Tak langsung ke kamarnya saat ia sampai di rumah. Dean memilih naik ke kamar adik bungsunya, Lintang. Dia tadi langsung kabur setelah terjadi prahara di rumah Arya. Kinan dan Tiara ngambek kepada suami-suaminya. Sukurin, salah siapa menantang duluan.
"Dek, udah tidur?" tanyanya setelah mengetuk pintu itu dua kali.
"Belum, Kak." Terdengar jawaban dari dalam.
"Kakak boleh masuk?" tanya Dean lagi.
"Iya, Kak. Nggak dikunci kok."
Dean membuka pintu itu. Melangkah masuk dan duduk di atas tempat tidur Lintang. Melihat adiknya yang masih sibuk belajar di meja belajarnya. "Gimana temenmu?"
Lintang menoleh sebentar. "Iya, udah aku telpon tadi. Katanya juga mau ke toko buku. Udah sampai rumah kalau sekarang."
Dean melongo, tapi dia masih bisa menutupi keterkejutannya. Kok bisa sama begitu. Dia tadi kan hanya mengarang saja.
×××
Ibu Lis dan Om Ded-Ded itu memang orang yang gercep sekali. Kini mereka semua sudah ada di sebuah restoran. Selain untuk makan siang, mereka katanya ingin membicarakan tentang pernikahan.
"Akad aja, Pa, Ma ...." ucap Alya ketika dimintai pendapat konsep seperti apa yang mereka inginkan untuk acara pernikahan.
Dean menyetujuinya seratus persen. Daripada uangnya ia hambur-hamburkan untuk pesta yang tidak berfaedah. Lebih baik untuk bayar kuliah Lintang.
"Kak Dean juga pasti sibuk banget sama kerjaannya. Iya, kan, Kak?" tanya Alya sambil menoleh padanya dan tersenyum manis.
Hohoho, lihatlah bagaimana gadis itu mulai bersandiwara. Kak Dean... Hah, biasanya juga lo gue. Dean lalu menggenggam tangan Alya yang ada di atas meja sehingga para orang tua bisa melihatnya. Pria itu memang sengaja. Dia juga tersenyum menatap gadis yang siang ini memakai terusan bunga-bunga dan outer polos warna plum itu. Rambutnya digerai dengan sedikit sentuhan jepit di atas telinga. Sangat manis sebenarnya. "Aku nggak sesibuk itu kok, Sayang." Lidahnya memang licin sekali.
Alya bergantian menatap tangannya yang digenggam Dean dan juga manik mata pria itu. Sebelum mengangguk dan balas menggenggam tangan Dean dengan tangannya yang bebas, Alya tersenyum lagi. "Kalau gitu... Habis ini nanti kita bisa cari baju dong, Kak."
Sialan. Setelah makan siang ini nanti dia ada jadwal meeting bersama Raka. "Iya, bisa." jawab Dean pada akhirnya. Mereka berdua masih saling berpandangan. Mengirimkan sinyal-sinyal pertempuran lewat tatapan mata. Entah apa yang akan diucapkan Alya setelah ini. Dean tidak bisa menebaknya.
"Lihat kan, Pa. Kak Dean sayang banget sama Al." ucap Alya yang kini gantian menatap ayahnya. Tanpa melepaskan tautan tangan mereka.
Dean ikutan menatap Om Ded-Ded itu. Ada ibunya juga yang terlihat membulatkan mata. Mungkin heran dengan tingkah konyol yang mereka tampilkan.
"Ibu sebenarnya belum percaya kalian udah sedekat ini." ujar Ibu Lis mengutarakan isi hatinya. Menurutnya memang aneh saja kelakuan Dean dan Alya. "Tapi, Ibu seneng kalian bisa cepet begini. Progresnya menjanjikan, ya, Mas Ded." lanjut beliau sambil menatap Om Ded-Ded itu. Antusias.
Om Dedi mengangguk, senyumnya juga sangat lebar. Mungkin beliau juga menaruh harapan besar pada hubungan Alya dengan Dean. "Masalah pesta pernikahan, gedung, catering dan yang lain. Biar Om sama Ibumu yang urus. Kalian persiapkan diri saja."
"Kita akad aja, Pa ...."
"Kita akad aja, Om ...."
Adalah jawaban Dean dan Alya yang begitu kompak. Serempak menolak ide yang membuang-buang waktu itu.
"Lho, nggak bisa. Kamu ini anak perempuan Papa. Papa juga mau gelar resepsi kayak temen-temen Papa." Om Dedi kekeuh dengan keputusannya.
Ibu Lis nampak mengangguk, setuju. "Ibu juga mau undang saudara-saudara Ibu yang dari Wonogiri. Budhe-budhe sama tantemu di sana kan banyak to, Nak. Mosok kita terus yang ke sana kalau ada hajatan. Ibu juga pengen mereka gantian ke sini."
Dean membenarkan ucapan ibunya dalam hati. Memang benar jika mereka lah yang sering ke Wonogiri demi menghadiri undangan pernikahan sepupu-sepupunya.
"Udah, ayo makan. Tangannya dilepas dulu." seru Ibu Lis kemudian. Menyadarkan Dean dan Alya yang ternyata masih saling menggenggam. Dan lihatlah mereka kini yang menjadi salah tingkah.
×
"Turunin gue di depan situ aja."
Dean menoleh ke samping kirinya. Melihat Alya yang menunjuk ke arah pinggir jalan. Mereka pulang berdua dengan dalih akan mencari baju pengantin. Berdua saja karena mereka tak mau diganggu. Pria itu sebenarnya heran dengan maksud Alya, tapi dia menepikan mobilnya juga.
"Gue tahu kalau lo lagi sibuk. Biar gue aja yang cari bajunya. Percaya sama gue, selera gue bagus." ucap Alya seraya melepaskan sabuk pengaman yang membelit badannya. Ia lalu membuka pintu.
Dean mengangguk saja. Toh apa yang dikatakan Alya itu memang benar. Eh, tapi bagaimana bisa gadis itu tahu jika dia sedang sibuk. Apa memang kentara sekali jika dia sesibuk itu?
×
Pukul setengah empat sore, rapat dengan klien besar itu sudah selesai. Raka bilang dia boleh langsung pulang dan tak perlu kembali ke kantor. Katanya si bos itu juga akan langsung pulang. Kangen pada istri dan calon bayi kembar mereka begitu ucapnya. Dean bisa melihat dengan jelas kesombongan itu dari diri Raka. Mungkin senang akhirnya bisa membuat anak dan senang karena bisa mengintimidasinya. Hah, Dean tak ambil pusing. Raka sudah biasa seperti itu. Jika diibaratkan mereka berdua memang seperti anjing dan kucing yang akurnya hanya sesekali. Sabar, sabar, nanti kalau udah waktunya gue tabok lo pakai undangan. Batin Dean santai.
Dean mengemudikan mobilnya ke tempat dimana ia menurunkan Alya tadi. Sandiwara mereka tidak akan apik tanpa acara mengantar pulang. Dean tidak mau membuat Om Ded-Ded itu curiga.
"Lo dimana?" tanya Dean setelah sambungan jarak jauh mereka terhubung. Mereka tadi sudah sempat bertukar nomor telepon.
"Di dalem."
"Di dalem mana, Dodol?" tanya Dean tak paham dengan jawaban Alya yang menurutnya aneh.
"Di dalam hatimu ...."
Pvvtt... Dean langsung membungkam mulutnya untuk meredam tawa. Gadis itu benar-benar unik. "Serius." tukas Dean lagi.
"Ya di dalem butik lah. Lo pikir gue dimana?" sembur Alya dari seberang sana.
"Gue udah di depan. Buruan keluar." sahut Dean sambil menyandarkan punggungnya di kursi kemudi. Ia toleh pintu butik yang masih tertutup.
Terdengar cebikan dari bibir Alya. "Masuk dulu sebentar. Cobain dulu bajunya."
"Katanya suruh percaya aja sama lo. Gimana, sih?"
"Cuma ngepasin doang, Kakak."
Pret, kakak, kakak. Sejak kapan lo brojol dari rahim ibu gue.
×
Api pertikaian kembali akan membara kala mata Dean melihat sepasang baju pengantin warna pink. Sangat indah dan mewah dengan taburan manik-manik atau apalah itu Dean tidak tahu namanya. "Ogah gue pakai baju pink." sergahnya.
Alya cemberut. Ia keluarkan ponselnya dan memperlihatkan gambar dirinya yang tadi sudah mencoba kebaya itu. "Lihatin, aku cantik kan pakai warna pink?"
Dean melirik layar ponsel itu sekilas. Iya, Dean akui Alya memang cantik mengenakan kebaya itu. Tapi, dia tidak mau cantik juga. Dia ini bukan Ara yang menyukai warna pink. "Ganti-ganti, warna putih atau yang lain. Yang netral-netral aja. Gue nggak suka itu."
Bibir Alya makin menekuk ke bawah. Sebal karena pilihannya bertentangan dengan selera Dean. Dia mana tahu jika Dean tidak suka pink. Lagipula pink yang ia pilih bukan warna yang ngejreng, ini soft pink, kalem dan sangat lembut. Pasti akan sangat cocok dengan bunga-bunga warna pastel. "Ya udah, lo aja yang pilih." ucap Alya setengah hati.
×××
Hari demi hari berjalan cepat. Sekitar dua minggu lagi pernikahan Dean dan Alya akan dilangsungkan. Undangan sudah selesai dicetak dan siap disebarkan. Apalah daya Dean dan Alya yang tidak menginginkan pesta pernikahan, Om Dedi dan Ibu Lis sudah mengurus semuanya dengan rapi dan cepat.
Persoalan warna baju pengantin juga sudah terselesaikan. Dean bukan orang yang mudah mengalah dan Alya adalah orang yang malas berdebat dengan orang keras kepala macam calon suaminya itu. Gadis matang berusia 30 tahun itu mengalah saja saat Dean memilih warna putih gading untuk baju pengantin mereka.
Elyas
- Kita udah lama ya nggak futsal
Ada satu pesan masuk dari grupnya, Dean membuka gawainya sembari menggosok rambutnya yang masih basah. Dia baru selesai mandi seusai pulang kerja jam lima sore tadi.
Arya
- (melampirkan foto dua anaknya yang tengah belajar)
- Sibuk 😵
Raka Aditya
- (melampirkan foto USG)
- Baby Jun, otw 🤭
Dean
- Juned?
- 😜😜🤪
Elyas
- 😅😂🤣
Arya
- Junaidi mungkin
Dean
- 😆
Elyas
- Jun dan Jin
Dean
- Kebalik woe 😵
Raka
- Sirik aja lo pada
Elyas
- (melampirkan foto anaknya yang terlelap)
Arya
- Cantik kayak anak gue
Dean
- Kirain cantik kayak bapaknya
Elyas
- Asem
Dean
- 🤣🤣🤣🤣
Raka
- Lo nggak mau ikut kirim foto?
Dean mencebik. Raka memang orang yang suka balas dendam. Ia lalu meraih satu undangan yang besok rencananya akan ia bagikan pada para sahabatnya itu. Dean menarik talinya hingga lipatan kertas itu terbuka. Selanjutnya ia menjepret tepat pada bagian nama pengantin. Setelah itu ia mengirimkannya di grup chat.
Raka
- What???
Elyas
- Lo serius?
Arya
- Nggak salah cetak nama kan?
Raka
- Alya Savira siapa sih?
Elyas
- Iya, belum pernah dikenalin ke kita
Dean
- Halah, lo lo pada mau punya bini juga nggak pernah ngenalin ke gue
- Arya langung dang ding dung
- Elyas maksa anak orang
- Raka.......
- Belagak amnesia dulu
- 😏
Elyas
- Asem
Arya
- Kampret
Raka
- Bangke
Dean tertawa saja sudah bisa membuat mereka semua kesal. Dia lalu keluar dari aplikasi hijau tersebut. Perutnya sudah keroncongan minta diisi. Biarlah para sahabatnya itu baku hantam di layar pesan.
Bersambung.
Buat yg tanya ini di sini Dean umur berapa? Dean umur 32 tahun ya.
Terima kasih.