To: Kak Hilman From: Naila Hatiku ku teguhkan pada dirimu yang kini telah membuatku terkait pada satu jiwa Misteri hadirmu, telah berani mengetuk dan mengusik relung pikiran Maafkan diriku yang telah lancang menaruh perasaan Rasa tak menentu dan benar-benar bergejolak yang tak dapat ditafsirkan
Ku goreskan kata demi kata diatas kertas bertinta hitam. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk seseorang yang telah menarik perhatianku, kak Hilman. Sengaja aku menulis surat untuknya, mencoba mengungkapkan perasaan yang selama ini telah hadir. “Kamu sedang nulis apa Nai, senyum-senyum gitu,” tiba-tiba Nasya yang sedang duduk di sampingku melirik kearahku dengan tatapan yang heran. “Mm. Aku sedang menulis surat cinta,” sahutku tertawa ringan “Untuk kak Hilman?” “Iya, aku pergi dulu ya sya.” ujarku beranjak pergi sambil membawa sekertas yang aku tulis tadi.
Hari ini suasana hatiku sangat berbeda dari biasanya. Kali ini hatiku sedang berbunga-bunga. Kak Hilman. Dialah lelaki yang telah mengisi ruang kosong di hatiku. Lelaki tampan, pintar, sholeh yang menjadi incaran siswi di sekolah. Aku pun mempersiapkan diri untuk memberikan surat kepada kak Hilman. Namun tidak, secara langsung aku tak memberanikan diri. Aku lebih memilih untuk menitipkan kepada sahabat dekatnya yaitu kak Ryan. Ketika aku berjalan menuju kelas kak Hilman, kebetulan sekali aku berpapasan dengan kak Ryan. “Kak ryan, boleh minta waktunya sebentar. Naila ingin bicara sesuatu,” sejenak aku mengajak kak Ryan berbincang “Oh boleh Nai. Mau bicara apa ya?” Aku tampak gugup. Terlebih lagi saat aku menoleh ke belakang. Saat itu ada kak Hilman yang kini telah berjalan beberapa meter menuju ke arahku. Tak banyak bicara aku pun langsung kepada inti. “Mm. Gini kak, kakak sekelas kan sama kak Hilman? Naila nitip ini untuk kak Hilman ya. Terima kasih,” sahutku sambil memberikan surat lalu beranjak pergi karena terburu-buru.
“Eh. Tunggu” suara kak Ryan tak aku indahkan. Melihat kak Hilman yang berjalan semakin dekat, tak sengaja aku menabrak seseorang. “Eh.. Ma'af-ma'af” Aku merasa aneh dengan tingkah lakuku sendiri. “Ya Allah, tenangkan aku,” sambil menghela nafas panjang.