Janda Samping Rumah
(6)
"Sayur!! Yur sayurrr," tukang sayur lewat, dan baru hari ini aku melihatnya.
"Ma, mau beli sayur tidak?" Tanyaku yang sedang ngopi di teras depan.
"Iya Pa," jawabnya.
"Sayur Kang!" Teriakku.
Sontak si tukang sayur langsung berhenti dan Emi juga langsung keluar untuk belanja, sedangkan dari tadi aku tidak melihat Ridho.
"Cari sayur apa Mi?" Tanya istriku dengan ramah.
"Cari kangkung, tapi kayaknya habis deh," jawabnya.
Aku bisa mendengar percakapan mereka karena memang tukang sayur berhenti tepat di depanku.
"Iya kangkungnya lagi kosong," kata tukang sayur.
Emi dan Juleha terlihat serius memilih cabe dan bawang, juga sayuran yang ada. Tiba-tiba Mbak Titin datang dengan memakai baju kaos dan bawahannya hanya di lilitkan kain jarik.
"Selamat pagi Kang Musa, pagi juga Bang Danu," ucap Mbak Titin centil.
"Kalau kamu tinggal disini harus banyak-banyak istigfar," ujar Emi pada Juleha.
Aku yakin Juleha pasti langsung mengerti dengan apa yang di ucapkan Emi, tapi aku tidak menggubris ucapan Mbak Titin.
"Kenapa Mi?" Tanya Mbak Titin dengan logatnya.
"Cuaca panas kayak ada setan," ujar Emi.
Aku sampai tak percaya Emi akan bicara seperti itu di depan Mbak Titin, tapi mungkin itu sudah di anggap biasa disini.
Tiba-tiba Ridho datang duduk di dekatku dengan membawa kopi yang dia bawa dari rumah.
"Memang kalau bisa mereka diawasi, kalau tidak bisa bisa mereka bertengkar, hahaha," bisik Ridho lalu tertawa.
"Bang Ridho makin ganteng aja, sudah lama tidak lihat kemana saja?" Tanya Mbak Titin.
"Tidak usah gangguan suami orang! Kalau tidak ini terong masuk kedalam mulutmu!" Ujar Emi.
Emi sangat buru-buru mungkin malas jika harus bertemu dengan Mbak Titin.
"Kasar banget jadi wanita, seperti saya dong lemah lembut," ujar Mbak Titin.
"Berapa Kang semuanya?" Tanya Emi.
Entah berapa aku tidak mendengarnya jang pasti Emi sudah membayarnya dan langsung pergi.
"Ayo Bang Masuk! Saya bawa suami saya dulu ya Bang Danu," ujar Emi padaku, lalu dia menarik tangan suaminya.
"Terkadang saya bingung dengan tingkah Emi, sama suami kok galak banget," ujar Mbak Titin.
"Mbak sih gangguin," kata Kang sayur.
"Enak saja, sejak kapan saya gangguin pan dari tadi juga saya di sini!" Kata Mbak Titin.
Semuanya diam tak menggubris ucapan Mbak Titin, Juleha juga cepat-cepat belanja dan masuk ke rumah. Aku mengikuti Juleha dari belakang.
***
Jam 08.30 aku sudah bersiap untuk kerja, aku memutuskan untuk tidak buka terlalu pagi.
Troli bengkel sudah aku buka, dan mempersiapkan semuanya. Satu persatu pelanggan datang untuk menservis.
"Dari mana Bang?" Tanyaku pada lelaki yang umurnya tak jauh dariku.
"Ini saya dari pagi cari rumah si Titin enggak ketemu, eh malah dapat alamat palsu," grutunya. Dia kemari ingin membetulkan motornya yang mogok.
Apakah Titin yang di maksud adalah tetangga samping rumah?.
"Ada apa Bang?" Tanyaku basa-basi.
"Sudah 3x minta kirim duit, pas di tagih malah ngilang mana jumlahnya lumayan lagi tuh," jelasnya.
Aku tak melanjutkan bertanya dan fokus membetulkan motornya yang mogok, seperti dia akan buru-buru mencari Titin yang di maksud.
'Minta kirim duit? Cuma-cuma atau ada embel-embel nya ya?' gumamku dalam hati.
Orang itu masih berusaha menelepon wanita yang dimaksud, kamu dia terlihat sangat kesal karena nomornya selalu tidak aktif.
"Tadi aktif, sekarang sudah tidak aktif lagi! Di sekitar sini ada yang namanya Titin tidak ya?" Tanyanya.
"Ada fotonya tidak Bang?" Tanyaku.
"Ada, tunggu saya cari dulu," katanya.
"Aduh! Fesbuk saya di blokir lagi, mana di galeri tidak ada fotonya," gumamnya.
"Kalau gitu ciri-cirinya aja," kataku.
Dia sedikit kebingungan saat aku menyuruhnya menyebutkan ciri-cirinya.
"Ya kalau difoto orangnya putih mulus, rambutnya panjang hitam berkilau, jujur sih sebelum pernah melihatnya langsung," jelasnya.
Aku jadi bingung dengan ciri-ciri yang ber sebutkannya, hanya bilang kulitnya putih dan berambut panjang hitam, kuntilanak pun memiliki ciri-ciri seperti itu.
Kasih komen dan like ya biar makin semangat up bab berikutnya ❤️