3
"Jadi begitu ceritanya, lalu Arip sampai saat ini tidak bertanggungjawab atas hilangnya masa depan kamu?" Nauna bergeming. Menatap mata Adnan yang sayup itu dengan rasa gemetar.


"Aku tidak tahu kabarnya lagi. Setahun belakangan, ada yang bilang ia telah menikah dan memiliki anak di luar kota!" Nauna menangis, menyesali apa yang telah terjadi dengannya. Harusnya malam itu ia tidak berteduh. Lebih baik kehujanan daripada baju kering tapi kehormatan tengah terenggut.


"Arip itu laki-laki pengecut, mau berbuat tidak mau bertanggung jawab. Aku agak kesal dengannya!" Nauna menatap Adnan kembali. Terlihat sekali wajah kesal yang terpancar dari wajah tampan pria di hadapannya. Ia tidak tahu pria itu akan menerima atau membatalkan lamarannya.


Ia bersandar, menghela napas panjang. Ada rasa cemas dalam dirinya. Tapi, betapa terkejutnya ia. Yang tiba-tiba merasakan genggaman tangan dari Adnan. Laki-laki yang telah mengetahui keadaan ia yang sebenarnya.


"Adnan, kenapa kamu menggenggam tanganku? Apa kamu menerima keadaan ini? Tetap melamarku?" tanya Nauna penuh rasa penasaran. Ia tidak lagi bersandar. Kini duduk berhadapan dengan Adnan. Saling bertatapan sepanjang ia berbicara.


"Aku harus bicara pada orangtua dulu!" Tiba-tiba Nauna melepaskan genggamannya kembali. Ia tidak ingin orang lain tahu selain Leo juga Adnan. Ini adalah aib, harusnya ditutupi olehnya.


"Kalau begitu, tak usahlah kamu melamarku. Anggap saja tidak mendengar cerita tadi!" ujar Nauna kecewa. Ia merasa ceritanya tadi sia-sia.


"Kenapa begitu Nauna? Kamu tidak tertarik denganku?" tanya Adnan sembari menatap Nauna kembali. Nauna terdiam. Ia tidak mau menyakiti hati orang lain. Terlebih Adnan yang telah mendengar aib Nauna.


"Bukan tidak tertarik, tapi semenjak disakiti oleh laki-laki, semenjak tubuh ini sudah terkoyak. Aku sudah tidak bersimpati lagi pada laki-laki manapun!" ujar Nauna menjelaskan. Keadaan Nauna setelah dinodai lalu ditinggalkan, ia tidak percaya lagi pada laki-laki manapun kecuali Leo, kakaknya.


"Aku akan membuatmu kembali bersimpati pada laki-laki!" sahut Adnan tiba-tiba membuat mata Nauna berembun. Nauna pikir ia mempermainkannya. Karena tadi sempat ingin bilang kepada orangtua terlebih dahulu.


"Kamu bilang akan bilang pada orangtuamu terlebih dahulu. Kalau begitu, lebih baik urungkan niatmu untuk membuat perasaanku kembali normal!" Nauna menganggap Adnan becanda.


"Aku tidak akan bilang kepada Orangtuaku tentang kamu apapun itu. Asalkan, kamu buang rasa trauma yang ada dalam diri kamu!" ujar Adnan seketika membuat Nauna meneteskan air matanya kembali. Sedari tadi Nauna menahan air mata yang sudah mau tumpah.


"Artinya, kamu menerima keadaanku ini?" tanya Nauna sekali lagi.


"Iya, aku akan berusaha membuatmu melupakan peristiwa itu. Dan menerimamu apa adanya!" Adnan memeluk tubuh Nauna. Nauna makin menangis sejadinya. Karena tidak percaya bahwa ada laki-laki dihadapannya menerima ia apa adanya.


"Sekarang kita pulang!" ungkap Nauna bersemangat.


"Iya pulang, tapi hapus dulu air matamu!" ujar Adnan sembari menyeka air mata Nauna.


Secepat itu Adnan menerima cerita Nauna. Memang ia begitu menyukai Nauna? Atau jangan-jangan ia hanya mempermainkan Nauna sama seperti Arip. Laki-laki pada umumnya seperti itu.


*****


Sebelum Adnan datang melamar.



"Sebelum Lo melamar adik gue, ada yang mau gue bicarakan, Adnan!" ucap Leo sang kakak kepada Adnan yang ternyata adalah rekan bisnisnya Leo. Adnan memang berasal dari keluarga terhormat. Tapi, Adnan mandiri. Ia mendirikan sebuah bengkel yang kini ia kelola bersama Leo. Mereka berdua seperti saudara. Nauna tidak mengetahui hal itu. Ia tahunya Leo hanya bekerja di tempat orang.


"Apa itu Bro? Rahasia kah?" tanya Adnan becanda.


"Nan, adik gue  ternyata sudah tidak suci lagi. Ia baru mengatakannya tadi!" ujar Leo dengan nada pelan.


"Kok bisa? Lo gak jagain adik Lo Bro? Astaga, Kakak macam apa Lo, Bro?" tanya Adnan nyeleneh melalui sambungan telepon.


"Ceritanya panjang, nanti adik gue yang cerita ke Lo, Nan. Cuma gue minta, terima dia ya! Gue yang salah atas hilangnya kehormatan dia. Seandainya gue jemput dia waktu itu. Gak akan terjadi hal seperti ini!" ungkap Leo memohon.


"Ya udah, gak penting juga tentang itu. Yang penting adik Lo bisa mencintai gue tanpa berpikir gue anak dari Pak lurah! Di sini cewek pada ngincer gue karena Orangtua, ogah gue Bro!" ucap Adnan kepada rekan becandanya di bengkel.


"Ya udah, ditunggu ya! Cepet ke sinilah!" ujar Leo menutup pembicaraan.


"Oke. Assalamualaikum."


"Wa'alaikumsalam."



___________



Bersambung

Gimana? Lanjutin gak? Kok sepi ya?


Komentar

Login untuk melihat komentar!