Hubungan Keluarga yang Menyakitkan
Isadora menatap Orly dari kejauhan. Wajahnya penuh dengan ketidaksukaan. Kemudian ia pun naik ke lantai dua, menuju ruang kerjanya.
Isadora duduk di belakang meja kerjanya. Ia memeriksa beberapa nomor telefon rekan-rekan media digital dan juga lainnya yang bisa ia hubungi untuk diajak bekerja sama. Ia ingin membuat gosip spektakuler di abad ini.
Isadora mengembangkan senyum meremehkan di wajahnya. Kemarin, ia berhasil menghasut Bastian. Laki-laki itu sangat mudah dikendalikan. Tanpa banyak bertanya, Bastian percaya saja bahwa saat ini Orly telah menjadi simpanan seorang pejabat.
Isadora berdiri kemudian berjalan menuju jendela yang menghadap ke studio. Ia melihat kesibukan persiapan acara yang akan dibawakan Orly hari ini. Acara kali ini sengaja ia atur untuk menciptakan opini publik seperti yang telah ia persiapkan.
Senyuman Isadora perlahan menghilang saat pandangannya tertumpu pada beberapa orang yang sedang berjalan di pinggir studio. Ia tahu arah yang dituju rombongan itu. Lantai dua. Tepatnya ke ruang kerjanya.
Halim Sanjaya, pemilik seratus persen saham Studio Lima TV, berjalan tegap diiringi empat orang penjaga dan satu orang asisten pribadinya mulai menaiki anak tangga. Tak sampai lima menit, Halim telah berada di ruangan Isadora.
"Isador!" panggil Halim saat melangkah ke dalam ruangan itu.
Isadora menarik napas kemudian memainkan bola matanya menunjukkan ekspresi enggan untuk bertemu, baru kemudian ia membalikkan badan, menghadap ke arah Halim.
"Papa. Ada apa ke sini?" tanya Isadora sambil maju beberapa langkah menyambut Halim.
Asisten pribadi Halim yang bernama Miracle, segera keluar dan menutup pintu ruang kerja itu.
Halim berjalan melewati Isadora. Ia berdiri di tepi kaca jendela. Kedua tangannya berada di saku celana. Halim menunduk, memandang studio yang sedang hiruk pikuk dengan segala persiapannya.
"Cukup. Sudahi semua tindakanmu, Isador," ucap Halim tanpa menatap ke arah putrinya.
"Tindakan? Tindakkanku yang mana maksud, Papa?" tanya Isadora. Mereka masih saling berpunggungan.
"Jangan sentuh Orly."
"Why? Kenapa? Papa mengkhawatirkannya? Papa mengenalnya?" tanya Isadora.
"Turuti ucapan Papa, Isador!"
"Kalau nggak? Kenapa? Apa yang akan Papa lakukan? Mencoret namaku dari kartu keluarga? Atau dari daftar pemilik perusahaan? Atau mungkin dari daftar ahli waris?" tanya Isadora dengan nada sinis dan menghadap ke arah Halim.
Halim terdiam tak memberi jawaban.
Isadora maju, mensejajarkan posisinya dengan Halim. Mereka kini sama-sama menunduk, memandang ke studio. Terpaku pada satu sosok, yaitu Orly.
"Kemudian Papa akan mengalihkan semuanya pada perempuan itu!" ucap Isadora sambil menyentuh kaca jendela, menunjuk ke arah Orly.
"Papa lebih memilih anak yang lahir dari perempuan yang telah menyakiti hati Mama!" ucap Isadora lagi, intonasi suaranya terdengar pelan tetapi penuh emosi tertahan.
Halim memandang ke arah Isadora.
"Jangan melebihi batas, Isador. Kamu nggak tau tentang semua kejadian yang telah lalu karena saat itu kamu masih terlalu kecil."
Halim menoleh ke arah Isadora. Isadora memberikan tawa sinis sebagai jawaban.
"Papa sudah memperingatkan kamu. Jadi sebaiknya, jangan kamu langgar!" ucap Halim tegas seraya meninggalkan ruangan Isadora.
Isadora mengepalkan kedua telapak tangannya. Matanya tetap memandang ke arah Orly dengan penuh kebencian. Tak lama, mata itu mulai berembun. Terbayang saat-saat tak terlupakan di mana hatinya terasa sangat sakit.
Di mata Isadora kini tampak sesosok wanita yang tengah menangis di sudut kamar. Saat itu, setelah marah, menangis hingga memohon agar suaminya tidak pergi meninggalkannya, tetapi wanita itu tetap sendirian. Wanita itu hanya meminta cinta yang tulus dari suaminya. Apakah itu hal yang salah? Tentu saja tidak.
Wanita itu adalah Cecilia, mama dari Isadora.
Setiap malam, Isadora melihat Cecilia menangis pedih. Meratapi nasib pernikahan yang berada di ambang kehancuran. Keadaan rumah yang seperti itu, membuat Isadora harus rela dirawat oleh pengasuh dari kecil hinga dewasa.
Cecilia hanya sesekali menemuinya untuk bermain, itu pun harus diganggu oleh lamunan-lamunan yang berujung air mata karena meratapi suaminya. Sedangkan Halim, laki-laki itu memang berada di rumah. Pergi pagi, pulang malam. Tanpa memberi kehangatan pada istri dan anaknya. 
Isadora benci kenangan itu. Namun, ia tak mampu mengusir semua begitu saja dari dalam benaknya, dari saat ia memutuskan kuliah di luar negeri hingga saat ia berdiri di sini pikiran itu kerap mengganggunya.
Ditambah lagi, kenangan itu selalu berujung pada hari di mana Cecilia harus menyerah pada hidupnya. Menjemput kematian di ujung belati yang menyayat urat nadinya, tetapi Halim bergeming. Laki-laki itu seperti batu. Tetap tak peduli dengan keadaan istrinya.
Kini, Isadora tahu apa penyebab semua itu. Saat masih kecil, ia ingat ada seorang perempuan yang juga tinggal di rumah bersamanya. Perempuan itu juga memiliki anak perempuan seperti dirinya. Perempuan itulah yang telah merebut Halim dari dirinya dan juga Cecilia. Isadora pun mulai menyelidiki identitas perempuan itu. Dialah Jasmine dan anak perempuan yang dulu tinggal di rumahnya adalah Orly.
"Kamu harus menderita, Orl. Lebih dari yang aku dan Mama rasakan," ucap Isadora, telunjuknya kembali menyentuh kaca, menunjuk ke arah Orly.
*****

Jangan lupa love, komen dan berlangganan ya 😊


Komentar

Login untuk melihat komentar!