Hati, Ada Apa Denganmu? (2)
Aku melanjutkaan perjalanan dengan disuguhi pemandangan taman yang dipenuhi oleh bunga kian bermekaran. Kolam yang terdapat ikan terapi di dalamnya, masjid dengan nuansa islami, ukiran kaligrafi yang indah memukau pandangan siapa saja yang melihatnya. Kita benar-benar di buat nyaman oleh lingkungan.

Aku menelusuri beberapa koridor kelas, terlihat masih tampak sepi karena waktu masih menunjukan pukul 06.15 pagi. Menaiki tangga setiap paginya ternyata cukup untuk melunakkan kakiku.

Tiba-tiba pas di belokan. 

Brugh!! 
Seketika buku-buku yang berada di tanganku berjatuhan ke lantai dengan berserakan. Karena tak sengaja, seseorang telah menabrakku dari depan. 

Saat kulihat, ternyata kak Hilman Faturahman.

Bukan salah dia sepenuhnya, kami memang tak sengaja bertabrakan karena berpapasan tepat sekali di belokan. Aku malu, sungguh malu. Ingin rasanya aku segera meninggalkan tempat itu. Menundukan pandangan, dan tak berani menatap matanya yang tajam.

“Ingat sya, Gadhul bashar” batinku menggerutu

“Ehh,, ma'afkan saya. Saya sedikit terburu-buru, jadi tak sengaja menabrakmu” kata dia dengan membantuku merapihkan buku.

“I-iya kak. Tidak apa-apa. Saya juga yang salah” Balasku dengan keadaan gugup dan tak berani menatapnya kala itu. Dengan penuh ragu, perasaan kacau, hati tak karuan. Jantung yang terus berdegup kencang. Semoga saja tidak terdengar.

“Lho. Kamu yang diganggu geng motor waktu itu kan,?” tanyanya menghadapkan tubuhnya dengan tatapan seolah tak asing melihat wajahku

“Iya kak,”
“Siapa namamu?” tanyanya lagi.

Untuk kali ini, dia menanyakan namaku. Berusaha untuk menyembunyikannya, namun Takdir berkata lain. Dia boleh tau namaku, tapi tidak dengan rasaku. Benar-benar jantungku berdegup sangat kencang seperti ingin loncat dari tempatnya. Aku mencoba, untuk berlaku seperti biasa supaya dia tidak curiga.

“Namaku Nasya kak, kelas 11 anak IPA“ balasku dengan wajah yang sangat malu, dengan pipi yang berubah mnjadi merah

“Oh.. Salam kenal. Saya Hilman Faturahman Kelas 12 anak IPA. Ma'af ya, gara-gara saya buku kamu berantakan gini,” permohonan ma'af untuk kedua kali, dengan nada yang penuh salah

“Iya kak, tidak apa-apa. Yasudah kak. Saya pergi dulu” balasku dengan keadaan keringat dingin menyapu wajahku. Aku beranjak pergi dan membelakangi tubuhnya.

"Eh tunggu dulu" terdengar suaranya memberhentikanku dari belakang.
“Ma'af kak, saya buru-buru,” aku melanjutkan perjalanan dan mengabaikan suara itu karena merasa tak nyaman jika harus berlama-lama.

Huhh..... 
"Lega nya.." batinku berbisik dalam hati.