diatas tikar jerami dengan Kasih dan Arimbi dihadapan mereka.
Mereka semua bungkam tanpa bahasa. Dan tiba-tiba Arimbi jadi teringat akan dakwahan Zul tadi sore, Arimbi mulai penasaran pada sosok Azazil yang diceritakan Zul, "Ehem. Zul, apa bisa kamu menceritakan Iblis Azazil yang kamu ceritakan tadi?"
Zul mengernyitkan dahi namun hatinya sangat senang karena Arimbi mulai tertarik. "Baiklah, akan aku ceritakan."
Arimbi, dan ketiga kawan Zul mulai mempersiapkan telinga mereka untuk mendengar.
"Azazil? Apa maksudnya ini?" Kasih nampak bingung.
"Sudah, dengarkan saja, Kasih." pinta Arimbi.
"Ok, kalian sudah tau kan, kalau Azazil itu Iblis?" Tanya Zul dan semua orang mengangguk kecuali Kasih dan Arimbi.
"Sebelum penciptaan nabi Adam, dan sebelum Azazil dilaknat oleh Allah, Azazil memiliki wajah rupawan cemerlang, mempunyai empat sayap, banyak ilmu, terbanyak dalam hal ibadah serta menjadi kebanggaan para malaikat dan dia juga pemimpin para malaikat qarubiyyuun. Azazil pun memiliki tempat dibeberapa langit, mendengarkan berita-berita rahasia Tuhan, dan masih banyak lagi," jelas Zul.
Semua orang kini hening karena terlalu fokus pada Zul.
"Kesombongan Azazil terhadap makhluq Allah inilah yang menjadi awal ujian. Dalam satu riwayat menceritakan, malaikat Israfil melihat yang tersurat di Lauhul Mahfuz ada tercatat satu suratan yang berbunyi 'Adanya satu hamba Allah yang beribadah selama 80.000 tahun tetapi hanya karena satu kesalahan, maka ibadah hamba itu tidak diterima Allah dan hamba itu terlaknat sehingga hari Kiamat'.
Maka menangislah Israfil karena ia takut kalau makhluk yang tersurat di Lauhul Mahfuz itu adalah dirinya. Maka diceritakanlah Israfil kepada segala malaikat tentang pengalamannya melihat apa yang tersurat di Lauhul Mahfuz."
"Lalu menangislah semua malaikat karena takut dan bimbang dengan nasib mereka. Lalu semua malaikat datang menemui Azazil yang menjadi imam para malaikat, agar Azazil mendoakan keselamatan dunia dan akhirat kepada seluruh malaikat.
Azazil pun mendoakan keselamatan di dunia dan akhirat kepada seluruh malaikat dengan doa, 'Ya Allah, janganlah Engkau murka terhadap mereka (para malaikat)' Namun, Azazil lupa untuk mendoakan keselamatan untuk dirinya. Itu tandanya sudah ada bibit kesombongan dari diri Azazil. Ia merasa sangat yakin kalau yang tersurat itu bukanlah dirinya. Masih mau lanjut?" tanya Zul.
"Lanjut!" ucap ketiga teman Zul dengan suara kompak. Arimbi dan Kasih hanya mematung dengan otak yang mulai menelaah.
"Lalu Allah menciptakan Adam, dan dimulailah ujian bagi Azazil dan Adam. Allah menciptakan Adam dari lumpur yang jelas-jelas lebih hina bahan dasarnya daripada Azazil yang diciptakan dari bahan dasar api.
Kemudian Allah memerintahkan Malaikat dan Azazil untuk bersujud sebagai penghormatan dan bukan sebagai penghambaan. Ternyata Malaikat bersujud kepada Adam, kecuali Azazil."
"Setelah Azazil enggan untuk bersujud kepada Adam, lalu Allah memanggilnya Iblis. dan mengubahkan mukanya pada asalnya yang sangat indah cemerlang menjadi bentuk yang sangat menyeramkan."
"Zul, Gimana percakapan Allah dan Azazil setelah Azazil gak mau sujud pada Nabi Adam?" tanya Zaky.
"Begini percakapannya, Allah berFirman, "Hai Iblis, apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri (takabur) ataukah kamu merasa termasuk orang-orang yang lebih tinggi?"
"Mendengar pernyataan Allah, bukan permintaan ampun yang keluar dari Azazil, sebaliknya ia malah menantang dan berkata, "Wahai Allah, Bagaimana aku bisa sujud kepada adam sedangkan Engkau sendiri telah membisikkan sesuatu kepadaku bahwa ini adalah bagian kehendakMu ...
Bagaimana bisa aku sujud kepada yang selain Engkau, Selama ini aku dan Engkau adalah satu dan pengetahuanMu adalah pengetahuanku, dalam keKuasaanMu ...
Bagaimana aku bisa sujud kepada makhluk yang akan menumpahkan darah dan permusuhan ...
Bagaimana aku bisa sujud kepada makhluk yang hanya sedikit saja diantara mereka yang akan Mengagungkan Engkau ...
Dan bagaimana aku bisa sujud kepada adam dan anak cucunya yang kelak sebagian besar dari mereka akan memusuhi agama Engkau, sedangkan pengetahuan ini adalah Engkau sendiri yang membukakannya untukku ...
Ya Allah, sungguh Engkau telah ciptakan aku dari 'api yang menyala' dan Engkau ciptakan dia dari 'tanah' maka aku tidak akan sudi bersujud kepada dia ..."
"SUJUDLAH KAMU KEPADA ADAM."
"Demi KeBesaranMu ... aku tidak akan sujud kepada yang selain Engkau."
"SUJUDLAH KAMU KEPADA ADAM."
"Sungguh hanya kepadaMu saja hamba bersujud."
"Mendengar jawaban Azazil yang sombong, Allah pun berfirman. "Keluarlah kamu dari surga. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang diusir." Azazil pun diberi umur hingga hari akhir kiamat. Dengan janji untuk menyesatkan manusia sebanyak mungkin dan menemaninya di neraka Jahannam kelak."
"Alhamdulillah," Zul mengucap syukur dalam hatinya karena untuk kedua kalinya ia telah berdakwah walaupun hanya seadanya.
Arimbi dan Kasih nampak resah. Kini mereka bimbang akan dua pilihan. Harus tetap mengikuti ajaran Nenek moyang atau harus percaya pada Zul?
"Arimbi! Siapa mereka!" Datang pria paru baya tiba-tiba dengan sesuatu yang ia bawa.
semua mata pun tertuju pada pria itu dan ternyata ia adalah Raja Suku Satans.
"Ayah?" Suara Arimbi dan Kasih terdengar Kompak dan memanggil Raja itu dengan sebutan Ayah.