“Kirana pamit dulu ya Ma, Yah.”
“Hati-hati yaa Nak, inget kalo didalem dikasih orang apapun jangan mau, jangan ceroboh, barang-barangnya dijaga, dikasih apapun sama orang jangan diterima.”
“Siap Komandan!
Heyyy welcome Jakarta!!
.........................
Kirana, gadis 18 tahun yang sedang berbahagia sekali hatinya karena diizinkan kedua orang tuanya untuk berpergian sendirian, walaupun pada akhirnya juga tidak benar-benar sendirian, karena dia akan bertemu dengan saudaranya di Jakarta, tapi setidaknya dia bersyukur bisa merasakan naik kereta sendirian dan tinggal di kota orang lain tanpa kedua orang tuanya. Sungguh, ini adalah kesempatan emas bagi Kirana dan Kirana tidak akan menyiakannya.
............................
“Selamat datang di Jakarta saudaraku yang nggak boleh kemana-mana hahahaha.”
“Ngejek ya lu? Buktinya sekarang gue ada disini.”
“Berapa lama lu ngerayu Bapak lu biar diizinin main kesini sendirian?”
“1 bulan persiapan dengan tikungan di sepertiga malam seminggu tiga kali.”
“Ahahahaha kasian banget sodara gue. Nikmatin deh seminggu disini, semoga betah lu ya.”
“Mana list-list tempat yang mau gue kunjungin selama disini?”
“Tenang, udah gue siapin di rumah. Yuk buru balik udah disiapin makanan banyak tuh dirumah."
………………………………
Jakarta, ternyata masih sama dengan 7 tahun yang lalu terakhir aku mengunjungi kota ini. Sebenernya nggada yang berubah banyak, dia tetap identik dominasi kendaraan roda empat, busway yang berada di jalur khusus, dan lalu lalang orang dengan segala aktivitasnya. Walaupun memang kemacetan dimana-mana, tapi aku rasa aku tetap menyukai kota ini.
“Fis, hari ini gue pengen ke UI, Pondok Indah Mall, sama Grand Indonesia.”
“Yang bener aja lu, tempat itu jaraknya jauh-jauh, nggamungkin dong dalam sehari.”
“Terus gimana dong?”
“Ya elu kan masih seminggu juga disini, ngapain terburu-baru banget sih, udah kayak kejar setoran. Lagian ngapain dah lu mau UI?”
“Ngeliat aja dulu, siapa tau entar jodoh hahahaha.”
............................
Tak terasa, jatah satu minggunya sudah habis. Sebenarnya tidak ada yang istimewa ketika ia menghabiskan waktunya di Jakarta, Kirana hanya berpindah dari satu mall ke mall lainnya tiap hari. Bermain ice skating, melihat taman anggrek di malam hari, nonton bioskop, belanja apapun yang dia mau. Benar-benar ingin menghabiskan uang selama ia berada disana. Tapi tak apa, sebenarnya tujuan Kirana adalah dia hanya ingin berpergian sendirian tanpa kedua orang tuanya.
Di umurnya yang sudah menginjak 18 tahun, terkadang dia iri melihat teman-teman sebayanya bisa pergi kemanapun tanpa orang tuanya, bisa nanjak bareng ke gunung, liburan ke pantai, atau sekedar ke taman bermain. Sedangkan dirinya, mau merengek-rengek nangis seember pun, keputusan ayahnya tetap tidak bisa diganggu gugat. Ia juga ingin pergi ke pantai bersama teman sekolahnya, sekedar ke luar kota yang jaraknya juga tidak jauh dari tempatnya tinggal, entah ayahnya mungkin memiliki trauma di masa lalu sehingga benar-benar krisis kepercayaan kepada Kirana, yang jelas Kirana memang tidak pernah mendapatkan kesempatan itu. Sekalinya dia mendapat kesempatan ini, tidak akan disia-siakannya.
“Gue balik dulu ya. Makasih udah mau gue repotin.”
“Hati-hati ya lu, gue tunggu kesini lagi"
............................
“17D gerbong 4 disitu ya mbak.”
“Ohiya terimakasih Pak.”
“Nah ini dia 17D, sip deket jendela, waktunya menghabiskan 10 jam untuk tidur, bermellow-mellow sambil melihat pemandangan di luar jendela.”
Ketika Kirana sudah siap dengan segala peralatannya untuk menikmati perjalanan , mulai dari menyiapkan playlist glen fredly dan sepasang headset, hingga sudah siap menyipitkan matanya menikmati alunan musik dari hpnya, seorang laki-laki yang Kirana tebak mungkin juga penumpang di samping tempat duduknya atau entah siapa menatapnya dengan tatapan heran dan penuh tanda tanya. Kirana yang sadar sedang ditatap dengan tatapan penuh selidik pun menatap balik pria itu, sekilas ia tidak fokus dengan lagu yang sedang dibawakan oleh Glen Fredly, pandangan mereka sempat beradu sepersekian detik.
Dibalik kacamata hitamnya, Kirana tau orang ini ingin menyampaikan sesuatu kepada Kirana. Kirana yang hendak bertanya mengapa dia diam saja dan tidak langsung duduk pun urung melakukannya karena wajah lawan bicaranya yang tidak bersahabat.
Sepersekian menit sempat beradu pandang, akhirnya Kirana mengembalikan lagi kepalanya untuk bersender di jendela dan melanjutkan fokusnya mendengarkan musik dari suara glen fredly, dari samping matanya Kirana sekilas melihat bahwa pria itu akhirnya duduk di samping tempat duduknya.
Dalam hati Kirana membatin, “ngapain nggak langsung duduk aja sih, bikin orang merasa terintimidasi segala. Aneh banget nih orang.”
Kisah kita berakhir di Januari. Begitulah lirik yang sedang didengarnya saat ini. Kirana terhanyut dalam alunan suara yang didengar dari idolanya.
…………………………………………
Pertemuan itu singkat, hanya beberapa jam didalam perjalanan menuju kota tujuan masing-masing, aku dan dia bertemu, bercengkrama layaknya dua insan yang sudah bertemu sekian lama.
Namanya Arsanta, perkenalan singkat kami membawaku mengetahui sedikit banyak tentang Arsanta. Arsanta, artinya kegembiraan dalam bahasa Sansekerta.
Perbincangan mengalir, kami mudah sekali akrab, mungkin karena selera topik obrolan kami sama, obrolan kami lebih banyak membahas seputar dunia perkuliahan.
“Namaku Kirana. Simpan aja di kontakmu, K I R A N A.”
“Aku tidak tanya siapa namamu, kenapa kamu tiba-tiba mengenalkan diri?”
“Terus kalo kamu gatau namaku, kamu mau nyimpen namaku di kontakmu dengan nama apa? Eskpresi wajahmu itu sebenernya menggambarkan kalo kamu pengen tau namaku, tapi kamu gengsi aja buat nanya. Lagian daritadi kita udah ngobrol banyak, aneh aja kalo kamu gatau namaku.”
“Kalau nyatanya aku emang gapengen tau namamu?”
“Ya nggapapa juga sih, takutnya nanti kamu sendiri yang kebingungan cari aku.”
“Emangnya kita bakal ketemu lagi?”
“Ya bisa jadi.”
Tidak ada tanggapan
“Arsanta?”
“ya?”
“Sebentar lagi aku sampai, kota ini adalah tujuanku pulang. Kota ini jug tidak terlalu luas, aku yakin kamu tidak akan kesulitan mencariku.”
“Memangnya siapa yang ingin mencarimu?”
“Aku turun dulu ya, sampai jumpa lagi Arsanta.”
…………………………………………
Sesampainya di stasiun, Kirana begitu bahagia begitu melihat kedua orang tuanya sudah menunggu di pintu keluar penjemputan
“Mama, Ayah.” Ujar Kirana dengan raut muka cerianya menyapa kedua orang tuanya
“Akhirnya anak ayah pulang juga. Gak kangen toh kamu sama rumah?"
“Kangen dong, yo mosok aku gak kangen mama ambek ayah. Nih Kirana bawa oleh-oleh hehe.”
“Kok raut wajah kakak ceria banget nggak kayak biasanya?”
Kirana sedikit terkejut bahwa Ibunya menyadari perubahan raut wajahnya selepas turun dari kereta, mungkin sangking bahagianya. Kirana memang tidak ahli dalam menyembunyikan apa yang dia rasakan, ketika bahagia, secara otomatis itu juga akan terpancar, pun ketika dia sedih, orang-orang yang benar mengenalnya pasti akan paham.
“Iya dong siapa yang nggak seneng dibolehin liburan sendirian hehehe, aku seneng banget tau selama disana aku ngerasain main ice skating, terus bisa ngerasain naik trans Jakarta juga hehehe.”
“Yakin? Nggada yang kakak sembunyiin dari mama?”
“Nggak ada dong ma. Seneng aja nih kakak, pengen balik lagi kesana hehe.”
“Kelarin dulu kuliahmu.”
“Siap Ibu Negara.”
Sebentar ma, sepertinya belum waktunya.