baju lebaran
BUKAN ISTRI CELAMITAN 2




Hari ini adalah hari terakhir aku bekerja. Besok mulai libur sampai habis lebaran. Aku yang baru saja akan menyalakan mesin mobil, tiba-tiba ponselku berdering dan nomor Anna yang menelponku. 

"Hallo."

"Bang, minta tolong--"

"Buruan ngomong, gak usah bertele-tele," kataku memotong pembicaraan.

"Beliin sop buah, ya ... untuk--"

Aku langsung mematikan telpon sebelum dia menyelesaikan perkataannya. Tanpa harus aku tunggu hingga selesai juga aku sudah tahu kemauannya.

Dasar tukang minta, tahu aja dia kalau hari ini aku dapat THR. Pake minta dibeliin sop buah segala lagi, kayak yang puasa saja. 

Karena barusan aku baru gajihan dan dapat uang THR juga, aku berniat akan pergi belanja baju lebaran untukku dan Ibu. Ibu pasti senang kalau aku memberikannya gamis baru juga mukena baru buat sholat idul fitri nanti. 

Tanpa menunggu lagi aku langsung tancap gas pergi ke sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. 

Setelah sampai, aku mencari gamis dan mukena buat Ibu. Setelah dapat, ini giliranku mencari baju untukku. 

Satu potong kemeja, satu potong kaos sudah aku dapatkan. Selanjutnya mencari bawahan. Celana jeans dan satu celana katun aku ambil untukku, tidak lupa juga membeli celana kerja serta sepatu buat aku bekerja nanti. Biar aku tambah tampan dan keren. 

Setelah puas berbelanja, aku pulang, karena waktu buka puasa semakin mendekat. 

Mobil yang aku tumpangi masuk ke halaman rumah yang aku dan keluarga kecilku tinggal. Aku mengernyitkan kening saat seorang wanita dengan menggendong bayiku sedang berdiri menyambut kepulanganku. 

Anna, tak biasanya jam segini dia sudah santai dan terlihat sedikit cantik dari biasanya.  Biasanya, saat aku pulang, dia akan terlihat masih kumel dengan daster kebanggaannya. 

"Itu, Ayah pulang," ujar Anna saat aku membuka pintu mobil. 

Aku mendekatinya, sudah tidak bau amis ASI seperti biasanya. Itu artinya, dia sudah mandi. Tumben sekali. 

Aku mencondongkan tubuhku lalu mencium singkat pipi putraku yang cuby. 

"Ayah, belanja?" tanya Anna saat melihat tanganku penuh dengan paperbag. 

"Hmm." Aku pun langsung masuk ke dalam rumah. 

Saat akan masuk ke kamarku, aku dikagetkan dengan kedatangan seorang wanita paru baya yang telah melahirkanku dua puluh tujuh tahun yang lalu. Ibu, dia baru saja keluar dari dapur. 

Pantas saja Anna sudah santai, ternyata dia mempekerjakan Ibuku untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dasar istri tidak tahu malu. Orang tua malah dijadiin babu sama dia. 

"Alan, sudah pulang kamu?" 

"Sudah, Bu. Ibu sudah lama di sini?" tanyaku seraya mencium tangan Ibu. 

"Tadi siang Ibu ke sini," ujarnya. Sekarang mata Ibu mengarah pada belanjaan yang aku bawa. 

"Kamu belanja, Lan?" tanyanya lagi. 

"Iya, Bu. Ini ... aku juga beliin Ibu gamis sama mukena baru." Aku menyerahkan dua paperbag ke tangan Ibu. 

Wajah tua Ibu terlihat senang, dia membuka satu persatu isi dari kantong tersebut.

"Bu, Alan ke kamar dulu, ya mau mandi," ujarku. Ibu mengangguk dan aku masuk ke kamarku. 

Setelah selesai mandi, aku keluar dari kamar mandi dan ternyata sudah ada Anna yang sedang menidurkan Syakir di kasur bayinya. 

"Abang belanja banyak sekali," ujarnya dengan membuka satu persatu barang belanjaanku.

"Itu yang aku butuhkan." 

"Abang tidak membeli baju buat Syakir?" Aku yang tengah memakai baju langsung menoleh melihatnya. 

"An, Syakir itu bayi, mau dia pakai baju lebaran, baju taun baru, atau baju baru lainnya,  tetep saja dia tidur, gak akan ngaruh baju baru atau lama buat bayi seumuran dia," ujarku kesal. 

Untuk apa beli baju baru buat bayi. Atau, dia pikir aku akan membelikan baju buat dia begitu? Ah, untuk memilihnya saja aku malu. 

"Kamu pikir aku akan membelikan baju untukmu, iya? Aku gak tahu ukuran bajumu, lagipula malulah aku nyari baju wanita big size begitu." 

"Aku gak minta baju baru, Bang."

"Ya, baguslah. Lagian kamu mau kemana emang, cuma diem di rumah doang," ujarku lalu meninggalkan Anna yang masih diam membisu. 

Aku menghampiri Ibu yang masih melihat-lihat gamis serta mukena renda yang aku belikan tadi. 

"Ibu suka tidak?" Ibu menoleh dan tersenyum. 

"Suka, Lan. Terimakasih, sudah membelikan ini untuk Ibu," ujarnya tulus. 

"Sama-sama, Bu. Ibu 'kan orang tua, Alan satu-satunya, jadi sudah kewajiban Alan, buat bahagiain Ibu."

Ah senang sekali rasanya menyenangkan hati orang yang kita sayang. 

"Anna, kamu belikan juga, 'kan?" tanya Ibu. Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. 

"Kamu tidak memberikan baju buat istrimu, Lan?" cecar Ibu. 

"Bukan tidak mau, Bu. Alan tidak tahu ukuran yang muat buat dia. Ibu bisa liat sendiri, 'kan sekarang badannya segede apa?" Aku membela diriku sendiri. 

Memang benar, selain tidak ingin membelikan untuk Anna, aku juga tidak tahu ukuran baju dia. Dulu berat badannya hanya empat puluh lima kilo. Dan kemarin waktu hamil sembilan bulan, timbangannya menjadi enam puluh kilo. Menakjubkan, drastis sekali naiknya. 

"Kamu itu gimana, Lan. Ibu kamu belikan, tapi istrimu kamu abaikan? Astaga ... suami macam apa kamu, ini?" 

"Sudah Alan bilang, Alan tidak tahu ukuran baju dia."

"Mukena kamu belikan?"

Aku menggeleng. 

Tak! Ibu memukul kepalaku dengan remot tv yang ia pegang.

"Dasar suami edan, mukena 'kan tidak pakai size, kenapa tidak kamu belikan juga?" tanya Ibu lagi. Kini matanya mulai keluar. 

"Anna, gak akan ikut sholat ied, Bu. Gak perlulah, mukena baru," ucapku melakukan pembelaan. 

Aku tidak salah, 'kan. Dia punya bayi kecil, jadi akan diam di rumah, tidak akan pergi ke mesjid. 

"Emangnya, dia sholat setahun sekali? Dia sholat tiap waktu. Dan Ibu liat, mukenanya sudah lusuh, itu pasti mukena yang jadi mahar dulu waktu nikah dari kamu 'kan?"

Aku mengangguk lagi. 

"Sana, ajak istrimu belanja keperluannya. Biar Ibu yang jaga Syakir di sini," suruh Ibu. Aku menghela napas berat. Keluar bareng Anna? Ah, ini yang paling aku hindari. 

Kalau seandainya teman-teman kantorku lihat, bisa malu aku. Aku jalan sama istri yang g*ndut. 

"Besok saja, lah Bu. Sekarang udah mau buka puasa, aku juga harus tarawih." Aku mengelak pada Ibu. Mudah-mudahan Ibu bisa memakluminya. 

"Besok, janji ya, harus pergi belikan Anna baju lebaran dan keperluannya."

"Iya."

Si*l, Anna pasti sengaja menyuruh Ibu datang kemari agar dia bisa ada yang belain. Lihat saja, kau Anna. Kau akan menerima perhitungan dariku. 




Bersambung.. 


Komentar

Login untuk melihat komentar!