Cerita Nenek Tentang Parakang
Terdapat perbedaan tentang cerita parakang di tempat satu dengan yang lain. Namun, kejadian di masjid itu benar adanya. Sumbernya yaitu Nenekku yang masih bernyawa sampai sekarang ini, walaupun kadang sesak.

Awalnya akupun bingung saat mendengar cerita Nenek. Apa iya Parakang bisa muncul di masjid yang notabenya tempat suci?

Nenek memberitahuku bahwa Parakang itu sebenarnya juga manusia biasa. Saat belum berubah wujud Ia bisa shalat, makan, nonton drama Korea, dan juga salto belakang atau kayang. Persis, lah, kayak kita-kita.

Namun, ada orang yang jadi parakang sewaktu-waktu tak sesuai kemauannya. Mungkin hal itulah yang menimpa Bu Baya saat di masjid.

Bahkan ada yang sebenarnya parakang, tapi ia tak menyadarinya. Kata Nenek, garis darah parakang itu akan turun temurun sampai ke anak cucunya.

"Nek, maksudnya garis keturunan parakang itu gak putus gimana?"

Nenek terdiam cukup lama. Matanya menatap lurus ke depan, sedangkan bibirnya komat-kamit. Bulu kudukku meremang, apa di sini sedang ada parakang? Aku melafazkan doa makan di dalam hati.

Menurut teman kuliahku, jika ada setan dan sejenisnya, maka bacalah doa makan agar setannya kabur. Kabur karena ia berpikir bahwa kita akan menyantapnya. Dasar temanku, setan juga sarannya.

"Nek ...." Aku mencolek tangan Nenek.

"Iya, Baco. Kenapa ki?"
(Iya, Nak. Kenapa?)

Ternyata Nenek tak mendengar. Maklum saja namanya juga Nenek-nenek. Bibir yang tadi komat-kamit perlahan mulai berminyak.

Astaga ... ternyata Nenek bukan komat-kamit membaca mantra, tapi sedang mengunyah martabak dengan susah payah. Yah, wajar gigi nenek tinggal dua.

"Nek, tadi aku nanya. Kenapa garis keturunan parakang itu tak bisa putus?" Intonasi suara sedikit kutinggikan. Bukannya marah, tapi agar beliau mendengar.

Setelah minum segelas air, Nenek mulai bercerita.

"Darah parakang itu diwariskan oleh nenek buyut mereka di masa lampau. Orang-orang dulu banyak yang belajar ilmu hitam untuk mendapatkan kekebalan serta menjadi kaya."

Nenek menghela napas. Aku sabar menanti kelanjutan cerita Nenek bak menonton film slow motion.

"Banyak yang tak sempurna saat belajar ilmu hitam, hingga jadilah mereka parakang karena tak selesai atau salah belajar ilmu tersebut. Orang-orang dulu sangat takut jika ada warga kampung yang diduga sebagai parakang."

"Kenapa, Nek?"

"Alasannya, parakang suka sekali memakan bayi yang baru lahir. Makanya di kampung-kampung, saat ada bayi yang baru lahir, biasanya dukun beranak menyimpan peniti dan bawang di dekat bayi tersebut agar tak diganggu. Konon kabarnya parakang takut dengan benda itu."

Aku bergedik membayangkan bagaimana seramnya parakang itu.

"Bukan hanya bayi. Saat orang-orang berada di ambang sakratul maut, parakang suka sekali datang memakan organ dalam orang tersebut. Sampai hancur." Mata Nenek berkaca-kaca.

Awalnya kukira Nenek kepedasan gara-gara memakan cabai yang ada pada acar campuran martabak. Namun, dugaanku salah. Nenek benar-benar bersedih.

"Dulu ... waktu nenek masih muda sekali, bahkan saat itu Ibumu belum lahir."

"Ada kejadian apa, Nek?" tanyaku penasaran.

"Saudara kandung nenek dimakan parakang sampai akhirnya meninggal. Organ dalamnya hancur semua." Nenek terdiam. Guratan-guratan kesedihan tampak dari balik wajah keriputnya.

"Benarkah itu, Nek?"

"Iya, Baco," jawab Nenek.

Mungkin lain kali akan kutanyakan pada Nenek, tapi tidak sekarang. Perempuan tua itu sepertinya sudah mengantuk.

Saat Nenek sudah masuk ke kamarnya, aku masih memikirkan tentang manusia jadi-jadian yang sangat ditakuti oleh warga kampung. Banyak penjelasan lain mengenai makhluk itu.

Ada yang berpendapat bahwa jika parakang berubah menjadi pohon pisang, maka wujudnya hanya memiliki dua daun, tidak berpucuk dan daunnya tidak lebih dari tiga helai.

Jika ada yang memotong salah satu daun pada pohon pisang itu, maka keesokan harinya akan ada satu warga yang kehilangan sebelah daun telinganya dan dapat disimpulkan bahwa orang itu adalah parakang.

Parakang juga bisa menjelma menjadi tempat ayam bertelur yang terbuat dari ayaman daun kelapa. Orang Bugis menyebutnya baka-baka.

Ada satu hal yang membuat miris yaitu garis keturunan parakang takkan putus kecuali ia meninggal tanpa memiliki anak.

Jika parakang memiliki tiga anak, maka akan ada salah satu yang mewarisi darah terkutuk. Punya dua anak, salah satunya akan jadi parakang. Punya satu anak, yah ... sudah jelas anaknya itu yang akan jadi parakang.

***

Malam ini rencananya aku ingin ke rumah Nayla, tapi sayang hujan turun begitu deras. Akhirnya, kami hanya berbalas pesan lewat Whatsapp.

[Nayla .... tahu gak bedanya parakang dengan kamu?]

[Ih ... ada-ada aja. Gak lucu. Iya, iya aku gak tahu.]

[Jadiii bedanya gini .... Kalau parakang tuh makan organ dalam manusia, tapi kalau kamu selalu ada di dalam hatikuuu ....]

Pesan kukirim dengan stiker-stiker love yang unyu-unyu.

Sudah sejam sejak pesan terakhir kukirim, belum dibalas sampai sekarang, padahal sudah dua centang biru.

NEXT