Cemburu
"Mas, kok belum pulang?"

"Sita memesan paket liburan ke Bali selama tiga hari, tidak mungkin Mas batalkan begitu saja."

"Mas jahat, kita saja belum honeymoon ke sana."

"Kan kamu sedang hamil, jangan pergi jauh-jauh dulu."

"Kapan honeymoon-nya kalau begitu?"

"Sabar ya, Sayang."

"Mas lagi di mana sekarang?"

"Villa di Bali."

"Mas jahat!" Aku memutus sambungan telepon, kesal.

Awas kamu Sita!

Kubuka aplikasi biru, kustalking akun Sita. Benar saja, ia tengah berbahagia bersama Mas Rangga-ku.

'Akhirnya kesampaian juga ke sini berdua saja, biasanya sama anak-anak. Kali ini honeymoon dulu, kita.'

Banyak komentar selamat dan do'a yang disampaikan oleh teman dunia mayanya. Aku? Tak sudi!

'Anaknya sama siapa, Jeng?' Komentar salah satu akun.

'Sama Eyangnya dulu. Kan satu kota, mampir sebelum terbang ke Bali.'

'Wah, asyiiik banget, aku juga mupeng.'

'Makanya suami diservis dengan excellent!' balasnya.

Servis excellent? Dikira aku enggak? Huh benar-benar bikin naik darah. Tak sadar aku meremas roti yang sedari tadi kupegang hendak kuolesi selai. Hilang sudah selera makan.

Tidak cukup sampai di situ, Sita meg-upload sebuah foto. Mas Rangga tampak bahagia di dalam foto itu sambil merangkul mesra Sita. Katanya hanya aku yang ia cinta. Omong kosong!

***
"Sayang, Mas kangen nih." Mas Rangga menghubungi siang ini.

"Makan tuh kangen, Mas kan sedang bulan madu di sana."

"Eh, iya. Mas kira tadinya berempat ternyata Sita memesan paket honeymoon. Pantas saja mahal."

"Sudah, ah. Aku nggak mau dengar."

"Jangan gitu dong, kamu mau dibelikan apa? Pasti Mas turuti."

"Aku mau Mas pulang ke sini."

"Iya, besok Mas sudah pulang kok. Dari sini langsung ke sana. Sita biar pulang sendiri."

"Beneran?"

"Bener, dong."

"Janji loh, Mas."

"Iya, Sayang."

"Ya sudah, aku mau perawatan dulu. Mas jangan lupa transfer, ya."

"Apalagi yang mau dirawat? Kamu sudah cantik paripurna."

"Ah ... Mas bisa aja. Aku mau tampil secantik mungkin pokoknya."

"Iya, nanti Mas transfer. Jangan khawatir."

"Makasih ya, Mas. I love You."

"Sudah dulu ya, Sita sudah gedor-gedor pintu kamar mandi dari tadi."

"Iih ... jawab dulu."

"Jawab apa?"

"Sudah ah, basi!"

"Mas nggak ngerti, nanti kita bicara lagi."

Mas Rangga memutus sambungan telepon tanpa menjawab peryataan cintaku. Sebeeel!

***
Lingerie merah cabe dengan belahan bagian depan kukenakan demi menyambut Mas Rangga, padahal AC di kamar ini cukup dingin. Tak apalah menahan dingin sebentar sambil menunggu Mas Rangga datang siang ini.

Sejak pagi ponsel Mas Rangga tidak bisa dihubungi, ia pasti sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Atau masih berada di dalam pesawat. Bisa juga ia ingin memberikan kejutan untukku. Ah ... bahagianya.

Jam menunjukkan pukul tiga sore, tiga jam berlalu sejak aku bersiap menunggu kedatangan Mas Rangga. Ia biasanya mengambil penerbangan pagi jam sepuluh tetapi kenapa hingga kini ia belum datang juga?

Kuraih ponsel yang tergeletak begitu saja di atas nakas. Menekan nomor Mas Rangga, terhubung. Alhamdulillah.

"Mas dari mana saja, kok nggak bisa dihubungi?"

"Mas tadi di pesawat."

"Asyiiik, berarti Mas sudah sampai?"

"Sudah, ini perjalanan menuju ke rumah. Mas mampir ke toilet dulu sebentar."

"Aku sudah menunggu sejak tadi."

"Menunggu siapa?"

"Menunggu Mas lah. Siapa lagi?"

"Loh, ini Mas masih di Jawa. Sita tiba-tiba masuk angin, nggak mungkin membiarkannya pulang sendiri."

"Ah ... itu akal-akalannya saja, paling."

"Sudah dulu ya, ada telepon masuk dari Sita. Kelamaan mungkin nunggu di mobil."

"Mas ...."

Lagi, Mas Rangga memutus sambungan telepon di saat aku belum selesai berbicara.

Huh, kesaaal!

Kulihat tampilan di cermin, seorang wanita dengan riasan cetar, rambut tergerai indah dengan wajah yang menyedihkan. Padahal aku telah menghabiskan jutaan rupiah hari ini demi tampil secantik mungkin.

Kasihan sekali kamu, Rita. Aku harus merebut perhatian Mas Rangga. Bagaimanapun caranya!

***
'Suamiku baik banget, pagi-pagi dibuatkan minuman hangat padahal aku cuma masuk angin.'

'Masuk angin, gara-gara mandi lima kali sehari, persis seperti pengantin baru dulu.'

Kontan saja status Sita menuai banjir komentar memberikan ucapan semoga lekas sembuh yang silih berganti dikirimkan di bawah statusnya tersebut. Ada juga yang mendoakan semoga pernikahan mereka langgeng, bikin nganan, bikin pengen, dan sebagainya.

Panas! Semua itu membuat hatiku panas. Entah kapan Mas Rangga akan kembali ke sini jika begini terus caranya.

[Mas, aku kangen.]

Persetan dengan perjanjian yang telah kami sepakati, yakni tidak boleh mengirimkan pesan pada Mas Rangga saat ia bersama keluarganya. Aku juga mengirimkan pesan setelah teleponku direject berkali-kali.

[Sabar, sebentar. Mas sedang menyuapi Sita.]

[Mas menyuapi Sita?]

[Iya, dia kan sedang sakit.]

[Aku aja nggak pernah disuapin sama kamu, Mas.]

[Sudah jangan kirim pesan, nanti Sita curiga.]

[Mas jahat!]

Centang satu, itu tandanya ponsel Mas Rangga dimatikan. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Kenapa sesulit ini ingin bertemu dengan suamiku sendiri?


Bersambung


Komentar

Login untuk melihat komentar!