Hakikat Kehidupan Suami-Istri
Kehidupan suami-istri adalah kehidupan yang sarat dengan ketenangan, ketenteraman, kasih sayang, dan persahabatan. Interaksi suami-istri tegak di atas prinsip ta’awun (tolong-menolong), saling menopang, bersahabat, harmonis, menyegarkan, tidak kaku dan formalistik. Hubungan suami-istri adalah interaksi yang penuh kehangatan, kesejukan, dan jauh dari kekakuan. Kepemimpinan seorang suami di dalam rumah tangga adalah kepemimpinan yang bersifat mengatur dan melayani (ri’ayah), bukan kepemimpinan diktator layaknya seorang penguasa yang selalu menggunakan pendekatan kekuasaan. Seorang istri juga diwajibkan taat kepada suami dalam batas-batas yang telah ditetapkan syariah.
Adapun suami diwajibkan memberi nafkah kepada istri dengan cara yang makruf. Adapun dalam karakter perlakuan dan pergaulan suami-istri yang ditetapkan syariah adalah ‘isyrah shuhbah (pergaulan yang penuh dengan persahabatan). Adapun dalam hal ketaatan, Allah SWT. memerintahkan istri untuk taat kepada suami dan mengharamkan nusyuz (membangkang kepada suami). Dalam konteks nafkah dalam kehidupan rumah tangga, Allah SWT. telah mewajibkan suami memberi nafkah kepada istri.
Ulama fikih telah menjelaskan secara rinci hak dan kewajiban suami dan istri. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Suami berkewajiban memberi nafkah kepada istrinya baik makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal dengan cara yang baik. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah saw.:
تُطْعِمُهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلا تَضْرِب الْوَجْهَ، وَلاَ تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
“Engkau harus memberi dia makan jika engkau makan, juga memberi dia pakaian jika engkau berpakaian. Janganlah engkau menempeleng wajah, jangan pula engkau menghina dia, dan jangan mendiamkan dia kecuali di dalam rumah.” (HR Ahmad, ath-Thabarani dan an-Nasai. Syuaib al-Arnauth mengatakan isnad hadis ini hasan).
2. Berlaku adil dalam pembagian jika suami mempunyai istri lebih dari satu orang. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ اِمْرَأَتَانَ يَمِيلُ لإحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَدُ شِقَّيْهِ مَائِلٌ
“Siapa saja yang mempunyai dua orang istri kemudian dia lebih condong kepada salah satunya atas yang lain (hingga menelantarkan yang lain), maka kelak ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan setengah badannya doyong.” (HR an-Nasai).
3. Istri wajib menaati suaminya dalam hal kebaikan, bukan dalam kemaksiatan kepada Allah SWT. Hanya saja seorang suami hendaknya tidak memberatkan ataupun menyusahkan istrinya. Ketentuan semacam ini didasarkan pada Firman Allah SWT:
أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡهِنَّ سَبِيلًاۗ ٣٤
“Bila istri-istri menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka…” (QS an-Nisa’ [4]: 34).
Masih banyak lagi ketentuan-ketentuan syariat yang mengatur hak dan kewajiban suami-istri.
Syariat Islam mengatur tugas dan kewajiban suami-istri dalam kehidupan rumah tangga, hingga terwujud di dalamnya kehidupan yang dipenuhi dengan tolong-menolong, persahabatan, dan saling memberikan ketenangan satu dengan yang lain.