Bab 7. Suara Aneh di Malam Hari
🍁Selamat Membaca🍁


Mita kembali mengingat kedua orang tuanya dan keluarga dari maminya. Mengingat kebersamaan bersama mereka yang terasa hangat dan penuh kasih sayang. Terutama Niek Biku dan Niek Sori amat menyayanginya.


Sedangkan di rumah ini kondisinya bertolak belakang. Gadis cilik berparas cantik ini merasa asing di rumah nenek dari bapaknya. Apalagi Niek Malik tidak pernah tersenyum padanya. Tatapan matanya selalu tajam, sikapnya keras dan tegas.


Mita masih turut duduk di atas tikar bersama niniek dan gaeknya. Bulir bening luruh dari kedua sudut matanya. Mita sedih kenapa dia ditinggalkan seorang diri di rumah gadang Niek Biku. Apakah Mami sengaja meninggalkannya di sana? Hati Mita terus berkecamuk, dia tidak bisa mengadu karena takut. Hanya air mata yang berbicara saat ini.


"Mitaaa ....! Manga (mengapa), Kau menangis lagi?!" bentak Niek Malik disela makannya.


"Niniek indak suka anak yang cengeng!" Niek Malik kembali menatap tajam ke arah Mita. Gadis cilik bermata jeli itu seketika menunduk takut.


"Jawab Mita!" kini Niek Malik berteriak. Membuat Mita tersentak kaget.


"Mita ... Mita rindu sama Mami dan Bapak, huuu ... hu ... huuu ....," isak putri sulung Pak Malik.


"Sudah ... jangan Kau menangis lagi! Nanti Gaek Malik akan mencari tahu di mana mereka." Wanita tua berwajah tegas itu berusaha menenangkan hati Mita.


Walau bagaimanapun, sesungguhnya di dalam hati kecilnya saat ini, dia pun sangat khawatir dan mencemaskan nasib Malik cucunya. Ia masih menyalahkan Roslaila, seandainya dia tidak meminta untuk melahirkan di sini, sudah pasti cucunya tidak akan ikut terlibat dengan kekacauan yang sedang menimpa tanah nagari ini.


"Sudah! Jangan menangis lagi. Sekarang bantu niniek membereskan semua makanan dan pinggan (piring) kotor ni. Sudah tu Kau cuci semuanya di pincuran belakang rumah!" perintah Niek Biku sambil menujuk piring kotor yang telah ditumpuk menjadi satu.


"Tapi, Niek ... Mita belum bisa mencuci piring," jawabnya lirih.


"Kau lihat saja dulu cara niniek membersihkannya," sahut Niek Malik.


Mita mengikuti Niek Malik berjalan ke belakang, sembari membawa tumpukan piring kotor. Gaek Malik asyik menghisap rokok yang baru saja diracik dan dilinting sendiri olehnya. Asap putih tampak bergulung-gulung di udara saat Gaek Malik menghembuskannya perlahan dari mulutnya.


Mita dengan cepat mencontoh yang diajarkan oleh Niek Malik saat mencuci piring dan peralatan masaknya. Dia merasa lebih senang mencuci piring dibandingkan menggiling cabe hingga halus sebiji-bijinya. Saat mencuci piring gadis itu bisa sekalian bermain air di pincuran.


Mita gadis cilik yang cerdas. Dia sangat cepat belajar dari Niek Malik tentang apa saja, terutama soal pekerjaan rumah dan membantu memasak.


Menjelang sore Mita melihat Niek Malik meletakkan sebuah piring berisi nasi yang ditaburi ikan teri diletakkan di serambi depan rumah panggungnya. Seketika rasa lapar di perutnya kembali meronta. Nasi itu masih mengepulkan uap pertanda baru selesai ditanak.


"Niek, itu nasi untuk siapa? Bolehkah Mita makan?" tanya gadis cilik itu dengan lugu. Ya, tadi siang dia memang masih lapar sebenarnya.


"Hush ... tidak boleh! Jangan sembarangan Kamu ya. Awas jangan sekali-kali menyentuh nasi ini!" gertak Niek Malik. Mita hanya mengangguk dengan wajah kecewa.


Matahari mulai berlabuh ke peraduaannya, senja sebentar lagi menghampiri.


"Mita! Seharusnya selepas Maghrib Kau ke surau untuk mengaji. Tapi kini situasi belum aman di luar sana. Kau mengaji di rumah saja dengan Niniek," ucap Niek Malik saat bersiap untuk Sholat Maghrib bersama Mita. Gadis cilik itu hanya mengangguk. Gaek yang biasanya ikut Sholat Maghrib di surau, kini memilih sholat di rumah saja.


Selepas Sholat Maghrib Mita mengaji sampai waktu Isya, lalu Sholat Isya berjamaah lagi. Setelah itu mereka kembali makan malam bersama. Lagi-lagi nasi untuk Mita dibatasi, Niek Malik hanya mengambilkan sedikit saja untuk putri cucunya itu.


Mita merasa heran, kenapa Niek Malik begitu pelit memberikan nasi untuknya. Sedangkan dia meletakkan nasi teri di serambi tanpa tahu untuk siapa. Hanya tergeletak begitu saja di teras rumah panggung itu.


Suara serangga mulai meramaikan suasa malam itu. Mita tidur bersama Niek Malik. Sedangkan suaminya tidur di kamar sebelah. Perut Mita yang masih terasa lapar itu, membuat dia belum bisa tertidur. Namun karena takut dimarahi Niek Malik, dia hanya pura-pura memejamkan matanya.


Malam kian larut, ketika tiba-tiba Mita dikejutkan oleh suara aneh yang berasal dari dinding rumah papan yang dari luar dilapisi oleh anyaman dari bambu. Seperti ada sesuatu yang menggaruk-garuk anyaman bambu itu. Suaranya cukup jelas, jika manusia tidak mungkin sampai menimbulkan bunyi seperti itu. Namun jika binatang, semisal kucing, pasti suaranya juga tidak akan sekeras itu. Suara garukan itu pasti berasal dari kuku binatang yang besar dan tajam. Mita tiba-tiba teringat cerita Lizar temannya, tentang bapaknya yang berkawan dengan harimau. Apakah yang tengah menggaruk dinding rumah Niek Malik itu adalah harimau teman bapaknya itu?


Suara garukan kuku tajam itu terus terdengar, membuat gadis cilik itu semakin takut.


"Niek ... Niek ... bangun Niek!" Mita memberanikan diri menggoyang-goyang tubuh Niek Malik agar segera terbangun.


"Hem ... ada apa Mita?" tanya Niek Malik masih dengan mata terpejam dan tidur memunggungi Mita.


"Niek suara apa itu di dinding luar rumah Niniek?" tanya Mita dengan perasaan yang campur aduk.


"Bukan suara apa-apa! Sudah diamlah dan tidur! Besok pagi Kau akan dapat banyak tugas dari Niniek!" Wanita tua itu seakan tidak terusik oleh suara garukan yang terus menerus itu.


Akhirnya Mita hanya bisa diam dan pasrah. Telinganya terus menangkap suara aneh yang baru pertama kali ini didengarnya.


***


Sementara di tangah padang. Roslaila pun belum bisa memejamkan matanya. Dia masih menyusui bayinya. Di kejauhan terdengar suara binatang hutan yang meriuhkan malam.


"Oouu ....! Oouu ....! Oouu ....!" Suara Siamang terdengar melengking dan bersahut-sahutan tanpa henti. Kadang sesekali terdengar pula lolongan Anjing di kejauhan. Membuat suasana terasa mencekam di sana.


Roslaila baru pertama kali tidur di tangah padang, dia berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Mencoba berdamai dengan ramainya suara yang terdengar menakutkan itu. Namun tiba-tiba ada suara yang lebih menakutkan lagi dari itu, membuat seluruh tubuhnya menegang dan napasnya tercekat di tenggorokan. Ekor matanya menyapu seluruh ruangan, semua orang tampak telah tertidur pulas karena kelelahan. Ia menyadari hanya dirinyalah yang mendengar suara itu.



"Masih jauh tidak?" 



"Sepertinya sebentar lagi kita sampai Pak."



"Padang ini cukup luas juga, sial banyak nyamuk yang memggigitku!"


Roslaila mendengar suara-suara laki-laki yang tengah bercakap-cakap. Suara itu terdengar agak jelas karena mereka seperti berteriak-teriak di antara padang rumput yang luas itu.


"Ya Allah ... siapakah mereka? Bagaimana ini? Apakah mereka orang-orang yang sama waktu di malam itu di rumah Niek Biku? Dan juga orang-orang yang telah membakar rumah ande? Jantung Roslaila berdegup semakin kencang. Dia mulai panik dan bingung harus melakukan apa. Bagaimana jika mereka menemukan pondok ini?


Bersambung


Suara apakah itu? Yuk ikuti terus kisah ini.

", ]; document.getElementById( "render-text-chapter" ).innerHTML = `

${myData}

`; const myWorker = new Worker("https://kbm.id/js/worker.js"); myWorker.onmessage = (event) => (document.getElementById("render-text-chapter").innerHTML = event.data); myWorker.postMessage(myData); -->
Komentar

Login untuk melihat komentar!