Aku Tahu Siapa Wanita Selingkuhanmu
Pagi menjelang. Orly keluar dari kamar paviliun, kemudian melihat sebentar ke dapur. Bik Mar dan Bik Sum sedang sibuk menyiapkan bekal sarapan. Sedangkan Jun tertidur pulas di sofa. Orly memilih tetap pergi hari ini. Jadwalnya pagi ini sangat padat. Manager dan juga dua orang asisten pribadinya telah menunggu di mobil.
"Astoge!?! What the??? Muka lo, Orly?!" sambut Davira yang kaget ketika Orly membuka pintu mobil.
Orly hanya memutar kedua bola mata dan juga mengangkat bahunya sebelum duduk di samping sahabat yang merangkap sebagai manager artisnya.
"Ya ampun, Mbak?!" sambung Tara gadis tomboy yang jago menyetir.
"Mbak Orly, kenapa lagi??? Hiks ... Harusnya semalam aku nginep aja di sini ya, Mbak? Jadi Mbak nggak akan ngalamin kejadian kayak gini lagiiii ... hiks," ucap Kimi yang berusaha memeluk Orly.
"Bagusnya kamu nggak nginep, Kim. Bisa kehilangan muka aku kalau sampai kamu lihat kejadian semalam. Sudah nggak usah nangis. Mending kita jalan sekarang, mumpung monsternya masih teler."
Orly Sulistya, seorang presenter berusia tiga puluh lima tahun yang kini sedang naik daun, ia bercermin di dalam kursi penumpang Range Rover yang membelah kota Jakarta. Pagi tadi ia memang sengaja tidak memoles wajahnya. Karena ia tahu, itu akan percuma. Ia perlu penata rias yang sangat mahir untuk menunjang penampilannya.
"Yakin nggak mau ke rumah sakit aja, Mbak Orly?" tanya Tara dari balik kemudi.
"Iya, Mbak? Aku ngeliatnya juga ngilu," ucap Kimi yang duduk di sebelah Tara.
Orly memainkan bibirnya sebentar kemudian melirik ke arah Davira yang duduk di sebelahnya.
"Bukan gue juga kali yang maksa lo buat berangkat pagi ini! Huh, andai ya bisa gue batalin. Pasti gue batalin nih acara talk show. Gue juga ngilu ngeliat pipi lo yang kayak gitu bentuknya." Davira menjawab lirikan Orly sambil bergidik ngeri.
"Bukan salah lo juga, Dav. Gue udah minum obat pereda nyeri kok. Semalem. Satu lagi nanti setelah sarapan. Tuh, Bibik bawain sarapan juga buat kalian," ucap Orly sambil menunjuk ke sebuah tas berukuran lumayan besar yang tadi ia bawa.
"Ngapain sih lo bertahan kayak gini, Orl? Masih banyak laki yang mau sama lo. Jangankan artis, pejabat juga mau sama lo," tanya Davira.
"Buat jadiin gue simpanan maksud lo, Dav?"
"Yakali??? Emang lo tuh duit? Harus disimpan di bank biar nggak diambil orang? Biar berbunga juga sekalian kepala lo? Nggak usah kemakan omongan toxic dari Bastian deh," ucap Davira ceplas ceplos. Paginya benar-benar rusak saat melihat Orly yang muncul dengan wajah babak belur.
Mereka semua yang ada di dalam mobil terdiam sesaat. Davira fokus pada ponsel pintar di tangannya sedangkan Orly larut dalam pikirannya sendiri.
"Gue udah calling Makaroni. Kebetulan dia udah ada di Studio Lima. Ada acara yang bakalan di handle sama tim make up dia, jam sebelas nanti. Dia bilang, dia mau make-up-in wajah lo dulu pagi ini," ucap Davina lagi.
Mobil tiba di halaman Studio Lima, Tara sengaja memilih parkir di tempat yang masih sepi.
"Sarapan di sini aja, Mbak. Kalau di Studio pasti banyak kru yang kepo," ucap Tara.
Mereka semua setuju. Begitu mesin mobil dimatikan, mereka membuka sedikit jendela.
Kimi mengambil sarapan dari Bik Sum dan memberikan bubur yang khusus dibuat untuk Orly. 
Pandangan mereka semua tertuju pada Orly.
"Sakit banget ya, Mbak?" tanya Kimi yang ikut meringis saat melihat Orly memasukkan bubur ke dalam mulut. 
Orly hanya mengangguk dan tersenyum kecut.
"Paksain, Orl. Mau nggak mau. Jadwal lo padat hari ini sampai siang. Yang di bawah jam makan siang udah gue batalin semua," ucap Davira.
Setelah semua selesai, Davira mengantar Orly masuk ke Studio Lima. Ia sengaja memberikan masker dan juga topi kepada Orly untuk menutupi bekas luka yang ada di wajah Orly. Namun, ia tak bisa menutupi cara jalan Orly yang sedikit pincang karena menahan nyeri di telapak kakinya yang terluka. Beberapa kali Davira menarik napas, menahan geram atas kejadian yang menimpa sahabatnya.
Orly masuk ke dalam ruang make-up artis VIP. Mike, seorang laki-laki botak dengan gaya pakaian nyentrik telah menunggu di depan pintu. Setelah mereka semua masuk ke ruangan, Davira segera mengunci pintu.
"Aih!!! Hey, hey, heeeeyyy ... Apa yang terjadi pada wajah cantik ini, Cyiiin? Hastagah ... tega ya. Emang dasar si Bangstian, minta dicabein mukanya yah. Duh, hati kamu terbuat dari apa sih? Kamu tuh bidadari paling sabar dunia akhirat, Cyin," ucap Mike heboh saat melihat wajah Orly di depan meja rias.
"Handle with care ya, Makaroni," pinta Davira.
"Of course dong. Aku selalu melakukan hal itu. Etapi ini parah banget lho, Orl, Dav. Yakin nggak mau ditindaklanjutin?" tanya Mike menatap ke arah Orly dan Davira bergantian.
"Nyonya ini masih mau bertahan katanya," jawab Davira sambil menunjuk ke arah Orly dengan mulutnya.
"Demi apa sih, Cyin? Pasti nggak tidur juga kan semaleman? Duh ada mata panda nih, mata sampai hitam begini," lanjut Mike yang mulai membersihkan wajah Orly.
"Masih ada urusan yang harus gue kelarin sama dia," jawab Orly.
Mike merias wajah Orly dengan perlahan dan teliti. Ia memastikan semua memar dan luka tertutup sempurna.
Davira mendengar suara ketukan pintu. Setelah memastikan penampilan Orly sudah membaik, Davira baru membukanya.
"Mbak Orly ada, Dav?"
"Ada perlu apa, Bet?" tanya Davira.
"Obet ya, Dav? Suruh masuk deh," pinta Orly.
Obet adalah salah satu reporter yang pernah magang di bawah pengawasan Orly. Pemuda berambut lurus sebahu itu menghampiri Orly.
"Eh, Makaroni. Lo udah selesai kan? Sorry nih kayaknya ada yang mau diomongin privat deh antara Orly dan Obet," ucap Davira.
"Halah. Paling juga kalian mau nanya Bangstian sering nginep di mana. Ye kan? Terus, pasti Obet bakalan ngasih tau kalau Bangstian itu suka ke griya tawang di daerah Senopati," jawab Mike.
"Kok lo bisa tau?" sambar Devira lagi.
"Soalnya Mike yang ngasih saya info itu, Mbak Orl. Terus selama satu minggu ini saya ikutin, bener, Mbak. Bang Bas pulang ke situ setiap hari," jawab Obet.
Orly dan Davira saling beradu pandang, kemudian melihat ke arah Mike yang sedang berpose menyombongkan diri.
"Ya emang sih ya, nggak penting juga kan akuh tau dari mana? Etapiiii ... kalian pasti kepo kan itu tempatnya siapa? Yes. Yes. Kepo, yes?" ucap Mike sambil memainkan jemari lentiknya menunjuk ke arah Orly dan Davira secara bergantian.
Orly mendadak berdiri dari kursinya. Informasi inilah yang selalu ia tunggu.
"Siapa, Mike?" tanya Orly lantang.
"Kasih tau, nggak, yes?" jawab Mike sambil memainkan bibirnya.
Davira menghampiri Mike sambil menggemeretakkan jemari tangannya.
"Duh, Davira, jangan kayak preman pasar gitu dong deh mukanya. Plis, Orl. Manager kamuh nih. Mengintimidasi banget. Kayak bodyguard. Hiiiiyy," ucap Mike bergidik ngeri.
"Oke. Iyes. Aku juga mau kasih tau kok. Itu Penthouse-nya Isadora. Produser Eksekutif acara kamuh. Your boss, Orly!!!"
*****
Jangan lupa love, komen dan berlangganan ya.

Komentar

Login untuk melihat komentar!