Menikahlah Denganku
Subs dan love dulu yuk kak 🙏🏻🙏🏻

“Ini tehnya sayang,” Bas meletakkan secangkir teh di atas meja teras. Tepat di samping meja itu, istrinya duduk di atas kursi roda.

“Terimakasih Bas, seharusnya aku yang membuatkanmu teh,” Amanda tersenyum namun terlihat rona kesedihan di matanya. Ia ingat, dulu setiap sore ia akan menyambut kepulangan Bas dengan secangkir teh dan sepiring pisang goreng. Semenjak sakit, tubuhnya semakin lemah, ia jadi mudah capek dan lebih banyak menghabiskan waktu beristirahat. Kalaupun ingin memasakkan sesuatu untuk suaminya, ia hanya sebatas mengarahkan dan mbok Nem-lah yang mengeksekusi. Pernah suatu hari ia ingin membuatkan minuman untuk Bas, kecelakaan kecil terjadi, air panas yang seharusya ia tuang ke cangkir malah membasahi kakinya. Semenjak itu Bas melarang istrinya membuat sesuatu di dapur kalau tidak ada yang mendampingi.

“Kenapa harus begitu?” Bas mengambil posisi duduk di satu sisi meja lainnya lalu menengguk tehnya.

“Karena aku istrimu.”

“Kau meremehkanku ya, kau anggap aku tak bisa membuat teh seenak buatanmu?”

Amanda tertawa kecil mendengar suaminya berseloroh. Ia lalu meneguk teh buatan suaminya.

“Teh buatanmu tentu saja enak,” katanya sambil tersenyum memandang suaminya.

“Tentu saja, kau tidak akan menemukan teh seperti ini dimanapun. Ada satu resp rahasia di dalamnya.”

“Apa itu Bas?”

“Cinta,” jawab Bas sambil menatap dalam istrinya. Amanda tertawa mendengar gombalan suaminya. Dari dulu, Bas selalu romantis.  Semenjak Amanda sakit, ia jauh semakin romantis. 

“Terimakasih Bas, kau selalu membuatku bahagia,” satu tangan Amanda mengusap pipi Bas.
Bas mengeggam tangan istrinya, “Kau juga Amanda. Aku selalu bahagia bersamamu.”

“Tapi Bas, ada sesuatu yang membuatku gelisah belakangan ini.” Amanda menarik tangannya.
Bas menatap Amanda serius, sungguh ia tak mau ada hal yang mengganggu istrinya, “Apa itu sayang?”

“Bas, aku ingin tanya, menurutmu, bagaimana Ayana?”

“Ayana? Kenapa kau tanya padaku? Aku hanya bertemu dia sebentar, sebelum berangkat dan saat pulang kantor. Ceritakan padaku, apakah dia merawatmu dengan baik? Kalau tidak biar kupecat dia sekarang juga!”

Amanda tertawa melihat sifat Bas yang berlebihan, “Haha Bas, kau ini berlebihan sekali. Ayana merawatku dengan baik, sayang. Tadi dia belajar membuat roti canai kesukaanmu.”

Bas berdecak, “Belajar masak, belajar ngaji, belajar merawat tanaman, dia pikir rumah kita tempat kursus apa?” katanya kesal. “Biar kutegur dia besok, tugasnya merawatmu di sini, malah merepotkanmu dengan minta diajarin ini itu.” Bas meneguk tehnya lagi.

“Jangan Bas. Aku menyukainya. Aku senang dia mau belajar dariku. Aku merasa berguna dan dibutuhkan.”

“Kau bicara apa Manda? Selama ini aku selalu membutuhkanmu.”

“Iya Bas, aku tahu, maksudku aku senang bisa melakukan hal yang berguna untuk orang lain siapapun itu. Kata Pak ustad, ilmu yang bermanfaat itu amalnya tidak akan terputus, meski kita sudah meninggalkan dunia ini.”

Bas menarik napas, dan menghempaskannya perlahan. Dipandanginya istrinya dalam-dalam. “Baiklah sayang, apapun itu asal kau bahagia.”

“Oh ya tadi pagi aku memarahinya lagi. Sudah datang terlambat, pakai acara ngobrol dulu dengan Yudis lama sekali, membuatku kesal saja.”

Amanda tergelak.

“Kenapa kau galak sekali padanya Bas? Anak seusia dia, harusnya masih kuliah dan nongkrong di café bareng teman-temannya. Dia hanya butuh teman ngobrol,” bela Amanda.

“Apa kau… cemburu?” ia mengamati wajah suaminya.

“Cemburu?” Bas tertawa. “Kau aneh sekali Amanda, kenapa aku harus cemburu, aku hanya kuatir dia tidak merawatmu dengan baik.”

“Itulah Bas. Selama ini kau selalu memikirkan siapa yang merawatku, bagaimana denganmu? Siapa yang merawatmu?”

“Kenapa denganku? Aku baik-baik saja, tidak butuh perawat.”

“Bas, dulu aku bisa melayanimu, memasakkan makanan kesukaanmu, merawatmu ketika sakit, menemanimu jalan-jalan dan acara kantor, tapi sekarang…”

“Sayang kau ini bicara apa, kalau soal memasak, sudah ada Mbok Nem. Dan juga ada Yudis yang menemaniku ke mana-mana. Itu cukup.”

“Tidak Bas. Mbok Nem dan Yudis itu beda. Menikahlah lagi Bas, aku ridho.”

“Astaga Amanda, kenapa kau bilang seperti itu.”

“Astaghfirulloh Bas!” Amanda meralat ucapan suaminya.

“Iya, Astaghfirulloh. Tak pernah terbersit sedikitpun di pikiranku untuk menikah lagi.”

“Mungkin kau tidak, tapi aku kepikiran Bas.”
Amanda menggeser posisi kursi rodanya persis di hadapan suaminya.

“Bas, dengar, pasti banyak wanita yang menaruh hati padamu. Setelah aku meninggal nanti, mereka akan berlomba-lomba mendekatimu. Aku takut kau salah pilih istri.

Bas beranjak dari tempat duduknya. Berlutut di depan Amanda seraya menggenggam tangan istrinya erat.

“Amanda, jangan mendahului takdir Tuhan. Jangan memikirkan hal yang belum pasti terjadi.”

“Kematian itu pasti Bas! Entah waktuku tinggal sebentar atau masih lama, aku hanya ingin menjalani hidup dengan tenang, dan aku merasa tenang jika kau menikah lagi dengan perempuan yang tepat Bas.”

“Tidak Manda. Aku sudah berjanji akan setia padamu, aku tidak akan mengingkari itu.”

“Kalau kau setia padaku, menikahlah dengan wanita pilihanku. Menikahlah dengan Ayana.”

******************


Ayana memperhatikan sekeliling ketika sampai di depan rumah Bosnya. Hanya ada Yudis yang sedang mempersiapkan mobil. Segera Ayana menghampirinya.

“Yudis!” Ayana memanggil setengah berbisik, ia takut ketahuan oleh Bas dan dimarahi lagi seperti kemarin.

Yudis menghentikan aktivitasnya membersihkan mobil. Ia menoleh ke arah pemliki suara, “Oh kau Ayana!” ia tersenyum.

Ayana mendekat, “Kau sudah sarapan?”

“Sudah,” jawab Yudis.

“Makan sedikit lagi tak  apa-apa kan,” Ayana mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebelum berangat, ia membeli sebungkus getuk singkong yang dijual tetangga.
Ia lalu duduk di tepi trotoar depan mobil Bosnya, diikuti Yudis.

“Kau datang lebih pagi hari ini Ay?” tanya Yudis sambil menikmati getuk singkong yang dibawa Ayana.

“Ya biar kita bisa lebih lama ngobrol, hehe,” jawab Ayana.

“Dis, boleh kutanya sesuatu?”

“Tanya apa?”

“Nanti sajalah!” Ayana sebenarnya ingin minta pendapat Yudis tentang permintaan Amanda tempo hari, tapi urung ia lakukan. Ia berpikir, mungkin saja Amanda tak serius saat itu. Hanya sedang melankolis saja.

“Ah kau ini bikin aku penasaran saja Ay!”

“Haha tak usah penasaran, aku hanya ingin tanya apakah getuknya enak?”

“Bohong! Ekspresi wajahmu serius sekali tadi!”Yudis tak percaya dengan jawaban Ayana.
Mereka berdua tergelak dan saling melempar candaan, sampai sebuah suara menghentikan tawa mereka.

“Ayana!”
Ayana menoleh, Bas sudah berdiri di sampingnya.

“Kita harus bicara!” Bas membalikkan badan, berjalan ke arah rumah. Ayana mengikutinya.

“Duduklah,” katanya pada Ayana. 

“Amanda mengatakan sesuatu padamu?” tanya Bas ketika mereka berdua telah sama-sama duduk di kursi teras.

“Mengatakan sesuatu?” Ayana balik bertanya, setiap hari tentu saja bos wanitanya itu mengatakan sesuatu padanya, mengatakan apa yang dimaksud Bas? Apa yang dimaksud tentang pernikahan? Ayana menerka-nerka dalam hati.

“Tentang pernikahan. Tentang ia.. ingin aku menikahimu,” jawab Bas sedikit terbata. Ia merasa tak enak hati menyebutkannya.

“Oh i.. iya Pak,” jawab Ayana.

“Kau tahu kan betapa aku mencintai istriku?”
Ayana menelan ludah, “Iya Pak tentu. Bapak tidak mungkin menyetujui kan. Saya pikir ibu juga tak serius mengatakannya.”

“Amanda serius. Dan aku setuju?”

“Ma-maaf. Gimana Pak?” Ayana merasa tak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Menikahlah denganku Ayana, akan aku berikan apapun yang kau minta.” Ayana menatap bosnya tak percaya.

“Kecuali satu. Jangan minta aku mencintaimu!”

Gimana nih mau dinikahin tapi ngga dicintai. Terima jangan? Yuk ramaikan kolom komennya...