Hari ini, seorang perempuan perlahan berjalan di panggung nan megah. Di tangannya memegang sebuah plakat penghargaan yang terbuat dari marmer berwarna hitam dan bertuliskan nama seorang karyawan berprestasi di perusahaan yang ia pimpin. Sebuah nama yang sampai kapan pun abadi dalam ingatan jangka panjangnya.
Pembawa acara dengan penuh semangat menyebutkan nama yang tertera di plakat itu. Tepuk tangan bergemuruh, sementara sang penerima hadiah kedua matanya berkaca-kaca. Bukan karena prestasi yang diraih. Namun, sosok sahabat yang ia kenal dahulu.
"Penghargaan karyawan berprestasi tahun ini, diberikan kepada Anti Chan. Selamat dan sukses selalu. Untuk pemberian hadiah akan langsung diberikan kepada direktur utama PT. Citra Buana Jaya yaitu, Ibu Fatma Mutia."
Fatma dengan senyum merekah memberikan benda itu pada Anti. Keduanya saling menatap. Fatma menepuk lembut bahu karyawan itu, lalu memeluknya. "Terimakasih atas semua kebaikanmu, inikah aku saat ini," ucapnya dengan lembut.
Keduanya hanyut dalam suasana haru, lima belas tahun tak bertemu, ditakdirkan berjumpa di saat yang tak terduga.
🍂🍂🍂
Sudah menjadi rutinitas Fatma, ke sekolah membawa gorengan untuk dijual. Jika anak seusianya berangkat dengan banyak bekal makanan, ia cukup air putih saja. Tekatnya satu, tetap bersekolah.
Uang hasil jualan gorengan akan diberikan ke Emmak seluruhnya. Maklum saja, ibunya hanya buruh cuci panggilan dan sang bapak kerjanya serabutan.
Setiap hari teman-teman Fatma mencibir apa yang ia pakai. Sepatu jebol, seragam kusut, kaos kaki bolong, tas robek, ia tak peduli.
Di antara teman-teman yang sering membully ada seorang anak perempuan keturunan China dan Betawi selalu memberikan semangat dan tak segan membantunya, ia seorang anak pemilik toko matrial. Fatma memanggilnya Anti.
Anti sering berbohong kepada orang tuanya kalau alat tulis dan buku LKSnya hilang, tak lain ingin diberikan kepada Fatma. Ia tak tega, melihat Fatma terus menyalin soal dari buku.
Terkadang, Fatma diajak ke rumahnya hanya sekedar mengajak makan enak.
Persahabatan mereka terlerai karena usaha ayah Anti bagkrut dan pindah ke luar daerah. Namun, sebelum pergi ia memberikan sebuah buku cerita pada Fatma.
"Anti, ini untuk aku?" tanya Fatma seakan tak percaya, buku cerita itu ia beli dari luar negeri dan sangat ia sayangi.
"Iya, kenang-kenangan dariku. Baca ya! Semoga kelak kamu seperti itik itu."
Fatma membuka satu persatu halaman, tak ada satu pun kata yang ia pahami, sangat asing.
"Aku ngak tahu ini artinya apa? Pakai bahasa apa sih ini?"
"Inggris, Fat. Ngak apa-apa nanti kalau sudah belajar bahasa Inggris baca ya!"
Seorang perempuan berkulit putih gading dengan rambut dicat mahogany memanggil Anti.
Fatma sadar, itu adalah waktu terakhir bertemu dengan sahabatnya itu.
"Bentar, Mah!" Anti menoleh sesaat dan memeluk Fatma. "Semoga suatu saat kita bertemu, dan kamu bukan itik buruk rupa lagi."
"Agh, aku ngak paham. Aku cuma tahu, kamulah sahabat terbaikku."
Dua sahabat kecil itu seakan tak ingin melepaskan pelukan mereka.
Panggilan kembali terdengar. Fatma melepas perlahan pelukan Anti. Sebuah buku menjadi kenangan berharga persahabatan mereka.
🍂
"Anti, aku penuhi harapanmu. Aku kini bukan lagi itik yang buruk rupa," ucap Fatma.
Gemerlapnya panggung, menjadi saksi bertemunya gadis penjual gorengan belasan tahun yang lalu dengan anak seorang pengusaha. Roda nasib telah berputar, tetapi keduanya tak tergilas zaman, tetap tegak dan berdiri dalam syair kebaikan dan kejujuran.