Sepanjang jalan dalam jarak sekitar 2 kilometer. Taman itu, sebagai saksi bahwa Adnan telah berucap menerima Nauna apa adanya. Dan dalam perjalanan kembali ke rumah, Nauna dan Adnan pun ngobrol.
"Terimakasih sekali lagi, kamu mau menerimaku. Saat ini, jantungku berdetak kencang sekali. Entah saking bahagianya, atau karena hal lain. Aku tak mengerti itu!" ujar Nauna berbicara di belakang bonceng motor.
"Sudahlah, tak usah terimakasih. Kita jalani saja. Kamu, jangan tengok lagi ke masa lalu ya!" sahut Adnan dengan lembut. Laki-laki itu kini menaklukkan hati Nauna. Meskipun belum sepenuhnya, setidaknya Nauna merasakan kehidupan baru. Setelah dua tahun terpuruk oleh masa lalunya yang silam.
Nauna datang bersama laki-laki yang akan menikahinya. Sang kakak, Leo. Juga para rombongan telah menunggu mereka berdua. Berharap mereka sudah saling bicara dari hati ke hati.
"Wah, ada rasa bahagia berbinar di mata adik satu-satunya!" ujar Leo menghampiri Nauna yang barusaja datang.
"Iya, Leo. Sepertinya usaha untuk menjodohkan mereka berhasil. Bagaimana? Apa bisa langsung menikah dua minggu ini?" tanya orangtua dari Adnan.
"Wah secepat itu, Tante?" tanya Nauna semringah.
"Iya dong, Tante ingin segera menimang cucu," sahut mama dari Adnan. Yang bernama Ayu Ningtiyas.
Nauna sontak terkejut dengan ucapannya. Bagaimana kalau Nauna tidak bisa memberikan mereka anak? Karena semenjak dinodai oleh Arip saja, Nauna tidak pernah mengalami menstruasi. Dua tahun sudah ia hanya mengalami flek. Khawatir ini mempengaruhi kesehatan rahimnya.
"Mama, kok sudah bicarakan soal itu. Nauna jadi malu. Jangan gitu, aku tak suka!" ujar Adnan melarang Mama Ayu untuk membicarakan tentang kehamilan. Pasti Adnan khawatir mempengaruhi pikiran dan trauma pada Nauna. Adnan sangat menghormati Nauna.
"Iya, maaf Nauna. Tante merasa senang saja melihat kamu yang akan menjadi calon menantu! Mulai detik ini, sebut 'Mama' ya!" ujar Mama Ayu memperingatkan Nauna.
"Iya, Tante eh salah, Mama!" sahut Nauna, membuat seisi rumah tertawa. Lalu rombongan menyerahkan cincin pada Adnan. Untuk dipakaikan di jari manis Nauna.
"Alhamdulillah. Semoga acaranya lancar hingga hari H," ucap Leo bersyukur.
"Rencanakan tanggal berapa menikah, dan berapa undangan yang akan kita sebar?" tanya Pak Santoso, orangtua laki-laki dari Adnan.
"Aku tidak mau terlalu megah, Pah. Kalau kamu gimana, Nauna?" ucap Adnan lalu beralih pertanyaan pada Nauna.
"Ya, akupun sama. Tidak ingin mewah, yang penting akadnya!" sahut Nauna dengan lembut.
"Wah, Mama beruntung sekali punya menantu seperti kamu!" ujar mamanya Adnan.
Lamaran berlangsung hingga dua jam. Karena terlalu lama ngobrolnya. Mungkin saking bahagianya mereka.
Apalagi Nauna, yang kini menemukan kehidupan barunya. Juga Leo, yabg sedari tadi tak hentinya bersyukur. Sampai ia berkaca-kaca melihat kebahagiaan yang terpancar di mata Nauna.
Setelah acara selesai, mereka semua sudah berhamburan pulang. Lalu Leo mendekati Nauna. Dan berbicara dari hati ke hati padanya. Anak bungsu orangtuanya. Yang seharusnya ia jaga kehormatan dan jiwa raganya. Tapi, kejadian itu telah membuat Leo gagal membahagiakan Nauna. Hingga rasa bersalah terus menerus menghantui Leo.
"Bagaimana keadaanmu sekarang, Nauna?" tanya Leo mendekat.
"Aku sedang tidak baik-baik," ucap Nauna membuat Leo terkejut.
"Kakak melihat kamu bahagia, apa yang membuatmu dalam keadaan tidak baik-baik?" tanya Leo penasaran. Karena ia khawatir jika terjadi sesuatu pada adiknya ini.
"Sudahlah Kak, tak usah Kakak sembunyikan!" ungkap Nauna membuat Leo makin penasaran.
"Nauna, kalau bicara yang jelas. Tolong, jelaskan ada apa denganmu?" tanya Leo memaksa.
"Kak, aku tanya sekali lagi. Ada yang Kakak sembunyikan dari aku?" tanya Nauna membuat Leo semakin bingung. Ia tidak mengerti maksud Nauna yang bicaranya sejak tadi berputar-putar. Entah apa yang ia tahu tentang Leo.
"Nauna, kakak benar-benar tidak mengerti maksud kamu. Tolong jangan buat Kakak merasa bersalah terus menerus!" sahut Leo kini merasa bersalah. Leo merasa ada yang salah ia ucap.
"Kakak belum paham juga? Ya sudah, lebih baik tanyakan pada Adnan," sahut Nauna kini menyerahkan jawabannya kepada Adnan. Kini Leo memegang benda pipih yang sejak tadi ia letakkan di lemari. Segera menghubungi laki-laki yang telah ia jodohkan dengan adiknya.
Berkali-kali Nauna menanyakan pertanyaan yang sama. Tapi ia tampak enggan menjelaskan maksud pertanyaannya.