Kenyataan Pahit (2)
Kring-kring-kring
Jam istirahat pun telah tiba. Entah mengapa Naila memanggilku dari luar kelas, laga nya seperti ingin menunjukan sesuatu. Baiklah, aku turuti. Aku pun bergegas menemui Naila yang saat ini sedang heboh melihat pertunjukan basket dari lantai atas. 
Suara riuh supporter kelas, begitu gaduh. Namun tidak menghilangkan konsentrasi Naila yang kini sedang fokus menatap seseorang di bawah lapangan.

“Liat sya,” kata Naila sambil menunjuk ke lapangan.
“Pertandingan bola basket. Kenapa? Biasa aja kali Nai, sampe histeris gitu” ucapku dengan tak wajar melihat tingkahnya yang begitu antusias. Tak biasanya dia bersikap berlebihan seperti itu.

“Bukan sya, maksudku itu lo kak Hilman. Dia keren banget, udah ganteng, pinter, sholeh, pandai main basket lagi. Makin kagum aja aku sama dia” balasnya sambil senyum-senyum sendiri sedari pikirannya yang sedang melayang.

“Kagum?” balasku sambil membulatkan kedua bola mata. 

“Iya sya.. Aku sebenarnya udah lama punya rasa sama dia. Cuma aku belum sempat cerita, aku malu” jawabnya sambil menatapku dengan penuh serius. Aku yakin, kali ini Naila tidak sedang bercanda. Memang wajar, kalau kak Hilman banyak incaran.

Setelah mendengar kata yang terlontar dari mulit Naila hatiku sakit, seolah hancur berkeping-keping mengetahui kenyataan pahit ini. Rasanya aku ingin berteriak sekeras mungkin, kenapa harus sahabatku sendiri yang menyukai lelaki yang sama. Aku berusaha menampung air mataku, berusaha menahan supaya tidak sampai keluar. Aku ingat, bahwa inilah resiko yang harus aku terima. Aku berusaha kuat dalam menyembunyikan lukaku, dan bersikap seperti biasanya. Rasa ini telah mengusik relung dan pikiranku
“Apakah ini cemburu, ah tidak. Aku tidak pernah khawatir untuk kehilangannya. Karena sejatinya sebuah cinta akan datang dalam satu kepemilikan. Aku serahkan kepada Allah yang Maha Membolak-balikan hati,” batinku berbisik,

“Oh yaa?? Pandai juga kamu Nai menyembunyikan perasaan. Dia memang pantas di kagumi banyak wanita, apalagi wanita cantik sepertimu. Beruntung, jika kamu mendapatkannya” lirihku dengan berusaha menutupi kesedihan yang ku alami.

“Wahh. Kamu bisa aja Sya. Terima kasih dukungannya ya” sahutnya sambil memelukku erat penuh dengan kasih sayang.

“Jadi, kamu sedang nonton pertandingan, atau nonton orangnya? Gadhul bashar Nai, inget” kataku sambil sedikit meledwk untuk memperingatkannya.

“Astaghfirullah,, aku telah berdosa karena tak mampu menjaga pandanganku” sahutnya

Memang berat mengatakan itu semua, namun inilah cara agar aku bisa menutupi, jangan sampai dia tau, bahwa kenyataannya diriku juga memiliki rasa yang sama. Aku tak ingin persahabatan ku hancur karena satu laki-laki.