Part 2: Menyebalkan!
Tayo mengantarku sampai depan gerbang sekolah. Waktu masih sekitar seperempat jam sebelum latihan ekstra dimulai. Berkat dia, aku jadi bisa lebih menghemat waktuku. Walau besok aku harus berjalan kaki menuju taman bacaan untuk mengambil sepedaku setelah jam pulang sekolah.
"Eh, Non. Namamu Lani kan?" Tanyanya sewaktu aku turun dari boncengan motor Tigger-nya.
Sepertinya tadi dia sudah menanyakan namaku di jalan sewaktu mengantarku ke kosan. Tapi aku belum sempat menjawabnya.
"Arlani, panggil saja Lani,” jawabku.
"Oke Lani. Selamat berlatih,” ucapnya.
Dia tersenyum sambil memerlihatkan gigi taring gingsulnya. Tiba-tiba ada desir aneh di dadaku yang datang entah dari mana.
"Thank's," ucapku singkat.
Aku menunggu Tayo melajukan motor Tigger-nya sampai meninggalkan gerbang sekolahku. Ada rasa aneh saat diantarkan seorang laki-laki seperti ini. Mungkin Tayo hanya berbaik hati karena masalah sepedaku tadi. Tidak ada maksud lain. Huff, entahlah.
"Ossu, senpai," seorang kakak kelas yang ikut ekstra karate menyapaku. Dia baru saja datang masuk ke arah gerbang. Aku hanya membalas dengan senyum tipis.
Bukankah seharusnya aku yang memanggil senpai ke kakak kelasku. Kenapa jadi terbalik seperti ini. Tingkatan sabuk di karate memang seperti itu aturannya. Harus hormat pada tingkat yang lebih tinggi walau umurku lebih muda. Sedangkan kakak kelasku tadi tingkatan sabuknya masih dibawahku. Menjadikanku merasa kurang nyaman mengikuti ekstra karate di sekolah.
Setelah naik ke kelas XI, aku ditawari sensei-ku untuk ujian sabuk hitam nasional. Pemateri dan pengujinya langsung dari Honbu Japan. Padahal baru setengah semester aku lulus sabuk coklat. Kebetulan aku bisa lulus sabuk hitam dengan predikat lulusan terbaik. Mungkin karate adalah salah satu jalan hidupku. Jalan yang harus aku tempuh untuk menuju masa depanku.
Aku memilih sekolah di SMA ini, salah satu alasannya adalah di sekolah ini ada ekstra karate. Dengan harapan, aku masih bisa terus berlatih di sini. Ternyata, di sini aku harus berlatih mandiri. Di sini aku dianggap senior karena tingkat sabukku yang tinggi. Sungguh melelahkan dan membuatku merasa terbebani.
??????
Hari ini, sepulang sekolah aku akan mengambil sepeda yang kutitipkan ke om penjaga taman bacaan. Sekalian meminjam seri komik yang kemarin sudah dipinjam Tayo.
Setelah bel keluar sekolah berbunyi, aku langsung keluar kelas. Di bawah terik matahari aku berjalan menyusuri trotoar jalan Gereja ke arah selatan. Di jalan Gatot Subroto, aku berbelok ke kiri, menyebrang jembatan kali Kranji. Kota Purwokerto cukup panas siang hari ini.
Setelah menyebrang jembatan, bangunan taman bacaan sudah terlihat. Bangunan non-permanen yang terbuat dari kayu dan seng tersebut semakin tampak terlihat. Aku merasa lega, akhirnya aku akan meminjam komik yang aku tunggu untuk dibaca. Mungkin aku akan membacanya sambil menikmati es susu coklat kesukaanku di warung es campur.
Dadaku berdesir saat membayangkan jika di sana ada sosok laki-laki yang mengantarku berangkat ekstra kemarin sore. Huff. Kenapa aku yang biasanya cuek harus merasakan rasa aneh seperti ini, sih.
Ternyata di warung es campur sudah ramai oleh siswa SMP dan SMA yang membeli minuman sekedar menghilangkan dahaga. Siang hari ini, terik matahari terasa cukup menyengat. Wajar jika banyak siswa yang menikmati jus buah atau es campur sambil mengobrol, membaca komik, buku pelajaran atau bermain ponsel.
Mataku langsung menyusur setiap sudut warung dan taman bacaan. Mencari sosok yang membuat dada cukup berdesir setiap melihatnya. Ah, kenapa juga aku harus mencarinya.
"Ternyata belum datang," gumamku lirih.
"Cari siapa dek?" om penjaga taman bacaan seolah tahu aku sedang mencari seseorang.
"Ah, gak Om. Komik yang kemarin sudah dikembalikan yang pinjem belum ya?" tanyaku.
"Sudah. Tadi kayaknya Tyo terburu-buru pergi lagi. Tumben juga dia gak nongkrong dulu di sini,” jawab si om, "ini, sudah om simpan komik yang kemarin dek Lani mau pijam. Takutnya diambil yang lain. Jadi om simpanin," lanjut si om.
"Owh, iya makasih ya om," sahutku sambil tersenyum. "Oya, sepeda saya gimana Om?" tanyaku.
"Tuh, di samping. Sudah om perbaiki. Kemarin om pinjam juga buat pulang ke rumah habis mentutup taman bacaan."
"Alhamdulillah. Makasih ya Om."
"Om juga makasih. Jadi lebih cepat sampai rumah kalau pakai sepeda."
"Syukurlah,” ucapku sambil tersenyum lega.
"Gimana kemarin, ga diculik kan sama si Tyo?"
"Diculik?" tanyaku sambil menautkan alis.
"Maksudnya, beneran kan dianter sampai kosan?"
"Oh, iya," jawabku singkat sambil menyembunyikan rasa yang berdesir. Teringat kemarin sore, Tyo juga berbaik hati mengantarku ekstra sampai depan gerbang sekolahku.
"Tyo itu anak yang baik. Cuma memang suka iseng anaknya."
Dari kejauhan terdengar suara khas motor Tigger yang biasa dipakai Tayo. Aku tidak mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Sibuk menata hati dan menahan debar di dada. Ah, menyebalkan. Kenapa aku harus seperti ini.
"Itu, yang ditunggu akhirnya datang kan,” ucap si Om.
Aku melirik sekilas. Iya benar, dia orangnya. Suasana langsung mendadak ramai ketika dia datang. Semua yang dia kenal pasti disapanya. Dia memang gampang bergaul dan memiliki banyak teman. Tidak seperti aku yang memang sedikit tertutup. Temanku pun sedikit dan terbatas.
"Hai Tomboy, eh. Lina atau Lani ya?" sapa Tayo. Entah dia sengaja meledekku atau memang benar-benar lupa namaku.
"Hai, Tayo atau Tyo ya?" Aku tidak mau kalah meledeknya.
"Baru kenalan kemarin sudah lupa nama. Lupa atau pura-pura lupa?" seloroh si om.
Tayo cuma menjawab dengan meperlihatkan deretan giginya yang khas. Kemudian dia mengalihkan pandangannya ke arahku, "Eh, Lan. Besok Minggu ada waktu?" Tayo bertanya kepadaku.
"Hayo, mau diajak kencan ya?" si om langsung menyahut.
Belum sempat kujawab, dua orang di depanku sudah sibuk berbalas kata. Si om meledek, si Tayo memberi alasan. Seolah aku tidak dianggap ada di sini. Hufff. Awalnya yang diajak ngobrol siapa. Sekarang malah dicuekin.
Kupikir, sebaiknya aku segera mengambil komik yang akan kupinjam dan membawanya. Aku memeriksa deret list stok buku terbaru, yang menempel di dinding papan taman bacaan. Di bawah kertas daftar list menumpuk stok novel dan komik terbitan terbaru yang belum dipinjam. Langsung kuambil komik favorit yang sudah cukup lama kutunggu terbitnya. Dengan mata berbinar aku langsung mengambil kartu peminjaman dari dalam tas dan menyiapkan uang sewa.
"Wahhh. Udah terbit ya, Om? Kok gak bilang dari tadi," Tayo langsung mengambil komik di depanku yang sudah akan aku bayar uang sewanya. "Nih, Om uang sewanya. Aku ambil duluan ya," Tayo menyeringai dan mengeluarkan uang untuk membayar uang sewa komik dari saku bajunya. Menyebalkan.
"Enak aja. Sini aku duluan!" teriakku kesal sambil berusaha merebut komik di tangannya.
"Dim. Tangkap!" Tayo melempar komik tadi ke arah temannya di warung es campur. Langsung ditangkap dengan tepat oleh temannya yang dipanggil Dim tadi.
“Tunggu besok ya, aku gak lama kok bacanya," seringainya ke arahku.
Astaga, yaa Tuhan. Ternyata dia lebih menyebalkan dari yang kukira. Sedetik, rasa yang sempat ada di hatiku langsung menguap begitu saja. Fix, dia memang menyebalkan! Ternyata ini maksud si om. Tayo memang suka iseng. Tapi ini bukan iseng lagi, sudah keterlaluan namanya.
Dari pada kesal sendiri, aku menyewa komik yang belum kubaca. Aku akan memesan es susu coklat kesukaanku di warung es campur, sambil membaca komik yang Tayo pinjam kemarin. Siapa tahu moodku bisa membaik.
Tayo masih saja nongrong di sini sambil membaca komik. Mungkin dia memang anak yang kurang kerjaan. Hampir setiap hari aku melihatnya di sini. Bahkan kadang sampai sore. Aku perhatikan, dia pasti di sini membaca komik-komik keluaran lama. Sedangkan yang terbaru, dia pinjam untuk dibawa pulang. Hmm, laki-laki aneh. Kenapa juga aku jadi tertarik untuk memperhatikannya seperti ini. Gak penting banget.
??????
Senpai = senior, kakak kelas, kakak tingkat
Sensei = guru, master
Honbu = afiliasi pusat. Biasanya perguruan karate di Indonesia masih ada yang kurikulumnya mengambil langsung dari perguruan atau organisasi karate yang ada di Jepang. Untuk ujian, pengujinya langsung didatangkan dari Jepang dan ditunjuk langsung oleh organisasi pusat di Jepang.