POV Tayo si Tyo
Entah sejak kapan aku mulai tertarik pada gadis tomboy itu.
Arlani Nur Saputri, perempuan tomboy dengan penampilan hampir totalitas mirip laki-laki. Rambut pendek, badan agak bongsor. Warna kulit khas anak lapangan yang terbiasa terpapar sinar matahari.
Sama sekali bukan tipe perempuan yang aku sukai. Itu kata hatiku sewaktu pertama melihatnya.
Dia selalu datang ke taman bacaan dengan bersepeda gunung. Masih lengkap dengan memakai baju seragam OSIS sekolahnya. Dia memakai tas punggung eiger, sepatu nike dan Omigod! Kamu tahu, dia memang bukan asli perempuan! Kenapa di dalam roknya dia memakai celana pendek. Sungguh menggangu pemandangan. Haduh.
Bukannya aku sengaja melihat ke arah sana. Tapi, menurutku cewek kalau pakai rok gak usah dobel celana pendek gitu juga kali. Dasar tomboy! Mungkin memang dia sebegitunya tidak bisa mengkondisikan kakinya untuk feminine. Itu penilaianku.
Tetapi, sebenarnya menurutku dia cukup menarik dan manis.
??
"Om, Inuyasha volume 12 sudah ada?" si Tomboy itu langsung bertanya pada Om penjaga taman bacaan. Ia begitu lincah turun dari sepeda gunungnya.
Sekarang adalah jam pulang sekolah. Lani baru datang ke taman bacaan. Sedangkan aku sudah dari tadi sampai di taman bacaan. Aku sudah mengambil beberapa komik terbitan terbaru dan meminjamnya. Jarak dari sekolahku ke taman bacaan lebih dekat dibanding dari sekolah Lani.
"Udah, Dek. Tapi sudah ada yang minjam. Tuh, yang duduk di sebelah sana," aku pura-pura tidak dengar. Om Penjaga taman bacaan menujuk ke arahku.
Aku menenggelamkan mukaku ke dalam komik yang sedang kubaca. Berpura-pura sibuk membaca komik yang di tanganku. Kemudian aku sedikit melirik.
"Owh, kalau Rurouni Kenshin volume 5?" si Tomboy itu hanya memandangku sekilas.
"Sudah dipinjam juga, Dek,"
"Owh, ya udah makasih. Besok aja saya ke sini lagi ya Om," mungkin dia sedikit kecewa komik yang dicarinya sudah dipinjam orang lain.
"Oke," jawab si Om penjaga taman bacaan.
Aku melirik si Tomboy yang bersiap naik ke sepedanya lagi. Tapi, sepertinya ada masalah. Si Om penjaga taman bacaan membantu memeriksa sepeda dia.
"Wah. Kayaknya rantainya lepas. Duh, mana lagi buru-buru mau berangkat ekstra," keluh si Tomboy.
"Kenapa sepedanya?" tanyaku sambil mendekati mereka.
"Rantainya lepas," Lani menjawab sambil tersenyum kecut.
"Kebetulan aku juga mau pulang. Mau bareng? Rumahmu di mana?" ajakku. Kasihan juga kalau dia lagi ngejar waktu. Dia malah dapat masalah seperti itu.
"Iya Yo, dianter aja kasihan. Nanti kalau telat berangkat esktra malah sampai sekolah dihukum sama seniornya lagi. Sepedanya ditinggal di sini saja dulu. Dijamin aman," kata si Om.
Lani masih tampak agak bingung dan menimbang-nimbang.
"Ya deh," akhirnya dia setuju.
Jujur saat ini aku masih belum ada rasa apapun untuknya. Aku hanya sekedar kasihan dan sedikit penasaran. Setomboy apapun perempuan, dia pasti tetaplah perempuan. Aku terkadang heran dengan jenis perempuan seperti Lani yang selalu terlihat sendiri. Apakah dia tidak butuh teman atau pacar, mungkin.
Aku menaiki motor Tigger-ku yang terparkir di depan taman bacaan.
"Ayo naik," aku menyilakan Lani naik ke boncengan motorku.
Lani naik ke boncengan motorku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hmm, mungkin dia memang anak yang agak pendiam. Tiba-tiba, satu ide usil terlewat di pikiranku.
"Udah siap?" tanyaku memastikan, setelah si Tomboy membonceng di belakangku.
"Udah.”
"Ya udah turun.”
"Ha?!"
"Iyaa, turun. katanya udah," Selorohku sambil menahan tawa.
Kulihat mulutnya yang sedikit manyun dari kaca spion. Lucu juga. Dan, manis.
"Hahhaa, bercanda. Tuan Puteri," akhirnya tawaku meledak juga. Gemas dan puas juga ngerjain satu anak ini.
Motorku mulai melaju perlahan.
"Tinggal di mana, Non?" Tanyaku.
"Kosan Putri jalan Dr Angka. Tau kan?"
"Ohh, yang sebelah Rumah Sakit Lama?"
"Iya, agak ke timur lagi.”
Oh, ternyata dia tinggal di rumah kost. "Emm, namamu Lani kan?"
Aku sebenarnya sudah lama tahu namanya. Terkadang teman-teman satu sekolahnya nongkrong di warung es campur atau mampir ke taman bacaan. Tak jarang mereka memanggil nama Lani. Aku juga pernah sekilas melihat tulisan namanya di kartu peminjaman taman bacaan miliknya.
Untuk menuju kos Lani dari arah taman bacaan, kami harus memutar arah melewati jalan Ksatrian. Kemudian berbelok di jalan Dokter Angka ke arah barat, lurus ke arah Rumah Sakit Lama. Sebenarnya bisa lebih cepat kalau dari arah kiri SMA jalan Gatot Subroto langsung ke arah barat melewati jalan Gereja. Tapi untuk jam segini, jalan ke arah barat kiri SMA masih forbidden. Hanya boleh dilewati satu arah ke timur saja. Sore hari baru boleh lewat ke arah barat jika hari-hari biasa. Mungkin aturan ini diberlakukan untuk mengurangi kemacetan di jalan. Terutama saat jam-jam berangkat dan pulang sekolah. Karena di sini memang banyak gedung sekolah saling berjejeran, mulai dari TK, SD, SMP sampai SMA juga SMK.
"Suka baca komik manga?" Tanyaku memulai pembicaraan, sewaktu kami melewati jalan belokan ke utara sebelah barat SMAku.
"Iya, kadang-kadang. Suka baca kalau lagi santai."
"Oh. Suka genre yang apa?"
"Shounen. Jarang baca yang shoujo. Aku suka yang action soalnya."
"Pantes tomboy," gumamku.
"Ha?"
"Gak, gak pa pa," semoga dia tidak mendengar gumamanku dan tersinggung. "Suka Inuyasha?"
"Suka sih, aku lagi nunggu-nunggu volume 12 nih. Ternyata udah dipinjem kamu," dari suaranya, Lani terdengar sedikit kecewa. Tapi dia tetap berusaha tersenyum. Aku bisa melihatnya dari kaca spion motorku.
"Kalau mau dibawa kamu dulu gak pa pa, kok," ucapku.
Lani terdiam sesaat, kemudian berkata, "Gak usah, lagian aku mau ekstra. Takut gak selesai nanti bacanya.“
“ Ngomong-ngomong, kosmu yang sebelah mana?”
“Itu depan, sebelah barat gang.”
Aku langsung menepi di sisi kiri jalan. Kemudian mematikan mesin motorku tepat di depan rumah kos yang ditunjuk Lani.
"Makasih ya," ucapnya dengan sedikit tersenyum setelah turun dari boncengan motor. Tanpa basa basi lagi, si Tomboy itu langsung membuka gerbang rumah kos.
"Ehh, tunggu. Bukannya kamu mau berangkat ekstra? Aku tungguin ya, nanti tak anter sampai sekolah. Takutnya terlambat." tawarku.
"Apa gak papa?" tanyanya ragu-ragu.
"Iya, mumpung lagi gak ada kerjaan," seringaiku.
"Oke, tunggu sebentar ya."
Aku kadang merasa kasihan sama orang yang menemui kesulitan. Semoga aku bisa sedikit membantu dengan apa yang bisa kubantu.
Lani si Tomboy adalah perempuan yang terlihat selalu sendiri. Maksudku, dia terlihat berbeda dengan perempuan kebanyakan. Umumnya anak perempuan suka berkumpul bersama teman-temannya, bercerita, bergosip sambil tertawa-tawa. Mereka juga selalu mementingkan penampilan sesuai tren model kekinian. Seperti adik perempuanku dan perempuan lain yang sering aku tahu.
Sedangkan Lani berpenampilan sederhana. Dia datang dan pergi tanpa teman ke taman bacaan di mana aku sering melihatnya. Ada rasa penasaran dan tertarik yang menggelitik di hatiku.
Tak berapa lama si Tomboy keluar gerbang kos dan sudah berganti pakaian. Ia memakai celana panjang berwarna putih, dan jaket khas atlet. Jaketnya bertulisan kontingen kejuaraan Karate. Dan, apa itu yang dia tenteng? Sesuatu seperti baju berwarna putih dilipat dan diikat sejenis sabuk khas beladiri berwarna hitam. Ya, tidak salah lagi itu adalah sabuk hitam Karate dengan bordir kanji Jepang di sisi sabuknya.
Aku tersenyum melihat penampilannya. Pantes tomboy, ternyata dia karateka dan mungkin atlet juga. Sungguh perempuan yang menarik.
????
Manga : komik khas asal Jepang.
Shounen : genre manga dan anime (film animasi) yang cenderung cocok untuk anak laki-laki.
Soujo : genre manga dan anime yang cenderung cocok untuk anak perempuan.
Karateka : praktisi beladiri karate.
Huruf kanji : salah satu jenis huruf yang digunakan oleh negara Jepang, Cina, dan Korea. Satu huruf memiliki satu makna kata.
Biasanya untuk sabuk beladiri yang berasal dari ke-3 negara tersebut, salah satu sisi sabuk terdapat tulisan kanji sesuai jenis aliran atau perguruan beladiri masing-masing. Sedangkan sisi satunya tertera nama pemilik sabuk.