Prolog
Pesawat dari Jakarta menuju Banyuwangi tak terlalu padat penumpang. Hanya separuh seat yang terisi. Karena hanya sedikit, para penumpang diacak duduk oleh maskapai agar keseimbangan badan pesawat tetap terjaga.

Nev duduk di seat 14C, bersebelahan seat dengan Shan yang duduk dibangku 14A. tak langsung bersebelahan sebenarnya, masih ada seat 14B yang tak ditempati. Juga deret 14D sampai F yang kosong sehingga dalam baris 14 hanya mereka berdua.

Shan, gadis mungil berwajah pucat yang duduk di dekat jendela terisak pelan. Beberapa kali gadis itu menyapukan sapu tangan ke pelupuk mata yang menggenang.

Nev yang duduk disebelahnya mendengar isaknya dan beberapa kali melirik, merasa terenyuh dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu “Apa Ia baru diputuskan pacarnya?”

Nev tak bisa menjawab tanya dalam hatinya, Ia sibuk menarik-narik ujung rok span-nya yang beberapa kali naik ke atas lutut agar tak mempertontonkan pakaian dalamnya. Ia khawatir pramugari yang lewat akan memperhatikan tonjolan dibalik celananya dan menyadari kalau ia bukan perempuan.

Harusnya aku tak mengenakan rok yang ini.” Nev menggerutu dalam hati. Kedongkolannya dirumah sebelum berangkat sore tadi membuatnya sembarang memilah pakaian yang akan dikenakan. Blus longgar sepinggul berwarna purple yang dibiarkan keluar, berpadu dengan rok hijau selutut yang dikenakannya. Tampak manis, tapi tak cocok untuk penerbangan selama satu jam empat puluh menit yang membuatnya kesulitan menggeser-geser kaki panjangnya yang kram karena tertekuk lama. 

Nev menghembuskan nafas kesal, Ia tanpa sadar kembali memperhatikan Shan gadis yang duduk disebelahnya. Sedikit melirik pada tampilan Shan yang tampak casual, kemeja flanel berpadu celana jeans. Terlihat santai, namun wajahnya menunjukkan sebaliknya. Ketegangan, bercampur kesedihan.

Whats wrong with her?” Nev mengambil majalah maskapai dan mencoba mengalihkan perhatian ke dalam bacaan di tangannya.

Sekian menit jam berlalu, terdengar suara pemberitahuan dari pengeras suara di kabin “Mohon kembali ke tempat duduk anda, menegakkan sandaran dan  memasang sabuk pengaman masing-masing karena pesawat akan segera mendarat.” 

Nev membuka mata, Ia ternyata tertidur saat membaca majalah tadi. Nev merapikan rambut palsu magentanya yang tergerai panjang dengan buku jari, kemudian kembali melihat pada ujung roknya yang lagi-lagi naik ke atas lutut.

Nev menghela nafas dongkol karena harus merapikan kembali. Setelah merapikan, Ia menyentuh pinggiran tali bra-nya yang berada dibalik baju dan menariknya sedikit ke atas agar silicon padat ‘yang menciptakan payudara indah di dadanya’ tak bergeser turun. Sempat diliriknya gadis di sebelahnya yang ternyata sudah agak tenang dan hanya sesekali menghapus titik air mata yang jatuh dipelupuk.


Pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Blimbingsari, para penumpang satu persatu turun melalui garbaratta yang disediakan. Mereka berjalan ke arah pintu keluar. Shan berjalan tergesa, tampak terburu-buru. Melewati Nev yang sebenarnya keluar lebih dulu karena tadi bangkunya tepat ditepi koridor.

Nev memperhatikan langkah kecil gadis itu, dengan tas ransel dipunggungnya dan kepala tertunduk. “Mungkin Ia menangis karena diputuskan pacarnya.” Nev menduga.

Namun tepat di teras terminal kedatangan, gadis itu masih berdiri disana.  Tampak bingung dan tak tahu akan kemana. Ia memberi isyarat penolakan dengan tangan ketika beberapa kali supir taxi menawarkan tumpangan.

“Apa kau baik-baik saja?” Nev yang tak tahan akhirnya menghampiri gadis itu dan menanyakan. Saat bertanya Nev melembutkan suaranya sehingga benar-benar mirip suara wanita.

Gadis itu tampak terkejut mendengar teguran Nev, Ia mundur selangkah dan menatap ragu pada Nev yang dikiranya perempuan.

“Kemana tujuanmu? Apa kau butuh tumpangan?” Nev kembali bertanya.

Shan yang ditanyai tak menjawab, Ia hanya mengamati tampilan Nev yang sepertinya perempuan baik-baik. Nev yang lebih tinggi darinya, memiliki wajah menawan dan berpenampilan anggun bak model.

“Baiklah, kalau kau tak butuh bantuanku aku akan pergi.” baru saja Nev akan berlalu Shan menahan pergelangan tangannya.

“Ya?”

Shan melepaskan pegangannya, buru –buru mengeluarkan pulpen dan kertas lalu menuliskan sesuatu.

‘Aku butuh tumpangan.’ 

Begitu Nev membaca apa yang dituliskan Ia mengangguk paham.

“Baiklah kalau begitu ikut aku.” Nev mengajaknya naik ke salah satu taxi yang parkir dimuka terminal.

“Kemana Mbak?” sambil mengemudikan mobilnya meninggalkan pelataran bandara Supir bertanya pada Nev.

“Sebentar, saya akan tanyakan teman saya dulu.” Nev melihat ke Shan. Ia mengira gadis itu bisu dan hanya bisa membaca gerak Bibir.

“Tuliskan kemana tujuanmu. Biar supir taxi mengantarmu.”

Shan tak langsung menjawab, Ia menatap Nev. Ia berpikir Nev yang ramah dan tampak lebih tua dua atau tiga tahun darinya mungkin bisa dipercaya.

‘Aku tak punya tujuan.’  Shan kembali menunjukkan apa yang ditulisnya.

“Jadi…” Nev masih tak bisa menduga apa yang dilakukan gadis itu di kota Banyuwangi.

‘Aku ke kota ini sebenarnya untuk mencari pekerjaan.'  Shan menuliskan.

Nev mengangguk mengerti. 

Dia pasti kabur ke kota ini hanya untuk melupakan mantannya. Mungkin sama sepertiku yang patah harapan untuk terus tinggal di Jakarta dan berpikir untuk memulai hidup baru disini.” Nev membatin.

“Kau bisa tinggal ditempatku. Aku kebetulan sedang butuh karyawan untuk usaha yang ingin kurintis disini.” Nev memberitahunya.

Ia lalu mengulurkan tangan “Aku Nev.”

Gadis itu membalas jabat sekilas dan buru-buru menuliskan sesuatu ‘Aku shan.’




Komentar

Login untuk melihat komentar!