Prolog


"Gimana? Mau ga?" Tayo menanyakan padaku tawaran yang dibicarakannya tadi. 

Dia membuang pandangan seolah tidak mau terlihat kegrogian di mata dan mukanya. Dia masih duduk di atas motor Tigger-nya. Tangannya memegang helm full-face yang dia taruh di atas tangki bahan bakar depan jok motornya.

Aku hanya diam dan melirik sekilas kemudian kembali menunduk. Aku tahu, kami memiliki perasaan yang sama. Kedekatan kami selama dua tahun terakhir membuat debaran aneh di dada semakin menjadi jika kami bertemu. 

Sore ini, jalan Dokter Angka di depan tempat kosku sepi kendaraan yang melintas. Seolah memberikan waktu untuk kami berdua.

"Tapi ... Sepertinya nanti hubungan kita jadi aneh, Yo. Aku lebih nyaman kalau kita seperti ini," lirihku.

Iya memang, aku menikmati kebersamaan kami selama ini. Sebagai teman, hanya teman tidak lebih. Aku tahu banyak jarak dan perbedaan yang tidak mungkin bisa menyatukan kami.


????

Hari ini adalah hari terakhir UNAS SMA. Aku sebagai siswa kelas XII akhirnya bisa sedikit bernafas lega karena perjuangan hampir tuntas dalam menempuh Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. 

Sebagai siswa yang berprestasi di bidang olahraga, cukup mudah bagiku untuk melanjutkan pendidikan ke fakultas keolahragaan di salah satu universitas negeri. Tanpa melalui tes tertulis. Aku berencana akan melanjutkan pendidikan sesuai cita-citaku sebagai seorang guru.

Bagiku, berpacaran hanya menjadi penghambat cita-cita. Aku sebisa mungkin selalu menghindari ikatan pacaran, jika mulai berhubungan dekat dengan teman laki-laki.


Selesai mengerjakan ujian di sekolahku, seperti biasa aku langsung meluncur ke warung es campur langganan.  Setelah sekian lama absen nongkrong di warung karena fokus belajar untuk ujian. 

Di sini aku bertemu Tayo, nama panggilanku pada Tyo, Radityo Hardi Suhendro. Teman bertengkarku dari SMA sebelah. 

Ya, kami berbeda sekolah. Sekolah kami hampir berdekatan. Dia bersekolah di salah satu SMA Negeri paling favorit di Kota Purwokerto. Sedangkan aku, hanya bisa bersekolah di SMA Negeri biasa yang tidak terlalu favorit. 

Selera kami kebetulan sama. Kami suka es campur di warung yang sama. Warung es campur ini terletak di tengah-tengah jarak SMAku dengan SMA Tayo. 

Sebelah warung es campur ada taman bacaan yang menyediakan persewaan buku dari berbagai genre. 

Aku dan Tayo juga memiliki selera buku yang sama. Manga genre shounen action kesukaan kami. Tidak jarang, jika ada komik keluaran terbaru di taman bacaan kami selalu berebut untuk menyewa.

Kami sering bertemu, dan juga bertengkar. Tak jarang juga kami berebut komik yang akan dipinjam di taman bacaan. Kami jadi saling mengenal dekat.

Siang ini, aku memilih duduk di bangku warung yang menghadap ke taman bacaan. Aku memesan es campur dengan toping alpukat dan kental manis coklat favoritku.

"Hai, Lampir ...." Kutengok sumber suara khas yang sering menyapaku itu. 

"Nah, kan. Nengok, " Asyem, sengaja manggil dengan sebutan lampir ternyata mau ngajak gelut. 

"Eh, Drakula. Mana komik yang kemarin kamu bawa? Sini gantian. Aku mau baca," Selorohku sambil menghentikan suapan es campur di mulut.

Sebutan Drakula memang cocok buat si Tayo. Rambut lurus dengan gigi taring gingsul yang selalu terlihat sewaktu dia tertawa atau tersenyum. Walaupun menambah kesan manis sih, bukan seram. Ups.

"Belum selesai baca," Ucapnya sambil terkekeh memperlihatkan gigi gingsulnya. 

Kemudian Tayo mengambil kursi untuk duduk di sebelahku. Dia 
langsung memesan es campur kesukaannya, sama persis seperti pesananku.

"Nanti ada waktu, gak?" Lanjutnya sambil memperhatikan mangkuk es di depanku.

"Kayaknya ada, udah ga belajar. Mau ngapain emang?" 

"Hehehe, gapapa. Lama aja kayaknya gak jalan-jalan," Ucapnya sambil nyengir. Tangannya mengambil sendok dari tempat sendok di meja. Lalu mengambil potongan alpukat di dalam mangkok es campurku. Kemudian menyuapkan ke mulutnya tanpa rasa dosa. 

"Ehhh, itu alpukat sengaja mau tak makan nanti terakhiran malah diambil!" Sungutku kesal.

Dasar iseng, selalu seperti itu setiap bertemu. Ada saja tingkahnya yang bikin naik darah. Tak jarang bikin aku merasa semakin deg-degan juga. Hufff.

"Nihh, es pesananku sudah jadi. Aku ganti ya alpukatnya," Disendoknya potongan alpukat dalam mangkuk es campur yang baru saja disajikan oleh Mas Penjual. Lalu, dia sodorkan di depan mulutku. 

"Sini, taruh aja di mangkokku!" Ucapku masih sedikit kesal. 

"Kirain mau disuapin." Senyumnya sambil menyuap potongan es ke mulutnya.

Enak aja main suap-suapan. Emang kita apaan. Ucapku dalam hati sambil menahan debar dan desir aneh yang selalu datang, setiap kali bertemu dengannya.

Kami makan dalam diam. Mati-matian aku menahan debar di dada sambil sedikit melirik ke arah Tayo. Tanpa sengaja mata kami berserobok. 

"Apa liat-liat? Baru sadar kalo aku ganteng?" Ucapnya sambil nyengir.

"Dasar Drakula. Ganteng siy, tapi diliat pake lubang sedotan yang kesumbat cendol." Selorohku sambil menahan tawa. 

"Lampir!"

"Drakula!"

"Lampir,"

"Karepmulah," 

"Hii, lagi PMS ya. Dibercandain kok marah beneran," 

Kadang males nanggepin omongan satu anak itu, capek. Mending diem lagi sambil menyuapkan sendok terakhir es campurku.

"Aku dah selesai. Duluan ya, Yo." Pamitku pada cowok paling menyebalkan di sebelahku. Aku siap-siap membayar es campurku.

"Eh, bentar. Aku juga udah selesai kok. Berapa Mas, es campur dua mangkok ya," Ucapnya sambil membuka dompet.

Dasar sok kaya, gaya-gayaan mau traktir. Kebetulan deh, itung-itung ngobatin sakit hati masalah komik dan keisengannya yang nyebelin.

"Yuk, ini udah tak bawain helm,"

 Dia mengambil dua helm di jok motor ninjanya. Satu diberikan padaku, dan satunya dipakainya sendiri. 

Aku memakai helm dan bersiap naik ke boncengan motornya. 

"Eh, bentar. Ini dikancing dulu helmnya," Ucapnya sambil mengancingkan helm yang terpasang di kepalaku. Sontak membuatku terasa meleleh. "Nanti kalau ngebut, helmnya tau-tau lepas kebawa angin  gimana. Hahhaa ...." Ketawanya renyah.

Drakul nyebelin. Udah bikin deg-degan dengan seenaknya memasang kancing helm yang sudah mendarat di kepalaku, malah ngelucu yang gak lucu banget. Huh, dasar.

Sepanjang jalan aku hanya diam. Entah kenapa perasaanku gak enak banget. 

"Koq diem siy, ngajak ngobrol kek,"

"Bukannya kamu yang ngajak aku ikut kamu?" Sahutku.

"Oyaa, ya. Hahhaa ...." Dia ketawa lagi, gak lucu banget. "Mau kemana kita?" 

"Terserah aja, kok malah nanya," Lama-lama kesel juga, buang buang waktu. Udah deg-degannya gak mau berhenti lagi. Haduh.

"Boleh pinjam tangan?" Katanya pelan sambil mengurangi kecepatan motor.

"Buat apa?"

"Pinjem aja."

"Ya buat apa?!"

"Pinjem sini," ucapnya seolah tidak sabar sambil menepuk-nepuk kaki kiriku. 

Mau gak mau aku ulurkan tangan kiriku ke tangannya.

Tayo langsung memegang telapak tanganku, menariknya dan menempelkannya di dadanya. 

Astaga. Apa ini. Ternyata irama dadanya tidak jauh berbeda dengan yang ku rasakan di dadaku. Tuhan, maksudnya apa dia?

"Jangan dilepas," ucapnya sambil masih memegang erat tanganku. "Tahu itu apa?"

Mana aku tahu bodoh. Aku sendiri juga menahan debaran yang ada di dadaku sendiri. 

"Itu yang aku rasain setiap ketemu kamu," lirihnya hampir tak terdengar. Padahal kecepatan motor sangat lambat.

 "Maaf, kalau boleh aku jujur meminta. Aku mau kamu jadi perempuan yang paling istimewa setelah mamaku," lanjutnya.

"Apakah kamu bersedia?" 

Duh, kok jadi gini sih. Bikin tambah jantungan aja nih Drakul. 

Setelah itu, sepanjang jalan kami hanya diam. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Kami menghabiskan waktu siang menjelang sore dengan mengelilingi Kota Purwokerto.

Aku tidak mungkin bisa menjalani hubungan seperti yang dia tawarkan. Aku sudah diterima di salah satu Universitas Negeri di Provinsi Yogyakarta, melalui jalur sekolah. Kuingin fokus pada waktuku selama beberapa tahun kedepan untuk menjalani kuliah. Aku juga harus fokus pada prinsip dan cita-citaku.

Aku harus menjawab apa?

?????

Hai.. Hai.. Saya posting ulang kisah Tayo_Lani semoga ada yang mampir  dan terhibur. ? 

Mohon tinggalkan jejak like, love, komen postif dan free to share. ???

Sangat ditunggu kritik juga saran masalah penulisan dan alur cerita. ?

Setting tempat dan waktunya di kota Purwokerto, pada tahun 2000-an.