----
“Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat Dhuha.” (HR Muslim).
Kring-kring-kring...
Suara bel sekolah berbunyi pertanda jam pertama akan segera di mulai. Para sisiwa pun berhamburan masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran. Tak lama kemudian Ibu Guru dengan mata pelajaran Matematika memasuki kelasku. Wajah dingin dan datarnya membuat kelas menjadi tenang. Tak ada satu pun murid yang berani berbicara kecuali menunggu perintahnya. Entah mungkin karena Guru yang killer di Sekolah, menjadikan semua murid takut terhadapnya.
“Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh, keluarkan catatan kalian,” ucapnya datar sembari menulis rangkaian materi kali ini.
Semua mata terlihat lesu kearah papan tulis. Pagi-pagi seusainya upacara sudah diberi sarapan matematika. Pelajaran yang paling dihindari kini harus dihadapi.
“Pelajaran saya cukup disini,
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,”
“Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh,” jawab murid serempak.
***
Seperti biasa, waktu jam istirahat aku menyempatkan untuk sholat dhuha. Manfa'at luar biasa yang merupakan salah satu cara mendekatkan diri pada Allah. Dengan senantiasa bersujud dan memohon ampunan-Nya segala urusan dunia dan akhirat akan dijamin kemudahannya.
“Nai, sholat dhuha yuk!” ajakanku kepada Naila yang saat ini sedang sibuk menyalin tugasku ke bukunya.
“Aduuh,, tugasku belum selesai sya. Liat tuh, masih banyak. Nanti takut bapak nya keburu masuk,” sambil menunjukan buku tugasnya.
“Yahh, aku sama siapa dong? Lagian, pekerjaan rumah malah di kerjain di Sekolah” ledekanku sambil mengerucutkan bibir.
“Yaelah, aku ini tidak sepintar kamu sya. Ini kan pelajaran FISIKA. Bisa pecah kepalaku kalo ngerjain sendiri,” ujarnya dramatis.
“Kamu itu bisa kalo terus berusaha. Lain kali, kalo ada yang tidak dimengerti, kita pahami sama-sama. Jangan sampai menyontek seperti ini lagi, ujungnya kamu yang akan rugi,” balasku menasehatinya.
“Siap ibu ranking 1, aku akan terus berusaha belajar seperti mu. Selama kita sahabatan kamu juga sedikit demi sedikit bawaku perubahan. Kali aja ketularan pinternya,” sahutnya cengengesan.
Aku pun tidak bisa menyembunyikan tawa melihat tingkah sahabatku Naila yang berlebihan itu.
“Mmm. Kamu ini jangan terlalu berlebihan menilaiku. Sudahlah Nai, aku ke masjid sendiri aja, selamat mengerjakan tugas sahabatku,” balasku menyemangatinya.
“Siap! Ma'af ya, kali ini aku ga bisa menemani kamu sya,” sambil melengkungkan bibirnya
“Iya Nai, gapapa. Santai aja,” balasku
Aku pun mengambil mukena dari dalam tas, beranjak meninggalkan tempat dudukku. Karena masih punya wudlu, aku langsung bergegas pergi ke masjid dengan waktu istirahat yang tinggal 15 menit lagi.