Tujuan Pendidikan dalam Islam
Kebijakan untuk menghapus ujian nasional (UN)  oleh kemendikbud memberikan angin segar bagi para pelajar.  Pasalnya,  UN yang diselenggarakan baik di jenjang SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, membuat para peserta didik kewalahan.  Sebab,  yang menjadi acuan kelulusan bagi mereka adalah standar nilai minimum yang telah ditetapkan pemerintah.  Akhirnya banyak keluhan yang dilontarkan para peserta didik,  guru, maupun orangtua dalam menyikapi sistem UN ini. Dengan adanya fakta tersebut,  maka kemendikbud mencoba mengadakan evaluasi terhadap sistem UN yang diberlakukan.

Jika kita telaah secara mendalam,  proses evaluasi terhadap dunia pendidikan, seharusnya tidak hanya menyoroti penerapan ujian nasional yang membebani para peserta didik. Lebih dari itu,  pengevaluasian harus diarahkan pada kegagalan sistem pendidikan saat ini dalam mencapai tujuannya.

Tujuan dari proses pendidikan adalah terbentunya karakter dalam diri para pelajar.  Namun sayangnya,  hal tersebut belumlah terwujud. Ketidakpahaman terhadap basis sistem pendidikan dan karakteristik manusia yang hendak dibentuknya, hanya akan membuat program-program pendidikan sebagai sarana trial and error,  dan menjadikan para peserta didik bagai kelinci percobaan. Alhasil,  tujuan dari sistem pendidikan yang dibangun atas asas ini akan memfokuskan pandangannya dalam mewujudkan manusia yang mampu bersaing di dunia kerja. Dan menghilangkan tujuan hakiki yakni membentuk karakteristik manusia. 

Di samping itu,  kelemahan fungsional tercermin pada tiga unsur pelaksana pendidikan. Pertama, lemahnya lembaga pendidikan yang tercermin dari kacaunya kurikulum, serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah sesuai dengan kehendak Islam.  Kedua, faktor keluarga yang tidak mendukung proses pendidikan pada anak (peserta didik). Ketiga, buruknya tatanan masyarakat yang turut mengakibatkan terjadinya degradasi moral pada generasi. Ketiga unsur inilah yang akan mempengaruhi proses pendidikan yang akan diserap oleh para peserta didik.

Islam memandang bahwa akidah merupakan dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, tak terkecuali penentuan kualifikasi guru dan budaya sekolah yang akan dikembangkan. Keberhasilan dari pendidikan Islam yakni terciptanya kepribadian Islam (syakhsiyah Islam), penguasaan tsaqofah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK dan keterampilan) dari masing-masing peserta didik.

Hal tersebut ditunjang dengan hadirnya peran negara yang mendukung terlaksananya kegiatan pendidikan. Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana fisik maupun non fisik yang akan mendorong terlaksananya kegiatan belajar mengajar, yakni dengan menyediakan buku-buku pelajaran sekolah atau kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, ruang seminar-auditorium (tempat melaksanakan aktivitas diskusi), majalah, surat kabar, internet, komputer atau laptop, dan lain sebagainya. Meski demikian, dengan adanya fasilitas yang memadai seperti ini, tidak menjadikan proses pendidikan berbiaya mahal. Negara akan menjamin agar para peserta didik bisa melangsungkan proses pendidikan dengan biaya terjangkau bahkan gratis.  Sebab, pendidikan di dalam Islam adalah hak setiap warga negara.

Di samping itu, negara pun wajib menjamin kesejahteraan para guru,  agar mereka dapat bekerja dengan baik. Penjaminan yang diberikan berupa pengayaan guru dari sisi metodologi, jaminan kesejahteraan bagi tenaga profesional, dan pemberian gaji memadai yang diberikan sebagai bentuk penghargaan terhadap ilmu yang diberikan. 

Konsep pendidikan seperti ini mampu melahirkan generasi unggul, memiliki kepribadian Islam dan menguasai tsaqofah Islam sekaligus IPTEK. Dengan demikian, mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berkualitas hanya bisa diwujudkan dengan penerapan sistem Islam. Hanya dengan berlandaskan pada kurikulum Islamlah akan tercapai tujuan hakiki dari proses pendidikan.