"Astaga, cantik sekali. Apakah aku sedang melihat sesosok bidadari?" tanya hati Clarissa.
"Maaf, Mbak?" sapanya lagi.
Clarissa sempat terbengong dan bingung harus menjawab apa karena Iya belum memikirkan alasan dirinya datang ke sini.
"Oh. Euh, iya, Mbak. Saya tadinya mau cari tahu info tentang belajar Al-Quran di sini," ucap Clarissa kemudian.
Lalu dengan wajah sumringah gadis berjilbab hitam itu kemudian berkata, "Oh Mbak ingin belajar Alquran di sini?"
"I... iya, Mbak. Itu maksud saya tadi. Saya ingin belajar al-quran di sini."
"Oh, kalau begitu, ayo, Mbak kita masuk dulu. Nanti saya berikan informasi lengkap mengenai belajar al-quran di sini, " ajak si gadis jilbab hitam ramah.
"Oh, iya Mbak. Tapi ... apa saya boleh masuk? Saya 'kan tidak memakai kerudung."
"Oh, tidak apa-apa, kok, Mbak. Ayo, silakan!"
Akhirnya Clarissa menuruti gadis itu dan berjalan mengikutinya. Tiba di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, Clarissa dan gadis itu kemudian memasukinya.
"Silakan, duduk dulu, Mbak."
"Oh, ya, terima kasih."
Dengan sedikit ragu, Clarissa duduk. Sementara itu, si gadis jilbab hitam mengambil segelas air putih dan menyodorkannya kepada Clarissa.
"Ayo, silakan diminum dulu. Sebentar saya ambilkan selebarannya dulu."
"Oh, iya, Mbak." Sambil menunggu, Clarissa meneguk air dari gelas, lalu melihat-lihat isi ruangan yang tidak luas itu. Hanya ada bangku panjang dan meja di bagian tengah, sedangkan di sudut ruangan terdapat meja dan bangku kerja. Di sebelahnya ada lemari buku. Di situlah sang gadis sedang mencari selebaran yang dimaksud.
Setelah mendapat apa yang dicari, gadis jilbab hitam kembali duduk di bangku berhadapan dengan Clarissa.
"Ini Mbak selebarannya." Gadis jilbab hitam menyodorkan selebaran kepada Clarissa dan segera diterimanya dengan mengulurkan tangan.
"Kalau boleh tahu, Mbak ini namanya siapa dan dari mana?" tanya sang gadis ramah.
"Oh iya Mbak. Nama saya Clarissa. Saya dari Jagakarsa. Umm ... kalau Mbak, namanya siapa?"
"Saya Aisyah. Saya salah satu pembelajar di lembaga ini," jawab Aisyah dengan senyum mengembang.
Clarissa seketika merasa terperanjat. "Aisyah? Apakah gadis cantik nan lemah lembut serupa bidadari ini adalah Aisyah Zayyana Mumtazah? Perempuan yang dijodohkan dengan Sadam?" Tanya hati Clarissa.
Dalam beberapa jenak, Clarissa tampak masih terbengong. Sulit untuk bisa percaya jika gadis manis yang membuatnya merasa begitu nyaman itu adalah rivalnya.
"Oh, iya Mbak. Boleh tahu nama lengkap Mbak? Apakah nama Mbak Aisyah Zayyana Mumtazah?"
"Oh iya betul Mbak. Saya Aisyah Zayyana Mumtazah. Mbak sudah tahu tentang saya, ya? tanya Aisyah kembali memperlihatkan barisan gigi putihnya yang rapi.
Clarissa benar-benar terperenyak. Siapa sangka, gadis manis itu adalah rivalnya. Orang yang seharusnya menjadi sasaran balas dendamnya. Bagaimana ia bisa semanis itu?
"Oh, iya. Saya sempat tahu dari informasi di media sosial yang saya dapatkan mengenai lembaga belajar ini. Bagaimana Mbak bisa bilang salah satu pembelajar di sini. Bukannya, Mbak adalah salah satu pengajar?" tanya Clarissa berubah sinis.
"Oh begitu. Iya. Tapi sebenarnya, saya pun masih banyak belajar di sini. Jadi, bisa dibilang, kita belajar bersama-sama."
"Oh, begitu," gumam Clarissa sambil berdeham.
"Oya, untuk informasi lebih jelas, Mbak bisa bawa selebaran ini untuk bisa melihat jadwal belajar belajarnya juga. Nanti kalau ada yang ingin ditanyakan, Mbak bisa tanyakan kepada saya. Tak perlu sungkan ya, Mbak," kata Aisyah lembut.
"Hm, iya. Nanti kalau jadi daftar, saya akan kembali lagi ke sini. Boleh minta nomor hape Mbak?"
"Oh, tentu saja, boleh!" Aisyah kemudian menyebutkan nomor ponselnya. Mereka pun kini saling menyimpan nomor ponsel masing-masing.
Setelahnya, Clarissa pamit dan segera meninggalkan tempat itu dengan perasaan tak menentu.
Hatinya benar-benar merasa tak keruan mendapati kenyataan betapa cantiknya gadis yang dijodohkan dengan Sadam itu.
"Pantas saja kamu sampai tega meninggalkan aku, Dam. Rupanya kamu dijodohkan dengan perempuan yang begitu cantik dan menawan. Heh, lihat saja nanti. Aku akan buat perhitungan kepada kalian berdua," gumam hati Clarissa diliputi amarah yang hampir meledak.
Dukung terus cerita ini, ya ^^
"Hm, iya. Nanti kalau jadi daftar, saya akan kembali lagi ke sini. Boleh minta nomor hape Mbak?"
"Oh, tentu saja, boleh!" Aisyah kemudian menyebutkan nomor ponselnya. Mereka pun kini saling menyimpan nomor ponsel masing-masing.
Setelahnya, Clarissa pamit dan segera meninggalkan tempat itu dengan perasaan tak menentu.
Hatinya benar-benar merasa tak keruan mendapati kenyataan betapa cantiknya gadis yang dijodohkan dengan Sadam itu.
"Pantas saja kamu sampai tega meninggalkan aku, Dam. Rupanya kamu dijodohkan dengan perempuan yang begitu cantik dan menawan. Heh, lihat saja nanti. Aku akan buat perhitungan kepada kalian berdua," gumam hati Clarissa diliputi amarah yang hampir meledak.
Tiba di rumah, Clarissa langsung masuk kamar. Tak begitu dihiraukan nya lagi pertanyaan sangat bunda. Hatinya terasa nyeri. Kesal bercampur rasa kecewa, membuat air matanya kembali mengaliri pipi.
Aisyah Zayyana Mumtazah. Pantas saja Sadam begitu mudah menyingkirkanku dari hidupnya. Rupanya, gadis itu memang teramat cantik, ramah, dan lembut. Nyaris sempurna. Benar-benar tipe perempuan yang paling membuat iri perempuan lainnya.
"Namun, aku tak akan tinggal diam. Aku akan membuat dia merasakan kekecewaan seperti yang kualami saat ini. Akan kupastikan, kau dan Sadam takkan pernah bisa benar-benar menikah." Gumam Clarissa geram.
Ia menyusun rencana awal untuk mendekati Aisyah dan membuat perempuan itu memercayai dirinya. Jika Aisyah sudah merasa dekat dan percaya kepada Clarissa, pada saat itulah ia akan menusuk Aisyah dari belakang.
Sudut bibir kanan Clarissa terangkat. Ia mengangguk-angguk, merasa rencananya nanti akan berjalan sempurna.
"Hah? Ada tes mengaji?" tanya Clarissa dengan alis bertaut. Ia baru saja diberi tahu kalau akan ada tes baca Al Quran sebelum nanti masuk kelas untuk belajar di sana.
"Iya. Lebih tepatnya, itu hanya tes penempatan saja, kok. Mbak Clarissa tak perlu khawatir," ucap Aisyah dengan wajah teduhnya.
Namun, Clarissa tetap merasa resah. Sebab, ia belum begitu pandai membaca Al-Quran. Bahkan ia tidak ingat kapan terakhir kali membaca ayat-ayat cinta-Nya itu.
"Oh, begitu. Memang ... tesnya dilaksanakan kapan?"
"Hari ini bisa. Nanti Mbak Clarissa akan menjalani tes bersama calon peserta lainnya. Ada sekitar dua orang lagi yang insya Allah akan dites hari ini," jelas Aisyah.
"Oh, begitu. Iya, baik. Saya akan coba ikut tes hari ini," ucap Clarissa dengan perasaan masih ragu-ragu. Ia sungguh tak yakin akan bisa melewati tes dengan baik.
"Mengapa mau membaca Al-Qur'an saja bisa membuatku panas dingin seperti ini? Huhu, gini, nih, kalau tak pernah belajar apalagi baca Al-Quran. Akhirnya malah merasa resah sendiri ketika harus membacanya," gumam hati Clarissa.
Ia tak henti meremas jemari yang sudah mulai basah oleh keringat.
Setelah peserta lainnya selesai tes, kini giliran Clarissa yang harus menjalani tes. Rasa gugup terasa kian menyergap.
Terlebih, ketika ia mengetahui kalau salah satu pengujinya ternyata adalah Aisyah.
"Mari, silakan masuk Mbak Clarissa. " Aisyah mempersilakan dengan ramah. Perempuan paruh baya yang duduk di sebelahnya, juga melakukan hal yang sama.
Seharusnya, Clarissa merasa nyaman dengan kedua orang yang begitu ramah menyambutnya. Akan tetapi, ia malah merasa semakin gugup saja.
Terlebih, ketika Aisyah mulai membuka halaman mushaf, untuk memilih ayat Al-Quran yang nanti akan dibaca oleh Clarissa.
"Bagaimana, Mbak Clarissa kira-kira sudah siap?" Kembali Aisyah menyunggingkan senyum ramah.
"I, iya. Saya coba, Mbak," jawab Clarissa tak yakin.
"Baik. Silakan Mbak baca surat An Nisa ayat 1-4," ucap Aisyah.
Mata Clarissa sedikit melebar. Rasa gugup kian menguasai dirinya. Bagaimana tidak? Membaca surat pendek saja, dia sudah lupa. Sudah terlalu lama tak pernah lagi. Lalu, kini dia malah disodorkan surat panjang yang selama ini belum pernah ia baca?
Ia bertanya-tanya dalam hati, sanggupkah ia membaca surat yang masih begitu asing baginya?
**
Jangan lupa subscribe, love, dan beri komentar di setiap bab cerita ini, yaa... 😊
***
Kunjungi juga cerita saya lainnya:
1. Bukan Salah Jodoh
2. Mengapa Aku Selalu Dibedakan
3. Dinikahkan Sejak Kecil
4. Pengantin Ramadhan
5. Bunga yang Terenggut Paksa
**
Jangan lupa subscribe, love, dan beri komentar di setiap bab cerita ini, yaa... 😊
***
Kunjungi juga cerita saya lainnya:
1. Bukan Salah Jodoh
2. Mengapa Aku Selalu Dibedakan
3. Dinikahkan Sejak Kecil
4. Pengantin Ramadhan