“Bentar lagi babak final pertandingan kelas XII IPA 2 melawan kelas XII IPA 3 loh. Pasti bakal seru nih, tim nya kak Hilman mau bertanding. Ikut yu Sya,” pinta Naila mengajakku bergabung dengan supporter yang berada di tepi lapang.
Aku tak bergeming, aku masih sibuk dengan pikiranku. Antara ikut dan tidak, karena suasana yang begitu ramai membuat aku merasa tidak nyaman.
“Eh Sya, kamu kenapa si? Ayolah. Kita dukung kak Hilman” berulang kali Naila mengajak aku untuk ikut dengannya.
“Kak Hilman,?” nama itu berulang kali muncul di benakku.
“Nasyaa!” panggil Naila mengagetkanku dari lamunan. Membuatku kembali menatap Naila.
“Iya, aku ikut” Karena rasa penasaran ingin melihatnya, akupun menerima ajakan Naila. Kami pun berjalan dan akhirnya ikut bergabung di tengah-tengah riuh supporter. Lapangan sekolah terasa penuh, karena diisi dengan para pendukung yang begitu antusias karena sebentar lagi tim basket populer akan segera bertanding.
Pertandingan panas pun dimulai. Tapi entah mengapa jantungku juga ikut berdebar dengan kencang. Aku menghela nafas panjang berusaha untuk menetralkan. Aku khawatir akan ada orang yang mendengarnya.
Walaupun terhalang beberapa orang di depan, namun aku masih bisa melihat bahwa berulang kali kak Hilman telah memasukan bola ke ring basket. Hatiku pun sontak ikut bahagia atas kemenangannya. “Astaghfirullah,” aku berulang kali beristighfar karena telah lancang menatapnya. “Sya,” Naila menepuk pundakku “Iya Nai, ada apa?” ujarku padanya yang saat ini seperti ingin mengatakan sesuatu “Aku boleh minta tolong sama kamu,?” pintanya padaku dengan penuh harap “InsyaAllah, selagi aku bisa aku bantu kamu ko. Kira-kira apa yang isa aku bantu?” pertanyaanku padanya “Aku mau minta foto sama kak Hilman, kamu tolong fotoin ya, boleh ga?”
Jlebb!! Seperti halnya petir di siang bolong. Hatiku merasa tersayat, berusaha menahan air mata yang sedari tadi aku tampung. Baiklah, aku harus terbiasa dengan cinta diam ini, memang sangat menyakitkan bagiku. “I-iya boleh,” sahutku mengangguk mengiyakan permintaanya.