Utang Rp. 30.000.000
'Sadar, Key. Come on, hubungan ini tak sehat untuk kamu dan dia. Kamu bukanlah Keysha, pacarnya Bastian seperti dulu. Kamu adalah Keysha, istri sah Mas Ikbal.'
(Hati kecil Keysha)

***

Ibu Naila dipindahkan ke kamar perawatan tipe VVIP yang dipesan Bastian. Terlalu mewah, ingin rasanya Keysha melayangkan protes kepadanya. Namun, pemilik mata bundar itu tidak tahu bagaimana cara menghubunginya. Ia lupa menanyakan nomor ponsel pria itu. Mau bertanya kepada Ayu, tetapi ada rasa gengsi yang masih menggerogoti hati. Akhirnya dia mengurungkan niat.

Entah karena kenyamanan kamar atau efek obat yang sudah diminum, akhirnya Naila bisa tertidur pulas. Gita juga ikut lelap di sofa empuk yang ada di ruang beraroma desinfektan.

Melihat kondisi sudah terasa kondusif, Elina pun mendekati sang kakak untuk mendapatkan jawaban dari sejuta pertanyaan yang sudah menghantuinya sejak pagi tadi.

"Kak, kenapa pesan kamar ini, sih?"
Elina menarik tangannya dan bertanya setengah berbisik agar mama tak mendengar percakapan mereka.

"Mana kutahu, Bastian yang pesan kamar ini." Keysha menaikkan kedua bahu bersamaan.

"Kakak tahu, kan, biaya rumah sakit nggak murah, asuransi Mama udah nunggak, nggak bisa dipakai lagi." Dia terlihat cemas memikirkan biaya rumah sakit.

"Aku masih punya tabungan, nanti pake dulu yang itu. Udah, kamu nggak usah pikirin soal biaya." Elina mengangguk dengan raut wajah sedikit lega.

"Oh, ya, Kak. Kamu dan Mas Bastian, kenapa bisa bertemu lagi?" Dengan ragu Elena akhirnya berhasil melayangkan pertanyaan untuk menepis rasa penasaran.

Helaan napas terasa berat saat Keysha ingin memulai menjelaskan awal pertemuan yang tak sengaja.

"Hmm." Dia mengawali dengan berdehem seolah ada benda asing yang menyumbat tenggorokannya.

Elina masih menunggu jawaban dengan sabar, menatap dan meminta kejujurannya.

"Aku nggak sengaja ketemu dia di acara reunian kemaren, terus tadi pagi ...." 

Dia menghentikan kalimat, menarik napas panjang lalu mengembuskan perlahan. Ingatannya langsung tertuju ke peristiwa tadi pagi saat mereka sedang berandai saling ingin memiliki. Iya, pengakuan Bastian yang masih mencintainya, bahkan sekarang cinta itu semakin besar.

"Trus, tadi pagi?" Elina masih belum puas dengan jawaban tersebut sembari menyenggol sikunya

"Tadi pagi dia datang ke rumah."

"Emangnya Mas Ikbal?" Elina menautkan dahi, kepalanya masih dipenuhi rasa ingin tahu bagaimana sikap abang ipar saat mereka bertemu.

"Pagi ini Mas Ikbal lembur, ke kantor bentar drop-in proposal."

"Oh, pantesan, aku kirain mereka sempat bertemu." Raut kelegaan terpancar di wajah imutnya.

"Ya, nggaklah, aku harus ngomong apa ama Mas Ikbal tentang dia." Keysha mencubit gemes hidungnya.

"Trus, apa tujuan dia menemui kamu lagi? Jangan bilang kalian CLBK, lho." Nada Elina meledek dan sedikit terkekeh.

Pertanyaan itu bersamaan dengan pintu kamar terbuka. Refleks mereka menoleh dengan mata melebar kaget ke arah pintu dan mendapatkan sosok Mas Ikbal memasuki ruangan dengan raut wajah yang tak bisa ditebak. Dengan langkah lebar, dia mendekati mereka, sesekali menengok ke arah brankar.

"Gimana kondisi Mama?" Suaranya sengaja dipelankan agar tidak mengganggu Laina yang sedang tidur.

"Udah agak mendingan, Mas," jawab Keysha.

Keysha dan Elina pun saling melirik penuh arti. Bisa dipastikan kedua hati mereka tengah berdebar tidak beraturan melihat kehadiran Ikbal di balik pintu, waswas kalau percakapan mereka tentang Bastian barusan terdengar olehnya. Namun, mereka bisa bernapas lega karena sepertinya si suami tidak mendengar apa pun. Buktinya gelagat pria itu tidak menunjukkan sesuatu yang aneh.

***

Setelah dua malam dirawat di rumah sakit, Senin siang Naila telah diizinkan pulang karena kondisinya sudah stabil. 

Yang membuat Keysha tercengang pada saat hendak mengurus admin rumah sakit adalah Bastian diam-diam telah menaruh deposit sebesar Rp. 30.000.000,- untuk biaya perawatan mamanya selama di rumah sakit. 

Uang sebanyak itu rela dikeluarkan untuk pengobatan, yang sama sekali tidak ada hubungan darah dengannya. Satu hal lagi yang membuat Keysha penasaran adalah apa pekerjaan pria itu sekarang? Di mana dia bekerja? Darimana uang itu dia dapatkan? Lantaran uang tiga puluh juta bukanlah jumlah yang kecil.

Dulu, saat pacaran di zaman kuliah, mereka tidak pernah sekalipun menikmati makan di kafe. Jika hendak ke mana-mana, mereka harus naik motor. Uang kuliah pun Bastian dapatkan dari beasiswa karena kecerdasannya.

Mereka berdua mempunyai kesamaan dalam mencintai alam seperti pantai atau pegunungan.  Dengan modal nebeng mobil Abas atau Kevin, mereka menuju ke tempat wisata tersebut. Tentu saja tidak nginap di hotel berbintang, mereka akan memilih tinggal di satu losmen dengan kamar yang terpisah.

Saat siang, mereka selalu menikmati makan siang bersama di warung Tante Danisa, mama Bastian. Kebetulan Tante Danisa membuka warteg di sekitar kampus. Ya begitulah, gaya pacaran mereka dulu, tidak terlihat mewah tetapi sangat menyenangkan dan membuat mereka merasa nyaman satu sama lain. Kata nyaman itu satu level lebih tinggi dari perasaan suka.

 "Anggap aja ini adalah utang dan aku harus membayarnya. Kira-kira kapan aku bisa bertemu lagi dengannya? Jika tidak bisa membayarnya sekaligus, aku bisa menyicil." Keysha bermonolog dalam hati setelah selesai menyelesaikan admin rumah sakit.

***
Keesokan hari.

"Kak, hari ini aku ngajar sampe sore. Kakak bisa datang nemani Mama pagi sampai siang? Sorean aku baru bisa sampai di rumah." Elina menelepon saat Keysha menikmati sarapan bersama Mas Ikbal dan Gita.

"Oh, iya, nanti Kakak ke sana, ya," jawabnya sambil melirik wajah sang suami meminta persetujuan. 

Lelaki dewasa itu mengangguk menyetujui. Lalu, sambungan telepon mereka diakhiri setelah Elina pamit karena buru-buru harus berangkat ke kampus pagi-pagi.

"Mama memang seharusnya ada yang nemani, aku khawatir kondisinya belum stabil," kata Ikbal sambil menyendoki nasi goreng ke mulut.

"Makasih, ya, Mas. Kamu sudah izinkan, tapi nanti aku usahain pulang sebelum kamu pulang."

Keysha bersyukur memiliki suami yang pengertian seperti Ikbal. Dia tidak pernah melarang kapan saja jika si istri mau mengunjungi Naila. Malah kadang, jika Keysha meminta Ikbal menjemput di rumah mama, suaminya juga selalu mengiyakan.

Pernah, Ikbal menyarankan agar mama tinggal bersama mereka. Namun wanita senja itu menolak karena tidak mau merepotkan menantunya. Dia lebih nyaman tinggal sendiri bersama Elina, itu alasannya.

"Aku berangkat, ya."

Keysha mencium punggung tangan suami sebagai rutinitas wajib sebelum dia berangkat kemudian dibalas dengan kecupan penuh cinta mendarat di keningnya.

Wanita cantik itu mengantar si suami sampai di depan rumah, menunggu hingga mobil melaju dan hilang dari pandangan. 
Keysha bersiap-siap, mengurus Gita dan berberes rumah sebelum mengunjungi Naina yang kini tinggal sendirian di rumah.

***

Sesampai di perkarangan rumah mama, Keysha mengernyitkan dahi sedikit kaget dengan kehadiran mobil sedan hitam yang ia kenal pemiliknya. Sedikit rasa penasaran, dia yang berjalan beriringan dengan Gita pun melangkahkan kaki mendekati teras rumah. Dia terpaku ketika sampai di bibir pintu, menguping sedikit percakapan mereka.

"Maafkan, Tante, waktu itu Tante nggak bisa apa-apa ...." 

Namun, percakapan itu terputus ketika Gita berlari melepas genggamannya.

 "Oma," panggil Gita setelah melihat dan berlari ke arah sang nenek yang tengah duduk berhadapan dengan lelaki masa lalu, Bastian.

"Hallo, Cucu kesayangan." Naila mencium kening cucu satu-satunya.

Dengan langkah berat, Keysha masuk ke dalam rumah dan pandangan mengarah sekilas ke lelaki berkemeja panjang marron yang terbalut sempurna di tubuh. Dasi hitam yang melingkar leher menambah aura kewibawaan.

Pria bertubuh tegap itu pun beranjak bangkit dan menghampiri Keysha yang masih betah berdiri di dekat pintu.

"Hai," sapanya dengan menyebarkan senyuman yang merupakan pemandangan favorit Keysha, dulu. 

Perempuan itu menatap pria yang kini jaraknya sangat dekat, ada rasa rindu di hati setelah beberapa hari tidak berjumpa. Dia tidak sanggup membalas menyapa, mendadak lidahnya menjadi kaku. Namun, mengapa aroma parfum khas maskulin milik Bastian sungguh memanjakan indra penciuman. Seolah terhipnotis, dia pun enggan melepaskan tatapannya. Iya, tidak bisa dipungkiri, Keysha memang mengagumi perubahan penampilannya yang sangat mempersona. 

"Key," panggilnya lagi karena tidak mendapat respons darinya sambil membelai kepalanya dengan lembut.

Keysha terperanjat dengan sikap Bastian yang berani mengelusnya di depan Naila. Dia pun mengumpulkan kesadaran dan membuang muka dengan tatapan dingin. Berjalan melewatinya seakan tidak menganggap kehadirannya, ia beralih ke sofa tempat Naila duduk.

"Gimana kabar Mama sekarang?" 

Keysha memutar perhatian dan mencoba menenangkan perasaan. Tidak tahu perasaan apa ini namanya, antara senang atau cemas. Senang karena belaian Bastian yang sudah sekian lama tidak pernah didapatkan setelah perpisahan itu. Cemas? Iya, cemas kalau dia akan terpincut  pesonanya.

'Sadar, Key. Come on, hubungan ini tidak sehat untuk kamu dan dia. Kamu bukan Keysha, pacar Bastian seperti dulu. Kamu adalah Keysha, istri sah Mas Ikbal.' Hati nuraninya terus bergejolak di dalam dada. 

"Sekarang sudah jauh lebih baik." Naila menangkap sinyal penghindaran dari Keysha tetapi ia belum mau bertanya apa pun kepada putrinya.

Begitu pula, Bastian bisa membaca ekspresi ketidaknyamanan Keysha atas kehadirannya, sikap wanita itu masih sama seperti saat dia mengunjunginya tempo lalu. Dia melirik sedikit ke arah jam branded yang melingkar sempurna di pergelangan tangan.

"Tante, aku pamit dulu, ini sudah ada Keysha yang menemani Tante. Dan pagi ini aku ada meeting.  Key, aku duluan, ya."

Bastian memandang ke arahnya sebentar, berharap mendapat respons. Dan lagi, Keysha tetap membisu, berpura-pura tidak mendengar apa yang diucapkannya, bahkan dia enggan menoleh sedikitpun.

"Iya, Nak Bastian. Terima kasih banyak. Hati-hati di jalan," sahut Naila setelah mencium aroma dingin yang ditunjukkan putrinya.

Lalu, Bastian mengusap kepala Gita, "Om berangkat dulu, ya, Cantik."

Gita tersenyum lalu menarik dan mencium tangannya, "hati-hati, Om. Besok-besok datang lagi." 

"Iya, Sayang." 

Hati itu bahagia, setidaknya masih ada orang yang masih mengharapkan kehadiran, meski orang yang masih dicintai lebih memilih diam dan tidak peduli kepadanya.

Bastian membalikkan tubuh dan menyeret langkah keluar. 

Keysha seolah sedang membohongi diri sendiri, hati dan otaknya tidak selaras. Secara logika iya, dia menghindari, tetapi hati sangat merindukannya. Wanita berambut panjang tersebut hanya berusaha menjaga jarak dan perasaan agar tidak masuk ke dalam belenggu di mana membuat ia jatuh cinta mendalam kepadanya.

Dalam hitungan menit, terdengar suara starter mobil dinyalakan, Keysha pun berdiri dan berlari ke luar menemui Bastian yang siap melajukan mobil.

"Bas!" Dia mengetuk kaca jendela berkali-kali, sepertinya ada sesuatu yang ingin disampaikan.

Tidak langsung membuka kaca jendela, pria itu turun dari mobil dan menghampiri wanita cantik tersebut.

"Ada apa, Key?" Saat dia sudah berdiri di depan Keysha dengan kacamata hitam yang sudah bertengger di hidung mancungnya.

"Aku minta nomor rekening kamu."

"Buat apa?" Nadanya sedikit kaget.

"Aku mau transfer biaya rumah sakit mama yang kemarin." Keysha langsung ke permasalahan.

Mendengar itu, spontan Bastian ketawa kecil. "Enggak usah, Key. Aku ikhlas bantu Tante."

"Tapi Bas ...."

Dengan cepat, Bastian mengunci bibir Keysha dengan meletakkan jari telunjuk ke bibirnya.

"Ssttt, udah ya, aku berangkat dulu." Seolah tidak mau memberi kesempatan Keysha untuk melanjutkan keinginannya beralasan.

Bastian menarik tengkuk Keysha seperti hendak mendaratkan ciuman ke keningnya. Refleks pula, Keysha mendorong da d4nya dan mengambil beberapa langkah mundur, menjaga jarak.

"Kamu apa-apaan, sih?" pekiknya.

Waduh, Bastian sudah semakin berani aja, jelas-jelas Keysha yang sekarang sudah menjadi istri sah lelaki lain. Sepertinya cinta yang begitu mendalam sudah mengklonsetkan saraf yang ada di otaknya sehingga dia tidak bisa berpikir jernih.

Komentar

Login untuk melihat komentar!