Mengurai Simpul Utama Pada Manusia
Seorang anak kecil, apakah laki-laki atau perempuan, tanpa memandang jenis kelamin, warna kulit, dan bahasanya, ketika anak ini mencapai usia akil baligh, yakni usia dewasa, maka akan muncul dalam benak dan pikirannya tiga pertanyaan seputar keberadaan manusia dalam kehidupan di dunia, sebab (alasan) keberadaannya, serta ke mana kembalinya dan bagaimana akhir dari kehidupannya? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul di benak anak-anak dengan pengertian yang sama, meski pengungkapannya tidak sama dengan yang disebutkan. Tiga pertanyaan itu adalah: “Dari mana Anda datang? Untuk apa Anda datang? Dan kemana Anda akan kembali?” Tiga pertanyaan ini membentuk apa yang disebut simpul utama (al-‘uqdatul qubro) yang terus menggelisahkan pikiran mereka yang sedang tumbuh, serta mendesak mereka untuk menemukan jawaban yang sesuai fitrah, memuaskan akal pikiran, serta membuat hati mereka tenang dan damai. Jika tidak menemukan jawabannya, meski hanya satu yang tidak terjawab dari ketiga pertanyaan itu, maka simpul utama (al-‘uqdatul qubro) masih tetap belum teruraikan.
Adapun jawaban-jawaban itu harus memuaskan akal pikiran, artinya bahwa jawaban-jawaban itu harus sesuai dengan kenyataan yang dapat dipertanggung jawabkan, serta tidak boleh bertentangan dan berlawanan dengan hal-hal nyata yang diakui kebenarannya. Menolak atau mengingkari keberadaan al-Khāliq (Sang Pencipta), sama seperti menolak atau mengingkari keberadaan matahari, keduanya sama-sama tidak memuaskan akal pikiran, sebab keduanya tidak sesuai dengan kenyataan, serta bertentangan dan berlawanan dengan hal-hal nyata yang diakui kebenarannya. Al-Khāliq (Sang Pencipta) itu nyata adanya, di mana bukti-bukti keberadaannya terang-benderang dan sangat sederhana, juga keberadaan matahari merupakan kenyataan yang tidak terbantahkan.
Sedang maksud bahwa jawaban-jawaban tersebut mampu membuat hati tenang dan damai, artinya bahwa jawaban-jawaban itu sesuai dengan fitrah dan memuaskan akal pikiran yang tengah berusaha mengurai simpul utama (al-‘uqdatul qubro) pada orang yang menanyakan tiga pertanyaan itu, sehingga padanya ada (terbentuk) akidah yang benar (sahih), dan akidah yang sahih inilah yang kemudian menjadi qaidah fikriyah (landasan berfikir) di mana semua pemikiran tentang kehidupan dibangun di atasnya, sehingga pemikiran itu benar-benar tertanam kokoh dengan produktif. Oleh karena itu, siapapun yang menganut akidah ini, maka ia akan menemukan jawaban yang jelas, menyeluruh dan meyakinkan atas semua pertanyaan-pertanyaannya, serta menemukan solusi yang tepat dan radikal (mengakar) untuk setiap permasalahannya. Sehingga ia akan menjalani kehidupan ini tanpa beban yang membuatnya tenang, nyaman dan bahagia, hingga mendorongnya menuju pembangunan, rekonstruksi dan produksi yang membuahkan kebaikan untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsanya.