Pusat perbelanjaan terlihat sangat ramai, sejak tiba hingga dua jam mereka ada di mall itu Rama tak sedikit pun melepaskan genggamannya dari tangan Ashiqa.
Bukan karena Rama takut Ashiqa khilaf dengan sale-sale yang menggoda kaum hawa tetapi baru kali ini dia berjalan dengan wanita di keramaian, Rama tak ingin Ashiqa terlepas jauh darinya.
“Ram, udah doong … jangan dipegangin mulu, kayak orang pacaran aja deeh.” Protes Ashiqa yang merasa tak leluasa melihat barang-barang karena Rama.
“Ooh jadi gini yang namanya pacaran ? habis ini kita nonton yuuk Sayang … kan kita lagi pacaran!” seru Rama setengah teriak dan sukses membuat orang-orang di sekitarnya melihat ke arah mereka.
“Yaa… Allah … Raaama … norak banget sih kamu? Iiisshhh … ,” dengan bergegas Ashiqa menggeret suaminya menjauh ke tempat yang agak sepi.
Ashiqa memasang wajah cemberutnya dia tahu Rama sedang menjahilinya lagi. Laki-laki itu suka sekali membuat Ashiqa marah-marah.
“Kamu suka banget bikin aku malu yaa?” tanya Ashiqa dengan setengah berbisik namun disertai dengan geraman kesal. Mood belanjanya bisa berantakan kalau begini.
Rama terkekeh tertawa ia menikmati wajah Ashiqa yang terlihat lucu jika sedang kesal seperti itu.
“Aku belum pernah pacaran atau ngedate jadi aku mau pacaran sekarang sama istriku.”
“Tapi gak usah norak begitu juga kali suamiku?” Ashiqa dengan gemas menekankan kata ‘suamiku' yang semakin membuat Rama tertawa lepas.
“Baiklah … sepertinya kamu pernah pacaran sebelumnya yaa?”
Deeeg … pertanyaan itu seperti anak panah yang melesat ke jantung Ashiqa. Sesaat Ashiqa membeku, raut kekesalan di wajahnya memudar. Dia berbalik dan menenteng belanjaannya Ashiqa tidak akan mau menjawab pertanyaan yang membuka lembaran masa lalunya.
“Aku lapar … aku mau makan di food court kesukaanku.”
Rama memandangi punggung istrinya, sekelebat tanda tanya mengisi kepalanya, sikap Ashiqa berubah saat dia melontarkan pertanyaan iseng itu.
Ashiqa menyantap mie ayam favoritnya dengan perlahan. Pertanyaan suaminya sungguh mampu mengubah suasana hatinya. Ingatannya kembali kepada Arkhana, laki-laki yang dia perjuangkan selama ini namun kalah oleh pesona Rama di mata orang tuanya.
Arkhana yang hanya seorang pemuda sederhana, piatu pula yang telah mengisi hati Ashiqa selama dua tahun. Pailit yang tengah ditanggung perusahaan ayahnya membuat ayah Ashiqa berkenalan dengan Rama, laki-laki itu pun setuju membantu perusahaan ayah Ashiqa dan keluar dari kesulitannya. Tetapi Rama akhirnya meminang Ashiqa dan bagi Ashiqa pernikahan ini tak lebih dari balas jasa atas kebaikan Rama.
Ashiqa sudah selesai menyantap makanannya begitu pula Rama yang sudah menghabiskan seporsi nasi ayam bakarnya. Mereka meninggalkan food court itu tiba-tiba Ashiqa menyadari jika dompetnya tidak ada, dia mencari di dalam tas belanjaannya.
“Rama, sepertinya dompetku terjatuh atau tertinggal di food court.” Wajah Ashiqa mulai cemas.
“Baiklah, ayo kita kembali kesana.”ajak Rama dengan lembut namun seseorang datang menghampiri mereka sambil menyodorkan dompet Ashiqa.
“Sepertinya ini milik Nyonya yang tertinggal di meja makan sana.”
“Aah .. iya … ini milik saya terima kasih …,” Ashiqa mendongak untuk melihat siapa yang memulangkan dompetnya itu dan … wajah yang dilihatnya seketika membuat seakan waktu terhenti.
'Arkhana' … sebut Ashiqa di dalam hati.
Ashiqa menatap punggung Arkhana yang berbalik menjauhinya, dia masih sempat melihat sang mantan menghampiri seorang gadis manis yang berada di kursi roda lalu mendorongnya menjauh.
Ashiqa tidak mengenali gadis yang mempunyai senyum semanis wajahnya yang menatap Arkhana lekat-lekat. Ashiqa masih menatapnya hingga Arkhana menghilang di antara pengunjung mall yang ramai.
“Rama, ayo kita pulang, aku capek.” Pinta Ashiqa tanpa menunggu jawaban dari Rama.
Rama hanya mengiyakan dan mengambil tas-tas belanjaan Ashiqa dari genggaman istrinya. Tak diberitahu pun Rama pasti tahu jika Ashiqa sedang dalam suasana hati yang tidak bagus. Raut wajah Ashiqa dan keterkejutan laki-laki yang memulangkan dompet istrinya tergambar jelas jika mereka saling kenal namun enggan menyapa.
“Baiklah, ayo Sayang.” Rama hendak memegang tangan Ashiqa namun perempuan itu sengaja menghindarinya hingga yang ditangkap Rama hanya udara kosong. Rama tersenyum tipis, dia akan mencari cara untuk memperbaiki mood istrinya itu.
Rama hanya mengantarkan istrinya pulang ke rumah kemudian laki-laki itu pergi lagi dengan alasan pekerjaan, Ashiqa tak ambil pusing toh dia saat ini butuh sendiri.
Bahkan kepada bi Sri dia hanya bicara seadanya dan benar-benar tak ingin diganggu. Ashiqa memilih berdiam diri di kamar dan memutar ulang rekaman ingatannya tentang dirinya dan Arkhana. Sementara di luar sana Rama yang sedang duduk di mobilnya memandangi ponsel pintarnya dengan bimbang.
“Ok Google … cara romantis untuk menyenangkan hati istri!” perintah Rama dengan mantap, spontan sopir Rama tertawa kecil kemudian deheman peringatan Rama seketika membungkam tawa sopir pribadinya yang sudah menemaninya sejak remaja.