Menantu Dari Desa
Karya: Bintang Kejora
Ditinggal kawin itu sangat menyakitkan, dia pacarku yang sudah tiga tahun kini menikah dengan sahabatku sendiri, sedih memang. Aku hampir depresi. Dalam kegalauan, kubuat video tiktok dengan isi yang norak, ya begitu kata teman-temanku. Komen para teman dumaiku kebanyakan menghina. Akan tetapi ada satu komentar dari akun seorang pria.
(Cantik, maukah jadi istriku)
Kurang ajar memang, belum apa-apa sudah bertanya begitu, tentu saja aku marah.
(Woi, ngaca woi) balasku kemudian. Coba kuperiksa akun Facebook-nya, hanya ada satu foto orang, selain itu foto pemandangan, foto sawah, sungai dan rumah berdinding papan di desa.
Eh, dia malah inbox, dimulai dengan salam yang disingkat-singkat.
(Ass, boleh kenalan)
(Ass itu pantat, ya) balasku dengan cepat.
(Wah, maaf, maksudnya assalamualaikum)
(Waalaikumsalam)
(Bersediakah Anda jadi istriku) pesannya lagi.
Ya, ampun, ini laki-laki dari planet mana, belum apa-apa sudah bertanya begitu. Akan tetapi aku yang lagi galau karena ditinggal nikah pacarku coba melayani seraya mempermainkan.
(Baik, namamu siapa, pekerjaan apa)
(Torkis, saat ini pengangguran)
Ya, ampun, aku dilamar pengangguran. Akan tetapi coba kulihat lagi wajahnya, tampan juga, dia hitam manis, mirip Arya Saloka, ingin kulanjut mempermainkan.
(Baik, aku ingin mahar seratus juta, dua puluh gram emas)
(Oke, bisa saya sediakan)
What? Pria desa ini bisa sediakan?
(Aku minta panjar dulu) pesanku lagi.
(Berapa?)
Wah, apa dia serius? Ingin aku lanjutkan permainan, akan tetapi aku tak tega juga, sepertinya dia masih polos, pria desa yang baru mengenal media sosial.
(Aku kasih panjar sepuluh juta) pesannya lagi.
Lah, aku mulai ragu, apa iya pria pengangguran dari desa bisa kasih panjar sepuluh juta pada orang yang tidak dia kenal? Tak kubalas lagi inboknya, karena tidak tahu mau balas apa.
(Bagaimana?) pesannya lagi.
(Hei, aku tak kenal kau siapa, tapi bukan begitu caranya, kau pikir aku wanita macam apa?) balasku kemudian.
(Benar, kamu memang tak kenal aku, tapi aku kenal kamu)
Lah, siapa ini, apakah salah satu temanku yang coba mempermainkan.
(Oke, transfer panjarnya ke mari) balasku seraya memberikan nomor rekening, aku ingin melihat sampai di mana keseriusannya.
(Aku gak pandai transfer, di tempatku gak ada bank, adanya uang tunai)
Ah, ini pasti penipuan, di bagian bumi mana di Indonesia ini yang tidak ada ATM, pria seperti apa yang tak pandai transfer.
(Ketara sekali yang mau nipu itu, kau dari planet mana sampai gak ada ATM,)
(Gak punya ATM)
(Oalah, ngaku kaya, tapi gak punya ATM)
(Aku gak pernah ngaku kaya)
(Sudahlah, satu pesan lagi darimu, blokir bertindak) pesanku kemudian.
Tak ada balasan lagi, takut juga dia diblokir dalam hati aku tertawa. Tiba-tiba HP-ku bunyi lagi, ada notifikasi WA, pesan masuk dari Naomi, teman akrabku yang menikungku dari belakang. Dia yang selama ini kuanggap teman ternyata ular berbisa. Dia rebut Doli dariku, Pemuda kaya putra pemilik kontrakan seratus pintu.
(Jangan datang ya ke pesta kami, please)
Lah, bukannya dia ngundang malah menyuruh supaya gak datang.
(Aku takut kau gak sanggup, nanti pingsan kau di situ, demi kebaikanmu juga) pesan dari temanku lagi.
Pesta pernikahan mereka tinggal seminggu lagi, sungguh berat rasanya, dia teman akrabku merebut Doli, Doli berpaling dariku entah karena apa, padahal aku tak ada salah besar. Tiba-tiba saja dia putuskan aku, sebulan kemudian sudah tunangan dengan Naomi.
Aku lempar HP ke atas tempat tidur, tak ingin membalas chat dari Naomi tersebut. Akan tetapi benda pipih itu bergetar lagi. Ada pesan masuk, dengan malas aku buka, ternyata pesan SMS bangking, aku buka, wah, aku dapat transferan sepuluh juta. Pengirimnya bernama Nurhaliza, siapa dia? Ataukah si Torkis pria desa itu. Segera kuinbok si Torkis ini.
(Kau yang transfer?)
Gak ada balasan ....
(Abang yang transfer sepuluh juta?) kucoba lebih lembut, akan tetapi tak dijawab juga. Atau dari Doli, pria yang pernah pacaran denganku tiga tahun tersebut, dia pria kaya, ataukah ini sebagai suap untukku karena sudah dia tinggalkan? Akan tetapi tak mungkin dia pakai rekening orang, rekeningnya hampir tiap Bank ada.
Ketika aku buka Facebook, ada komentar dari Torkis.
(Uang panjar sudah kukirim, pake BRI-link)
Waduh, kenapa malah di kolom komentar? Aku balas lewat inbok.
(Terima kasih banyak)
Akan tetapi dia tetap balas di kolom komentar.
(Sama-sama, ingat ya, itu panjar, aku datang melamarmu dua hari lagi)
Ya, Allah!
(Inbox saja,) balasku seraya menghapus pesannya, malu juga dibaca orang.
(Aku takut diblokir) balasnya kemudian.
Ya, ampun, ada orang selugu ini?