Aku memarkirkan sepeda motor di bawah pohon akasia di samping sekolahku. Beranjak menuju lapangan melewati koridor sekolah yang sangat sepi. Mataku menyipit ke arah lapangan di tengah bangunan sekolah. Telah nampak para siswa yang sudah baris di lapangan sesuai dengan jurusannya masing-masing. Aku pun mempercepat langkah kaki dengan keadaan yang tergesa-gesa.
"Ah, malu sekali rasanya. Harus melewati jalan yang semua mata seperti tertuju padaku. Untung upacara nya masih persiapan, belum sempat dimulai" Batinku menggerutu dengan tubuh yang mulai lemas.
"Hey,, Nasya. Kamu kenapa, ko telat." Sapa teman sebangku ku, Naila. Kulit putih, bibir tipis, tubuh yang ideal dengan senyumnya yang menawan. Lebih tepatnya sebagai sahabat dekat, seperti halnya perangko yang selalu nempel dari awal mula duduk di bangku SMA. Dia orangnya baik, namun sayang dia belum menjemput hidayah nya untuk berhijab. Perlahan-lahan aku berusaha untuk mengajak nya menutup aurat. Namun saat ini hatinya masih tertutup dan enggan untuk memakainya.
"Eh nai,, iya nih. Padahal dari rumah udah pagi-pagi. Cuma di jalan macet banget, jadi aku datangnya telat." Sambil merapihkan kerudung putihku yang sedikit agak berantakan karena terburu-buru.
"Yaelah, ada-ada aja. Yaudah nih, pake selempang petugasnya" Sambil memberikan selempang berwarna merah putih menandakan ciri sebagi petugas upacara. Kali ini aku kebagian membacakan UUD 1945.
"Iyaa. Makasih ya nai" Kataku sambil memasangkannya.
"Sama-sama" Sahutnya dengan tersenyum manis
"Ko muka kamu pucat banget sya? Kamu sakit?" Tanyanya khawatir.
"Ngga ko nai, aku mungkin sedikit kecapean aja" Balasku sesekali memijat di area kening berusaha menenangkan Naila.
"Kepalamu panas, keringatmu panas dingin" Sembari menempelkan punggung tangannya di dahiku.
“Mau aku anter ke UKS?” Lanjutnya. Naila memang orang nya perhatian, selalu peka terhadap situasi di sekitar. Sayangnya aku tetap kekeh mengikuti upacara dengan kondisi tubuh yang kurang mendukung.
"Aku ngga papa ko Nai." Beberapa kali aku mengelak ajakannya. Sembari mengusap butiran putih yang terus bercucuran membasahi kerudung putihku.
"Yaudah Sya, kalo kamu memaksa" Balas Naila putus asa.
Tak lama kemudian, upacara pun berlangsung. Pembawa acara membacakan susunan acara. Tiba saatnya Naila dan dua temannya mengibarkan bendera. Lagu "Indonesia Raya" Pun serentak di nyanyikan dengan merdu dan lantang oleh Paduan Suara.