Part 3

Jangan membangunkan macan yang sedang tidur. Sering mendengar pepatah seperti itu? Pepatah yang bisa diartikan jangan pernah memancing kemarahan seseorang karena seseorang yang terlihat tenang atau diam, sewaktu-waktu akan meledak emosinya jika kita memantik api amarahnya.

Itulah yang terjadi pada Athiya. Ia mungkin masih bisa bersabar saat dirinya dihina ataupun dicaci. Namun, jika ibunya yang menjadi sasaran hinaan mereka, Athiya tak sanggup lagi menahan gejolak amarah yang membara di dalam dadanya. Hatinya sakit dan terluka saat mendengar Mira menghina ibunya yang sangat ia sayangi dan bangga-banggakan.

"Yank ... tanganku sakit," rengek Mira saat Samy dan ketiga temannya itu berjalan mendekat.

Samy menatap sinis Mira seolah tak ada rasa simpatik sedikitpun padanya.

"Yaank ...." Mira bergelayut manja pada lengan Samy.

"Lepas! Tangan loe lengket!" Samy menepis kasar tangan Mira.

"Kamu kenapa sih, Yank? Udah tadi nggak nolongin aku pas si cupu nyerang, sekarang malah marah-marah nggak jelas!" sentak Mira.

Teman-teman Samy dan Mira tak mau ikut campur urusan dua sejoli itu. Mereka memilih duduk menjauh.

"Harus gitu, gue nolongin?" tanya Samy cuek sembari menarik kursi untuk duduk.

"Ya haruslah! Kamu kan pacar aku." Mira cemberut.

"Ck. Nyesel gue, punya pacar malu-maluin kayak loe," ungkap Samy.

Spontan Mira terkejut. Keningnya berkerut menatap Samy.

"Maksud kamu apa, ngomong kayak gitu?"

"Loe pikir aja sendiri!" ucap Samy sinis lalu pergi dari kantin meninggalkan Mira yang kesal.

"Sam! Tungguin kita!" teriak Iwan.

Edo, Iyan dan Iwan berlari kecil menyusul Samy.

"Loe nggak apa-apa, Ra?" tanya Sally, teman baik Mira.

"Sial banget hari ini gue, Sel! Tadi Si Cupu berani nyerang gue. Sekarang ... Samy malah ikutan marah-marah nggak jelas! Ngeselin!" Mira menggebrak meja kantin.

"Udah, udah. Nanti aja kita bahas lagi. Mending sekarang loe ke kamar mandi, deh. Cuci tangan sama muka loe dulu. Lengket semua. Mau loe disemutin?"

"Sialan loe!" Mira memukul lengan Sally lalu berjalan ke arah kamar mandi dengan menghentak-hentakan kakinya.

Di dalam kelas, Athiya terlihat menunduk, menyandarkan kepalanya pada meja dengan bertumpukan kedua lengannya.

"Kamu nggak apa-apa, Tia?" tanya Amal khawatir.

Athiya hanya menggeleng.

"Maafin aku, Tia. Entah sampai kapan aku jadi laki-laki pengecut seperti ini. Bahkan untuk menolong sahabat pun, aku nggak bisa," sesal Amal ikut tertunduk di meja.

Athiya mengangkat wajahnya dan menatap Amal yang tertunduk.

"Hey." Athiya menepuk pundak Amal.

"Nggak apa-apa, Mal. Aku yakin kok, suatu hari nanti kamu akan jadi laki-laki yang kuat dan pemberani," ujar Athiya tersenyum manis.

Sepersekian detik Amal tertegun menatap Athiya. Ia merasakan ada sesuatu yang salah dengan dirinya.

"Kenapa, hm?" tanya Athiya saat melihat Amal bengong.

"Ng-nggak. Nggak apa-apa," jawab Amal gelagapan.

Ada apa denganku? batin amal.

"Kamu sakit? Mukamu merah gitu. Kita ke UKS, yuk!" Athiya khawatir.

"Hah?" Amal terkejut dan langsung******wajahnya yang terasa menghangat.

"A-a-aku nggak apa-apa," jawabnya gugup.

"Cuma pusing dikit aja. Nanti juga ilang, kok." Amal kembali menyandarkan kepalanya di meja.

Apa yang terjadi padaku? Kenapa tiba-tiba hatiku berdebar seperti ini? tanya Amal dalam hati.

"Aku ke toilet dulu, ya. Kamu beneran, nggak mau ke UKS?" Athiya memastikan.

Amal hanya menggeleng, tak berani menatap Athiya.

Setelah Athiya keluar kelas, Amal baru berani mengangkat wajahnya. Tangan kanannya memegang dada.

"Ya Allah, apa jangan-jangan ...."

"Nggak! Aku nggak boleh suka sama Tia! Aku nggak mau ngerusak persahabatan ini." Amal menggeleng-gelengkan kepala.

Sementara itu, saat Athiya sedang berjalan menuju toilet, Samy dengan sengaja menghalang-halangi langkahnya.

"Mau kamu apa, sih?" tanya Athiya kesal. Suasana hatinya masih buruk gara-gara hinaan Mira tadi.

"Gue mau ngomong sama loe," jawab Samy datar.

"Tar aja. Aku mau ke toilet." Athiya hendak melangkah pergi tapi Samy mencengkeram pergelangan tangannya.

"Gue minta maaf," ucap Samy.

"Untuk?" tanya Athiya cuek sembari melepaskan pegangan tangan Samy.

"Atas ucapan Mira tadi. Nggak seharusnya dia menghina ibu loe," tutur Samy.

Athiya terdiam sejenak, memandang heran pada Samy.

Ada apa dengannya? Bukannya kelakuan dia itu sebelas dua belas sama pacarnya? gerutu Athiya dalam hati.

"Kenapa kamu yang minta maaf? Mira yang menghina ibuku, jadi dialah yang seharusnya meminta maaf padaku. Bukan kamu!" Athiya langsung pergi meninggalkan Samy yang masih berdiri mematung di tempatnya.

"Gue emang badung dan berandal, tapi gue nggak pernah suka sama siapapun yang jadiin Orangtua sebagai bahan bullyan," gumamnya sembari menatap Athiya yang semakin menjauh.

🌸🌸🌸

Saat semua murid di kelas Athiya sedang tenang mengerjakan soal, seorang murid laki-laki dari kelas lain muncul di depan pintu.

"Athiya!" panggilnya.

Athiya dan beberapa murid di kelas mendongak menatap ke arah suara itu.

"Dipanggil sama Bu Endang ke kantor sekarang," ujarnya kemudian langsung pergi begitu saja.

Athiya beranjak dari kursi kemudian melangkah cepat menuju ruang guru.

"Hey, Cupu! Ikut gue sebentar!" perintah Iwan.

"Ng-nggak! Aku lagi nulis," tolak Amal.

"Udah, cepetan!" Iwan menarik paksa Amal keluar kelas, membawanya ke toilet.

"Ng-ngapain aku disuruh ke toilet?" tanya Amal bingung.

"Gue sakit perut. Temenin gue sebentar! Gue takut," kilah Iwan.

Kening Amal berkerut, bingung dengan tingkah Iwan.

"Awas loe, ya! Berani keluar dari toilet ninggalin gue, gue hajar loe nanti!" ancamnya.

Amal menelan ludah dengan raut wajah takut dan pasrah menunggu Iwan di toilet.

Sementara itu, Mira dan Sally terlihat celingukan di luar kelas Athiya lalu bergegas masuk.

"Cepetan! Keburu dia ke sini!" perintah Mira.

"Iya, sabar! Ini juga lagi dikerjain," sahut Sally.

Mira melirik ke arah Samy yang terlihat enggan menatapnya.

"Yank ...." Mira mendekati bangku Samy.

"Nanti pulang sekolah, kita ke mall, ya," bujuknya sembari tersenyum manja.

Samy diam tak merespon.

"Ra! Ayo kita keluar! Keburu si Tia balik!" Sally menarik paksa Mira untuk keluar dari kelas Athiya.

"Iiihh! Iya, sabar!" sahut Mira kesal.

"Yank! Tar pulang sekolah aku tunggu di parkiran, ya!" teriak Mira sebelum ia menghilang di balik pintu.

Tok ... tok ... tok.

"Masuk!" seru Bu Endang.

"Permisi, Bu. Ibu manggil saya?" tanya Mira ketika sudah berdiri di depan meja Bu Endang.

Bu Endang terlihat bingung dengan ucapan Athiya.

"Nggak, kok. Ibu nggak manggil kamu."

Athiya mengernyitkan dahinya.

"Masa sih, Bu. Tapi tadi ...." Athiya enggan melanjutkan ucapannya.

"Tadi apa Tia?"

"Nggak, Bu. Nggak ada apa-apa. Saya mungkin salah denger tadi," elak Athiya.

"Ya sudah. Kamu kembali ke kelas sana."

"Iya, Bu. Permisi," pamit Athiya lalu bergegas kembali ke kelas.

Pasti ini ulah mereka, geram Athiya dalam hati.

Athiya mendelikkan mata pada Samy yang menatapnya sejak ia masuk ke kelas.

"Ngapain dia liat-liat?" gumam Athiya kesal.

"Dipanggil kenapa, Tia?" tanya Amal yang sudah lebih dulu kembali dari toilet.

"Bu Endang nggak manggil. Aku dikerjain aja tadi," ungkap Athiya.

Setengah jam kemudian, bel tanda pulang sekolah berbunyi. Semua anak-anak di kelas menghambur keluar kecuali Athiya dan Amal yang masih terlihat santai merapikan bukunya.

"Ayo, Tia," ajak Amal sembari berdiri.

"Ayo." Athiya ikut berdiri tapi tiba-tiba,

Sreet!

Athiya berdiri terpaku. Keningnya berkerut karena terkejut.

"Kenapa Tia?" tanya Amal saat melihat perubahan ekspresi pada wajah Athiya.

Athiya mengintip ke belakang roknya.

"Rok aku sobek," lirihnya.

"Masa?" Amal spontan hendak melihatnya.

"Iiihh! Jangan ngintip Amal!" Athiya memukul pelan lengan Amal.

"Ma-maaf. Aku nggak bermaksud ngintip," sesalnya dengan wajah memerah karena malu.

"Terus gimana, dong? Kamu pulang duluan aja, deh. Aku nunggu sekolah sepi dulu," usul Athiya sembari berjalan mundur ke arah pintu kelas. Ia menempelkan tubuhnya pada dinding untuk menutupi roknya yang sobek.

"Udah sana, Mal. Kamu duluan aja," pintanya.

Amal tak menggubris permintaan Athiya. Dengan cepat ia melepaskan sweater yang dipakainya. Menarik kedua bahu Athiya agar tubuhnya sedikit mendekat padanya dan menjauh dari dinding.

"Amal ...." Athiya sedikit terkejut saat Amal tiba-tiba menariknya.

Amal mencondongkan tubuhnya ke arah Athiya lalu mengikatkan sweater di belakang untuk menutupi sobekannya. Tanpa sengaja Samy menyaksikan kejadian itu saat ia bermaksud kembali ke kelas untuk mengambil buku yang ketinggalan.

Cih! Sok pahlawan! gerutunya dalam hati.

Ia memutar balik arah meninggalkan keduanya.

"Kalau kayak gini, kamu nggak perlu nungguin sekolah sepi." Amal tersenyum.

"Iya, ya. Kamu bener. Makasih, ya. Nanti aku balikin kalau udah dicuci." Athiya tersenyum senang.

Amal terlihat gugup saat Athiya tersenyum padanya. Ia bersusah payah menelan ludah. Memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menyembunyikan kegugupannya. Tangannya bergerak membenarkan posisi kacamata.

"Hey! Kenapa?" Athiya memicingkan matanya menatap heran.

"Ng-nggak! Nggak apa-apa. Ayo pulang." Amal melangkah mendahului Athiya.

"Iish ... kamu aneh." Athiya terkekeh.

🌸🌸🌸

Samy kembali ke parkiran dengan wajah cemberut. Di sana terlihat Mira sudah berdiri menunggunya.

"Yank!" serunya sembari berlari kecil menghampiri Samy.

"Kita jadi kan pergi ke mall?" rengeknya manja.

"Nggak!" tukas Samy sembari memakai helmnya.

"Kenapa sih, Yank? Biasanya juga mau."

Samy memutar badan menghadapnya.

"Dengerin gue baik-baik. Mulai sekarang kita putus. Jangan deketin gue lagi!" tegas Samy lalu bergegas menaiki motornya.

Mira tersentak dengan perkataan Samy yang tiba-tiba memutuskan hubungan mereka.

"Sam!" pekiknya sembari menarik lengan baju Samy.

"Maksud kamu apa? Kenapa tiba-tiba mutusin aku, hah?!" protes Mira.

"Gue bosen," jawab Samy cuek.

"Sam ...," rengeknya.

"Aku nggak mau, Sam! Aku nggak mau kita putus!"

"Terserah!" sahut Samy lalu memacu motor sportnya meninggalkan Mira yang berteriak-teriak memanggilnya sembari menangis.

Dua bulan kemudian, Mira masih tetap mengejar kembali cintanya meskipun Samy bersikap cuek padanya. Bullying terhadap Athiya dan Amal pun semakin hari semakin berkurang. Mira sibuk mencari perhatian pada Samy hingga ia lupa dengan kebiasaannya membully Athiya.

Entah apa alasan yang membuat Samy kini bersikap cuek dan dingin pada Amal dan Athiya. Tak pernah lagi ia mengganggu keduanya. Hal itu memberikan sedikit rasa lega meskipun Amal dan Athiya sempat bingung dengan perubahan sikapnya itu.

Sekitar pukul sepuluh malam, Samy baru hendak pulang dari kafe langganan tempat ia nongkrong bersama teman-temannya. Di tengah perjalanan, motornya dihentikan paksa oleh sekelompok preman.

"Turun loe!" bentaknya.

Samy mengangkat kedua tangannya kemudian turun dari motor.

"Serahin dompet dan hape loe!"

"Kunci motor loe juga! Serahin!" timpal preman lainnya.

Samy menyerahkan dompet dan ponselnya sembari matanya melirik kesana-sini. Mencari kesempatan untuk melawan.

"Widiihh ... banyam juga nih, isi dompetnya." Ketiga preman lainnya mendekat menatap dompet di tangan temannya.

Di saat keadaan lengah itulah Samy melakukan perlawanan. Ia kembali merebut ponsel dan dompetnya. Para preman itu geram lalu menerjang menghajar Samy. Samy tak tinggal diam. Melawan para preman itu sekuat tenaga. Dirinya yang memang sedang kesal tapi tak tau alasan jelasnya, merasa senang karena ada kesempatan untuk melampiaskan kekesalannya itu.

Namun, karena tidak sebanding dalam jumlah dan ukuran tubuh, akhirnya para preman itu berhasil membuat Samy jatuh tersungkur. Wajah tampannya dipenuhi lebam dan bercak darah. Disudut bibirnya bahkan terlihat darah segar mengalir. Saat salah seorang dari preman itu hendak memukul Samy dengan kayu. Namun, tiba-tiba ...

Pletak!!

Seseorang melempar batu tepat mengenai kepala preman itu dan berhasil menghentikan tindakannya yang hendak memukul Samy.

"Sialan! Siapa itu?!" murkanya.

Semua mata tertuju menatap seorang gadis remaja yang berdiri tak jauh dari sana sambil memegangi sepedanya.

"Tia," gumam Samy yang tengah terduduk di aspal.

"Heh, Bocah!" Berani-beraninya loe ikut campur urusan kita!" hardik salah satu preman itu.

Dua dari preman itu mendekat ke arah Athiya, sementara dua lainnya menahan Samy. Athiya langsung memarkirkan sepedanya lalu berjalan tenang menghampiri para preman itu. Tangan kannanya terlihat santai melempar-lempar batu ke udara.

"Cepet pergi dari sini, Tia! Jangan gila loe!" teriak Samy.

Athiya tak menggubris teriakan Samy. Hanya menatapnya sekilas lalu kembali melempar batu tepat mengenai salah satu preman yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.

"Bocah sialan! Cari mati lu, hah!" murka preman itu.

Kedua preman itu langsung menerjang ke arah Athiya.

"Jangan!" pekik Samy hendak berdiri tapi ditahan preman lainnya.

Tanpa diduga, Athiya berhasil lolos dari serangan preman itu. Ia menahan tendangan dengan kedua tangan lalu menarik dan menghentakkan kaki preman itu hingga membuatnya jatuh tersungkur. Preman lainnya semakin geram setelah mengetahui ternyata Athiya mampu bela diri. Dengan begitu lincahnya Athiya menangkis pukulan demi pukulan dari para preman itu. Menghajar balik preman-preman itu sampai mereka babak belur.

Samy duduk terpaku menatap Athiya yang sedang sibuk melawan kedua preman. Samy melongo. Ia tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Athiya, gadis yang selama ini dibully di sekolah ternyata memiliki kemampuan bela diri yang baik. Sepersekian detik Samy seolah lupa bagaimana caranya untuk berkedip. Ia merasa seperti orang bodoh mengingat perlakuan kasarnya pada Athiya, tapi Athiya tak pernah membalasnya.

"Tia!" pekik Samy.

Samy tersadar dari lamunannya saat salah satu preman itu berhasil memukul wajah Athiya hingga jatuh tersungkur. Samy berdiri lalu kembali melawan kedua preman yang menahannya.

Athiya bangkit sambil mengusap darah dari sudut bibir dengan ibu jarinya. Ia tersenyum sinis menatap para preman itu kemudian kembali menghajarnya hingga mereka tergeletak di aspal sambil meringis kesakitan.

Samy segera berlari menghampiri Athiya setelah ia berhasil mengalahkan kedua preman lainnya.

"Loe nggak apa-apa, kan?" tanyanya cemas. Bola matanya bergerak-gerak mengamati wajah Athiya.

Tangan Samy terulur hendak menyentuh luka di sudut bibir tapi langsung ditepis oleh Athiya.

"Nggak apa-apa," jawabnya datar.

Saat keduanya lengah, salah satu preman itu bangkit kembali dan mendekat lalu ...

Bugh!

β˜…β˜…β˜…


Komentar

Login untuk melihat komentar!