Debat

Satu semester telah lewat. Hari-hari berat masih menanti. Jadwal kuliah semakin padat, begitu pula dengan organisasi. Nazma melepaskan jabatannya di Rohis dan fokus di KSEI. Ia harus memilih salah satu, demi menjaga kondisi tubuhnya. Ia tidak mau jatuh sakit lagi seperti dulu. 

Kesibukan KSEI meningkat, menjelang suksesi kepengurusan. Ya, suksesi kepengurusan KSEI diadakan setahun sekali. Meski belum tahu siapa yang akan terpilih sebagai ketua, sudah terdengar nama kandidat yang punya peluang besar; Faisal.

“Tentu saja aku pilih Faisal….” Nazma membatin. Biar saja jika pilihannya itu bersifat subyektif.

Pada suksesi kali ini, anggota KSEI yang hadir membeludak. Tentu saja, selama setahun kemarin, KSEI sukses menajamkan kukunya di kampus. Organisasi baru, tapi banyak peminat. 

Daya tariknya terletak pada citra yang terbentuk. KSEI adalah organisasi mahasiswa cerdas. Ya, citra itu memang sengaja dibentuk oleh pengurus KSEI, agar para mahasiswa yang tergabung di KSEI merasa bangga. Para pengurus KSEI sebagian besar mahasiswa berprestasi.

Sofyan, mendapat IPK 3,5 dan sudah menyambi kerja sebagai Asisten Dosen. Karya tulisnya mengenai Perbankan Syariah memenangi lomba karya tulis ilmiah yang diadakan oleh Bank Indonesia. 

Berprestasi memang menjadi syarat mutlak bagi pengurus KSEI, untuk membuktikan bahwa KSEI benar-benar organisasi mahasiswa cerdas dan salih. Cerdas saja tanpa salih, justru akan merusak. Salih saja tanpa cerdas, sia-sia. Begitulah intisari sebuah hadis mengenai orang berilmu dan orang yang taat beribadah.

Faisal, yang digadang-gadang menjadi Ketua KSEI selanjutnya, juga cerdas. Ia meraih IPK hampir 4, meskipun tidak ikut menyambi kerja sebagai Asisten Dosen. Karya tulisnya sering dimuat di Jurnal Mahasiswa.

 Ia tidak pernah tertinggal mendapatkan beasiswa. Keberhasilan KSEI juga mengangkat nama Rohis. Ya, bagaimanapun, KSEI tidak bisa dipisahkan dari Rohis. KSEI masih menjadi bagian dari Rohis, meskipun para pengurusnya bersikap seakan-akan terlepas dari Rohis.

Wacana memisahkan KSEI dari Rohis semakin mengemuka menjelang suksesi kepengurusan. Wacana itu diangkat oleh orang-orang yang tidak suka dengan Rohis, tapi ingin bergabung di KSEI. 

Bahkan, ada isu bahwa KSEI akan diambil alih oleh para mahasiswa kiri. Mahasiswa yang menganut aliran Karl Marx dan Lenin yang ateis. Diam-diam mereka menyusupkan aktivisnya untuk bergabung di KSEI dan menghancurkan KSEI dari dalam.

“KSEI memang organisasi terbuka, tapi ingat, KSEI tetap bagian dari Rohis.” Pak Jamal memulai ceramahnya. Jamal adalah Ketua Rohis yang baru terpilih menggantikan Pak Bahrul.

Ana ingin mengkritisi para pengurus KSEI yang kini mulai ‘bebas.’” Jamal melanjutkan ucapannya lagi.

Rapat yang dihadiri oleh pengurus inti dari Rohis dan pengurus inti dari KSEI, terkesan serius.

“Pergaulan di antara pengurus KSEI lebih terbuka daripada pengurus Rohis, bahkan tidak ada hijab ketika rapat. Buat ana, itu berbahaya!” ucapan Jamal masih belum ada yang menginterupsi. “Itulah kenapa mereka berani mengacak-acak KSEI, karena pengurus KSEI tidak memiliki ketahanan rohani yang kuat!”

“Kalau kami bersikap persis seperti anggota Rohis, bisa-bisa anggota KSEI yang sudah ada banyak yang mengundurkan diri. Kami ingin berdakwah secara smooth,” Faisal berbicara.

“Ya, ana tahu, tapi jangan sampai hal itu melemahkan ketahanan kita. Maka, ana inginkan para pengurus KSEI tetap mengikuti kajian-kajian Rohis, untuk menguatkan rohaninya, meski tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Rohis.”

Ucapan Jamal itu dapat diterima oleh para pengurus KSEI yang memang anggota Rohis, hanya saja keanggotaan mereka disamarkan demi menghindari kecurigaan orang-orang yang tidak suka dengan Rohis. Diam-diam, terjadi perubahan pada KSEI. 

Misalnya, saat seminar, kuliah informal, atau rapat, tidak lagi ada campur baur antara laki-laki dan perempuan. Memang, tidak dipisahkan oleh tirai sebagaimana Rohis, tapi bagian tempat duduk laki-laki dan perempuan dipisah.

“Nelly mau mencalonkan diri jadi Ketua KSEI!” seru Aisyah, membawa kabar yang mencengangkan. Nelly adalah pengurus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang kekiri-kirian. Belakangan, ia memang aktif di KSEI, meski tidak menjadi pengurus. 

Nelly yang diam-diam juga mengagumi Faisal. Tentu bukan hanya kekaguman itu yang membuatnya semangat mengikuti KSEI, bahkan berencana mencalonkan diri sebagai Ketua KSEI. Ia punya misi khusus sehingga diterjunkan ke dalam KSEI. Misi untuk mengacak-acak KSEI dari dalam.

“Serem banget, ya… apalagi anak-anak kiri juga banyak yang masuk KSEI. Pasti maksudnya buat mendukung pencalonan Nelly. Kalau Nelly sampai terpilih….” Nazma menerawang.

“Nelly juga cerdas. Dia bisa aja mematahkan Pak Faisal.” Aisyah geregetan.

Pencalonan Nelly tidak bisa dicegah, karena keanggotaan KSEI yang bersifat terbuka. Semua orang boleh masuk KSEI, bahkan yang nonmuslim. Semua orang juga boleh mencalonkan diri sebagai Ketua KSEI, bila berhasil melewati seleksi yang ketat. Nelly memenuhi syarat pencalonan, seperti IPK di atas 3 dan beberapa kali mengikuti kuliah informal ekonomi Islam.

“Jika mereka berstrategi untuk merebut KSEI dari tangan pengurus Rohis, maka kita harus berstrategi. Kita harus ciptakan poin-poin pencalonan ketua yang bisa menghambat pencalonan Nelly. Bagaimanapun, KSEI tidak boleh jatuh ke tangan organisasi kiri.” Jamal memandang rekan-rekan aktivis Rohis dan KSEI.

“Lagipula, apa ya tujuannya aktivis kiri ingin menguasai KSEI? Secara idealisme, mereka jauh berbeda dengan kita.” Faisal geleng-geleng kepala.

“Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menghancurkan dakwah Islam. Mereka punya idealisme ekonomi sendiri, tidak mungkin berubah ke ekonomi Islam, tanpa maksud tertentu,” kata Jamal.

“Hanya dalam waktu setahun, KSEI telah berhasil merebut hati banyak mahasiswa, termasuk mahasiswa cerdas. Bahkan sudah tercipta image, bahwa mahasiswa yang tergabung di KSEI adalah mahasiswa cerdas. Kita lihat saja, setiap kuliah ekonomi Islam, mahasiswanya berjubel. Bukan hanya dari fakultas ekonomi, tapi juga fakultas lain. Bahkan, dosen-dosen dari perguruan tinggi lain, ikut menimba ilmu di sini.” Sofyan menambahkan.

“Lalu, bila mereka berhasil menguasai KSEI, apa yang akan mereka lakukan?” Faisal bertanya lagi.

“Mungkin mereka akan mencampuradukkan teori ekonomi mereka dengan ekonomi Islam, menyandingkan sesuatu yang tidak pantas disandingkan. Sebenarnya, ekonomi Islam lebih mendekati ekonomi Sosialis, sebagaimana yang mereka anut, tapi tentu saja ada perbedaannya. Terutama pada prinsip keadilan.” Jamal menjelaskan.

Diskusi itu terus bergulir, hingga hari suksesi tiba. Anggota Rohis yang semula tidak aktif di KSEI, dikerahkan untuk mengikuti suksesi. 

Sebenarnya, sebagian besar anggota Rohis juga menjadi anggota KSEI, tapi tidak aktif. Demi mendukung kesuksesan Faisal yang digadang-gadang menjadi Ketua KSEI yang baru, semua anggota Rohis harus mengikuti suksesi.

Ternyata, aktivis kiri pun tidak mau kalah. Nelly memiliki banyak pendukung. Banyak aktivis kiri yang mengikuti KSEI. Sungguh aneh melihat mereka duduk manis di ruang seminar yang sering digunakan untuk acara-acara KSEI.

Padahal, mereka mahasiswa yang terkenal badung dan suka berbuat onar. Ada Richard, mahasiswa angkatan atas yang sebentar lagi DO. Ia suka didapati sedang mabuk pada malam hari di kampus. Ia memang sering tidur di basecamp BEM. Ada juga Edo, yang satu organisasi dengan Nelly. Serta teman-teman dekat Nelly sendiri.

Acara suksesi berlangsung dua hari dan jadwalnya sangat padat. Dari pagi sampai malam hari. Nazma mengusahakan untuk setia mengikutinya, demi mendukung pencalonan Faisal. 

Bukan hanya dari hati yang terdalam, melainkan juga untuk mendukung Rohis. Bagaimanapun, KSEI adalah bagian dari Rohis dan tidak bisa dipisahkan dari Rohis.

Sudah bisa ditebak. Wacana yang pertama kali mengemuka adalah memisahkan KSEI dari Rohis.

Pertimbangannya, banyak juga mahasiswa nonmuslim yang bergabung dengan KSEI, sedangkan Rohis adalah organisasi yang khusus untuk mahasiswa muslim. 

Meskipun sudah diberikan tanggapan bahwa KSEI memang bagian dari Rohis, tapi tetap berdiri sendiri, aktivis kiri yang berpura-pura tertarik dengan KSEI, mempertahankan pendapat mereka. Jalan musyawarah pun buntu. 

Alhamdulillah, ketika diambil voting, lebih banyak anggota KSEI yang setuju jika KSEI tetap menjadi bagian dari Rohis.

Hujan interupsi terjadi ketika acara suksesi membahas poin-poin persyaratan guna menjadi Ketua KSEI. 

Hampir semua poin mendapatkan bantahan dari aktivis kiri, terutama mengenai jenis kelamin calon ketua. Di poin tertulis bahwa calon ketua KSEI haruslah seorang laki-laki.

“Ini jelas-jelas ingin menghadang langkah saya untuk mencalonkan diri!” Nelly berseru dengan berapi-api. Bahkan ia sampai berdiri untuk mengeluarkan kemarahannya. 

Semua mata tertuju pada sosok gadis bertubuh pendek dan berambut keriting itu. Tubuhnya memang pendek, tapi sepak terjangnya panjang sekali. 

Siapa yang tidak kenal Nelly di kampus FE? Ia satu angkatan dengan Nazma dan Aisyah, tapi sudah menjadi Ketua BEM FE. Kini, ia mencalonkan diri sebagai Ketua KSEI. Semua itu tentu saja tidak lepas dari tujuan terselubung, untuk menguasai KSEI dari dalam dan membelokkan idealisme KSEI.

“Pemimpin itu harus perempuan!” seorang aktivis Rohis bernama Jafar mengemukakan pendapatnya, dengan mengutip sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Tarmidzi, An Nasai, dan beberapa imam lain. 

Tidak akan berbahagia atau berjaya suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita (mengangkat wanita sebagai pemimpin).”

“Aaah… itu alasan kalian saja untuk menghalangi Nelly menjadi Ketua KSEI. Dalil yang Anda kemukakan itu berlaku untuk pemimpin negara. Sedangkan ini hanya pemimpin organisasi.” Kamil, seorang aktivis sebuah organisasi muslim yang liberal, membela Nelly.

“Tidak. Itu berlaku untuk jabatan sekecil-kecilnya. Allah juga sudah berfirman dalam surat An Nisa ayat 34, bahwa kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka….”

“Itu kan di dalam keluarga, Bung. Agama itu hanya ritual. Tidak usah dicampur-campurkan ke dalam organisasi. Lagipula, bukankah anggota KSEI tidak semuanya muslim?”

“Antum salah. Agama Islam itu universal, rahmatan lil ‘alamin. Tidak hanya untuk muslim, tapi juga seluruh alam. Tidak hanya ritual belaka, tapi menyeluruh ke dalam semua aktivitas kita.” Jamal ikut bersuara.

“Karena rahmatan lil’alamin itulah makanya jangan membeda-bedakan gender! Saya merasa tersinggung karena tersisih hanya karena saya seorang perempuan! Aneh sekali, jika semua perempuan di sini tidak ikut tersinggung!” Nelly mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan bertabrakan dengan mata Nazma yang langsung membuang pandang.

“Perempuan itu punya banyak kelemahan, sehingga tidak bisa menjadi pemimpin. Perempuan itu aurat. Tubuhnya aurat. Suaranya aurat. Perempuan juga lemah dan kurang akal. Siklus bulanan mempengaruhi hormonal, sehingga tidak stabil dan emosional. Perempuan tidak layak menjadi pemimpin, sekalipun hanya memimpin sebuah organisasi!” Jafar berapi-api. Ia memang tergolong aktivis Rohis yang fanatik dan cenderung ekstrim.

Richard tertawa keras. Sikapnya memang semaunya sendiri. Tidak peduli pada orang-orang di sekitarnya. “Oooh… jadi begitu pemikiran orang Islam terhadap perempuan? Sangat merendahkan! 

Kalau begitu, Anda laki-laki yang seperti perempuan! Anda tidak punya akal. Kalau Anda bilang perempuan itu aurat, seharusnya perempuan-perempuan teman-teman Anda itu tidak ada di sini! Kalau aurat, mereka tidak boleh dilihat, kan?” katanya sambil menunjuk ke tempat duduk para muslimah berjilbab.

“Itu bukan pemikiran ana. Itu berdasarkan hadis Rasulullah saw. Rasulullah bersabda, “Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang mampu meluluhkan hati seorang laki-laki yang tegas kecuali kalian (kaum wanita).” 

Mereka (para sahabat wanita) bertanya: “Apa yang menyebabkan kurangnya agama dan akal kami, Wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Bukankah persaksian wanita seperti setengah persaksian seorang lelaki?” Mereka menjawab: “Ya.”

Beliau menjawab: “Maka itulah yang dimaksud kurang akalnya. Bukankah apabila wanita haid, ia tidak salat dan tidak puasa?” Mereka menjawab: “Ya.” 

Beliau bersabda: “Itulah yang dimaksud kurang agamanya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadis shahih.” Jafar menjelaskan. Ilmu agamanya memang lebih tinggi daripada teman-teman kampusnya, sekalipun ia kuliah di sebuah perguruan tinggi umum. 

Sejak kecil, ia sekolah di sekolah Islam. Bahkan, sekolah menengahnya ditempuh di Pesantren. Hanya saat kuliah saja ia mengambil ilmu umum. Ia sudah hapal beberapa juz Al Quran dan hadis-hadis shahih.

Di Rohis, ia menjadi penasihat. Ia memang tidak ingin diamanahi menjadi Ketua Rohis, karena bukan orang yang organisatoris. Ia hanya ingin berdakwah. Lagipula, pemikirannya yang bisa dikatakan saklek, membuatnya tidak mudah diterima oleh kalangan awam.

“Sungguh tidak adil pembagian antara perempuan dan laki-laki di dalam Islam!” Richard semakin menantang.