Kenyataan

Menit,jam berlalu. Bagas masih di ruang OP. Kinanti menatap dompet dan ponsel Bagas di pangkuan.

               Mendadak pertanyaan tentang kenapa Bagas dan Tantri berada di mobil bersama kembali menyelinap. 

               Kinanti tergerak membuka ponsel,Ia mencari nama Tantri di WA Chat. Kinanti membaca chat terakhir.

             ‘Discovery bagaimana?’Chat Tantri

               ‘Boleh. Ada makan siang apa dekat situ?’ balasan suaminya

               ‘Bandar Jakarta.’

               ‘Cukup tidak waktunya?’

               ‘Kalau kurang kita lanjutkan malam. Jatah kita menempati kamar kan sampai besok siang.’

               Mata Kinanti nyalang, terlalukaget dengan apa yang dibacanya. Ia tergerak membuka galeri. Foto kebersamaan mereka, dalam pose yang selalu mesra. Kinanti menggeser layar. terus turun, dan beberapa foto menghentikan gerakan. Foto pernikahan siri suaminya dan perempuan itu.

               Jantung Kinanti serasa hampir copot, matanya memanas. ia melihat pintu ruang operasi.  kesedihan dan rasa takut kehilangan yang semula menggelayut dihatinya lenyap berganti kemarahan begitu mendapati kenyataan bahwa suaminya tega menikah lagi dibelakangnya.

               “Aku berharap kau mati. Aku berharap kau menyusul perempuan jalang itu. Teganya kau. Apa salahku?”Kinanti beranjak dari bangku tunggu di depan ruang OP. Ia pergi ke toilet dan menumpahkan tangis di depan wastafel.

               Ia menatap cermin, berpikir apa salah dan kurangnya hingga suaminya tega mengkhianatinya. Berselingkuh dengan istri orang tanpa tahu malu.

 

               Bagas ingat apa yang terjadi,mobilnya mengalami pecah ban. Ia kehilangan kendali mengemudi dan menabrak truk di depannya. Sempat Ia lihat tubuh Tantri yang terlempar keluar dari kaca depan. Setelahnya Ia tak mengingat apapun, tak merasakan apapun. Hanya kegelapan. Sempat Ia dengar teriakan petugas ambulance, lalu ucapan salah satu petugas “Penumpang sudah meninggal.”

               Bagas tahu kemungkinan yang dimaksud Tantri. Istri sirinya tak terselamatkan. Tinggal Ia, Ia tak tahusekarang berada dimana. Apa diambang kematian atau masih dalam kondisi sekarat.

               Saat seperti ini, Ia disergap takut. Takut jika harus mati. Kematiannya membawa tumpukan dosa. Istrinya pasti menyumpah nyerapah Ia masuk neraka jika tahu bangkainya. Kalaupun Ia hidup, Ia tak akan punya nyali menghadapi istrinya.

               “Kinan, maafkan aku.seharusnya aku berpikir saat melakukan itu.” Bagas merasakan sesalan.Sama seperti pengecut lainnya ketika berada diambang kematian. 

               Bukankah syahwat membuat manusia tak memikirkan kematian. Jadi kenapa mengaku menyesal saat kematian begitudekat.

               Tuhan, tolong tanyakan padanya kenapa Ia tak mengatakan penyesalan padamu. Mungkinkah manusia bejat masih pantas berada di bumi?

 

         Kinan menyeka air matanya saat terdengar ketukan di pintu toilet.

 “Suami anda sudah dipindahkan ke ICU.” Perawat yang menyusul memberitahu. 

“Iya.terima kasih atas informasinya. Saya akan menyusul ke ICU.” Kinan mencengkram ponsel Bagas.

Jika itu bekas operasi, Ia bukan hanya ingin mencengkram tapi menarik paksa jahitannya supaya suaminya tak lagi punya kesempatan hidup. 

Buatapa hidup kalau membuat sakit hati, buat apa hidup kalau akhirnya menyengsarakan. Kinan benar benar disergap amarah. Ia senang Tuhan menghukum suaminya. Kalau bukan karena kecelakaan itu mungkin ia tak akan pernah tahubangkai yang disembunyikan suaminya

              

               “Untuk sementara saudara Bagas masih harus berada di ruang ICU. Nanti begitu kondisi kritisnya lewat baru bisa dipindah ke kamar rawat biasa.” Dokter menyampaikan.

               “Iya terima kasih dok.” sebenarnya bukan kata terima kasih yang ingin Kinanti katakan. Ia ingin mengatakan, bisakah suami saya disuntik mati? Dia sudah tidak berguna. Tolong suntik mati.

               Namun kata kata itu hanya ada dikepala. Ia tak mungkin mengatakan. Dokter pasti menganggapnya tak waras dan mengira Ia mengincar warisan dari suaminya.

               Kinanti menarik kursi ke sampingbed. Tinggal Ia sendiri yang menemani di ruang ICU. Ia menyentuh tangan Bagas,ingin sekali mencabut infusnya. Tapi nuraninya mengingatkan “Kendalikan dirimu Kinanti. Dia tengah membayar perbuatannya.”

               Kinanti menarik napas dalamdalam, berusaha meredam kecamuk hatinya. Ia berkata pelan “Aku berharap operasinya gagal. Aku berharap kau menyusul Tantri. Ku harap kalian berdua bertemu di neraka.”

 

Menit,jam berlalu. Bagas masih di ruang OP. Kinanti menatap dompet dan ponsel Bagas di pangkuan.

               Mendadak pertanyaan tentang kenapa Bagas dan Tantri berada di mobil bersama kembali menyelinap. 

               Kinanti tergerak membuka ponsel,Ia mencari nama Tantri di WA Chat. Kinanti membaca chat terakhir.

             ‘Discovery bagaimana?’Chat Tantri

               ‘Boleh. Ada makan siang apa dekat situ?’ balasan suaminya

               ‘Bandar Jakarta.’

               ‘Cukup tidak waktunya?’

               ‘Kalau kurang kita lanjutkan malam. Jatah kita menempati kamar kan sampai besok siang.’

               Mata Kinanti nyalang, terlalukaget dengan apa yang dibacanya. Ia tergerak membuka galeri. Foto kebersamaan mereka, dalam pose yang selalu mesra. Kinanti menggeser layar. terus turun, dan beberapa foto menghentikan gerakan. Foto pernikahan siri suaminya dan perempuan itu.

               Jantung Kinanti serasa hampir copot, matanya memanas. ia melihat pintu ruang operasi.  kesedihan dan rasa takut kehilangan yang semula menggelayut dihatinya lenyap berganti kemarahan begitu mendapati kenyataan bahwa suaminya tega menikah lagi dibelakangnya.

               “Aku berharap kau mati. Aku berharap kau menyusul perempuan jalang itu. Teganya kau. Apa salahku?”Kinanti beranjak dari bangku tunggu di depan ruang OP. Ia pergi ke toilet dan menumpahkan tangis di depan wastafel.

               Ia menatap cermin, berpikir apa salah dan kurangnya hingga suaminya tega mengkhianatinya. Berselingkuh dengan istri orang tanpa tahu malu.

 

               Bagas ingat apa yang terjadi,mobilnya mengalami pecah ban. Ia kehilangan kendali mengemudi dan menabrak truk di depannya. Sempat Ia lihat tubuh Tantri yang terlempar keluar dari kaca depan. Setelahnya Ia tak mengingat apapun, tak merasakan apapun. Hanya kegelapan. Sempat Ia dengar teriakan petugas ambulance, lalu ucapan salah satu petugas “Penumpang sudah meninggal.”

               Bagas tahu kemungkinan yang dimaksud Tantri. Istri sirinya tak terselamatkan. Tinggal Ia, Ia tak tahusekarang berada dimana. Apa diambang kematian atau masih dalam kondisi sekarat.

               Saat seperti ini, Ia disergap takut. Takut jika harus mati. Kematiannya membawa tumpukan dosa. Istrinya pasti menyumpah nyerapah Ia masuk neraka jika tahu bangkainya. Kalaupun Ia hidup, Ia tak akan punya nyali menghadapi istrinya.

               “Kinan, maafkan aku.seharusnya aku berpikir saat melakukan itu.” Bagas merasakan sesalan.Sama seperti pengecut lainnya ketika berada diambang kematian. 

               Bukankah syahwat membuat manusia tak memikirkan kematian. Jadi kenapa mengaku menyesal saat kematian begitudekat.

               Tuhan, tolong tanyakan padanya kenapa Ia tak mengatakan penyesalan padamu. Mungkinkah manusia bejat masih pantas berada di bumi?

 

         Kinan menyeka air matanya saat terdengar ketukan di pintu toilet.

 “Suami anda sudah dipindahkan ke ICU.” Perawat yang menyusul memberitahu. 

“Iya.terima kasih atas informasinya. Saya akan menyusul ke ICU.” Kinan mencengkram ponsel Bagas.

Jika itu bekas operasi, Ia bukan hanya ingin mencengkram tapi menarik paksa jahitannya supaya suaminya tak lagi punya kesempatan hidup. 

Buatapa hidup kalau membuat sakit hati, buat apa hidup kalau akhirnya menyengsarakan. Kinan benar benar disergap amarah. Ia senang Tuhan menghukum suaminya. Kalau bukan karena kecelakaan itu mungkin ia tak akan pernah tahubangkai yang disembunyikan suaminya

              

               “Untuk sementara saudara Bagas masih harus berada di ruang ICU. Nanti begitu kondisi kritisnya lewat baru bisa dipindah ke kamar rawat biasa.” Dokter menyampaikan.

               “Iya terima kasih dok.” sebenarnya bukan kata terima kasih yang ingin Kinanti katakan. Ia ingin mengatakan, bisakah suami saya disuntik mati? Dia sudah tidak berguna. Tolong suntik mati.

               Namun kata kata itu hanya ada dikepala. Ia tak mungkin mengatakan. Dokter pasti menganggapnya tak waras dan mengira Ia mengincar warisan dari suaminya.

               Kinanti menarik kursi ke sampingbed. Tinggal Ia sendiri yang menemani di ruang ICU. Ia menyentuh tangan Bagas,ingin sekali mencabut infusnya. Tapi nuraninya mengingatkan “Kendalikan dirimu Kinanti. Dia tengah membayar perbuatannya.”

               Kinanti menarik napas dalamdalam, berusaha meredam kecamuk hatinya. Ia berkata pelan “Aku berharap operasinya gagal. Aku berharap kau menyusul Tantri. Ku harap kalian berdua bertemu di neraka.”

 

", ]; document.getElementById( "render-text-chapter" ).innerHTML = `

${myData}

`; const myWorker = new Worker("https://kbm.id/js/worker.js"); myWorker.onmessage = (event) => (document.getElementById("render-text-chapter").innerHTML = event.data); myWorker.postMessage(myData); -->
Komentar

Login untuk melihat komentar!