“Selamat atas kemenangan nya ya kak, tim kakak super keren,” kata itu dilontarkan dari beberapa supporter lainnya. Kepada siapa lagi, kalau bukan untuk Kak Hilman orang terpopuler di sekolah ini. Terlihat dari sudut wajahnya tersenyum kecil dan sepertinya merasa tak nyaman jika harus dikerubungi oleh banyak wanita. Tugasku hanya satu, menjadi fotografer untuk sahabatku Naila. Kita pun beranjak mendekati lelaki yang kini sedang di kerumuni para sisiwi lainnya, tak lain dengan tujuan yang sama untuk menginginkan foto bersama.
Tak lama sesaat itu, Naila pun berhasil membujuk Kak Hilman. Baiklah kamera di handphone ku sudah siap. Tertuju pada dua insan ini yang sedang berdiri dengan posisi yang begitu dekat. Terlukis bibir yang kian tersenyum, menandakan mereka sangat bahagia.
Andai aku yang berada di posisi itu, tapi nanti belum saatnya. Aku bisa saja, bertingkah laku seperti Naila meminta foto bersama. Namun hatiku mengatakan "Jangan lakukan". Aku tak ingin terhanyut soal rasa. Aku takut tenggelam soal perasaan. Karena aku bukan perenang yang ahli dan handal. Aku hanya ingin mengagumi sewajarnya tanpa harus keluar dari batasan nya. Bagiku, mendo'akannya sudah lebih dari cukup dalam caraku menjaga perasaan ini.
Melihat kalian berdua, canda tawa bersama Berdiri dihadapanku, dengan tersenyum simpuh Ku lengkungkan bibir dengan teririsnya hati Perasaanku tersayat juga telah hancur Seolah-olah perantara antara kalian berdua Ketika tanganku sendiri, yang harus memotret pemandangan yang aku sendiri tak mau Kecemburuan ini datang, tanpa ku undang dan permisi Mengetuk dan mengusik hati, jiwa dan pikiran Aku berusaha untuk mengusirnya Karena memang tak seharusnya cemburu ini datang Aku harap aku bisa sekuat hujan Selalu jatuh, namun tak pernah menyesalinya
Hilman pov Sosok yang sederhana dan berbeda dari wanita lainnya Tapi itulah yang aku suka, Malunya dia sebagai pertanda keimanan Begitu menjaga dalam muru'ah (kehormatan) Hijab yang ia kenakan mencerminkan akhlaknya yang mulia, sebagai pelindung dari fitnahnya dunia